Satu.

38 11 0
                                    

20.00

Weedy membuka buku diary milik nya semasa SMA, buku itu sudah kusam dan berdebu, di setiap halamannya menguning dengan bau khas buku tua. Tinta di setiap kertas membiru, tidak lagi hitam, Weedy tersenyum kecil, menyelipkan rambut panjangnya di balik telinga. Rasanya seperti hari kemarin terjadi, Weedy ingat kisah itu.

🥀

"Haris jangan di baca-baca!" Weedy melompat berusaha meraih buku miliknya, "mari kita lihat apa isinya" Haris semakin terbahak, "Bulan dan Bintang, hm, judul yang bagus untuk sebuah puisi, Dy" ucap Haris.

"HARIS!" Seru Weedy, kini terduduk, menatap Haris tajam. "Eh? Iya-iya" Haris akhirnya mengembalikan buku itu ke Weedy, tanpa sempat membaca lebih banyak lagi.

"Isinya paling gitu-gitu aja ya Dy, gak menarik" ledek Haris, "kalau sudah tahu tidak menarik kenapa masih mau di baca sih!" Seru Weedy, pipinya menggembung.

"Happy birthday, Weedy" senyum Haris, mengeluarkan sekotak kado berukuran sedang. "Huh!" Weedy membelakangi Haris, memilih memainkan ponselnya. "Iyaudah kalau gak mau, kadonya aku kasih buat orang lain aja" Haris memasukkan kadonya ke dalam plastik. "Tunggu Ris, mauu..." Weedy akhirnya menahan Haris.

"Nah, gitu dong, di buka kadonya" Weedy mengangguk senang, menyobeknya, menyobeknya lagi, lagi, dan lagi. "Kok kertas kado mulu sih isinya?!" Weedy menyobek lagi kertas kado yang terakhir, terlihat kotak coklat. "Jadi orang tuh yang sabar" sindir Haris, "Haris aja yang jail, wle" Weedy memelet.

"Makasih Ris! Suka banget sama kadonya" senyum Weedy merekah, ada novel terbaru karya penulis idolanya, dan buku diary pink yang masih bagus. "Make a wish, gak?" Tanya Haris, "kan gak ada kue sama lilin, Ris" jawab Weedy, "kan gak harus pake itu kayak di film-film Dy"

Haris menyodorkan secarik lertas kecil dengan pulpen.

"Buat?"

"Tulis dulu mau apa, gulung jadi kecil, nanti aku kasih tau buat apa"

Weedy ber'oh'ria, lalu menulis harapan-harapannya, "gak bakal aku liat kali Dy, takutan amat sih" kekeh Haris, "udah belum?"

"Sabar-sabar, nih, jangan di buka!" Haris mengangguk, lalu menggulung kertas miliknya juga, ia masukkan ke dalam balon yang sudah terisi angin.

"Ayo" Haris mengajak Weedy keluar dari rumah. "Hitung sampai tiga ya, pelan-pelan tapi, nanti balonnya kita terbangin, katanya, semakin tinggi balonnya terbang, harapannya semakin ada kesempatan buat terwujud, hitungnya bareng-bareng oke?"

"Oke!"

"Satu..."

"Dua..."

"Tiga...!"

Haris melepas balon, balon itu perlahan-lahan terbang ke angkasa, semakin tinggi dan semakin tinggi, Weedy bertepuk tangan kecil.

"Semoga kelas dua belas lagi sekelas ya, Dy" senyum Haris.

"Aamiin"

🌼

Hari pertama sekolah di kelas dua belas setelah libur panjang, mading tampak ramai oleh siswa berebut bahkan--dimana kelas mereka. Weedy tersenyum mengembang, "Haris! Haris! Haris!" Weedy berlari mencari Haris.

Buk!

"Lu gak punya mata hah?" Kecam cowok itu, buku-buku paket berantakam di lantai, "maaf! Duluan ya, maaf!" Ucap Weedy, lalu berlari ke taman dekat perpustakaan, Haris suka berada disana, membaca buku.

Time To Remember HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang