Marvin tampak duduk sendirian di kantin menyantap makan siangnya. sepiring kentang tumbuk, dua potong patty berukuran besar dengan saus jamur, beberapa potong sosis mini, dan brokoli kukus serta tumbler berukuran dua liter berisi air putih menjadi menu makan siangnya. Saat tampak asyik mengunyah sosis yang tertancap di garpunya, tampak Harry muncul di dekatnya bersama dengan tiga orang di belakangnya.
"Cap..." Marvin agak terkejut.
"Kemarin bukanlah permainan seorang pemula." Suara Harry tampak rendah dan agak mengintimidasi.
Marvin hanya diam saja. matanya membesar dan tegang memperhatikan Harry dan teman-temannya memperhatikannya dengan wajah tajam dan tidak senang.
"Harry bicara denganmu, Nak..." Ujar teman Harry yang berambut gimbal. tubuhnya tidak sebesar Marvin, namun memiliki bahu yang lebar.
"Jawablah atau kau dalam masalah." Sambung teman Harry yang berkulit putih bertubuh nyaris setinggi tubuhnya dan berambut cokelat pendek.
"Lalu? Kalian tidak senang?" Akhirnya Marvin membuka suara.
"Tidak senang katanya??!!" Ujar teman Harry yang berkepala plontos bertubuh gempal. Marvin menduga ia berposisi salah satu diantara offensive atau defensive linemen. Ia tampak tertawa.
Hanya Harry yang tidak tertawa meletakan nampan makanannya di depan Marvin dan mencondongkan tubuhnya mendekati Marvin. "'Tidak senang' katamu??" Harry memicingkan matanya. Pandangannya sedikit membuat Marvin ciut.
"Tentu saja kami senang naaakk!!!!" Seru teman Harry dengan tubuh paling besar.
sontak Harry dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Beberapa diantara mereka menepuk bahu Marvin. Marvin hanya menghela napasnya dan tertawa.
"Kau harus lihat wajah tegangmu!!! Kuharap kau tidak buang air di celana, Nak!!!" Seru si kepala plontos.
"Boleh kami bergabung, Marv??" Tanya Harry.
"Yeah... Sisakan satu untuk Gyasi. Dia sedang beli jus." Marvin menunjuk tempat duduk tepat di depannya.
"Terima kasih... Luke Hartman... Linebacker..." Harry menunjuk temannya yang berambut gimbal, "Alwyn Bencroft... defensive end.." Dilanjutkan dengan menunjuk temannya yang berkulit putih. "Dan Tyler Bradley... Center..." Dan berakhir di temannya yang berkepala plontos.
Marvin mengadu kepalan tangannya dengan Luke, Alwyn, dan Tyler. dibarengi dengan Gyasi kembali setelah membeli jus.
"Whoaa... Dalam sekejap kau sudah bisa berteman dengan banyak orang." Ujar Gyasi sambil duduk dihadapan Marvin.
"Bukan dia... Kalian." Sahut Harry.
"Kami??" Gyasi tampak bingung.
"Kami ingin kalian mengikuti latihan ekstra... Dari kami berempat."
***
Marvin menatap jersey bernomor punggung tujuh belas berwarna merah dengan warna putih pada sisi dan bahunya dan kelir hitam yang tergantung di lokernya. ia menatap sekitarnya. Tampak para pemain mulai berganti pakaian dengan seragam tim. Ia pun mengenakan jersey miliknya dan bercermin sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST YARDS
Roman pour Adolescentsmenggemari sebuah olahraga yang sangat jarang peminatnya di Indonesia tentunya sangat menyebalkan. Itulah yang dialami oleh Marvin Wiranegara, mahasiswa tingkat awal di Indonesia. menggemari olahraga American Football yang merupakan olahraga kebangg...