Marvin menyelempangkan tas olahraganya di bahu kanan sambil beranjak menuju tempat parkir bus sekolah. Akhir pekan ini ia dan anggota Crusaders lainnya serta sejumlah anggota pemandu sorak akan bertandang ke San Diego. Tidak seperti biasanya, ia berjalan sendiri lantaran Gyasi sudah asyik dengan Carol Parker, kekasihnya yang juga anggota pemandu sorak - Mereka baru saja berpacaran tiga hari lalu. Harry, Jordan, dan pemain senior lain juga sudah asyik dengan pasangan mereka masing-masing. Harry berpacaran dengan Britney Knightlaw, sang kapten pemandu sorak. Dan sekali lagi, jantung Marvin berdegup kencang antara antusias menghadapi laga kedua dan gugup karena ini adalah laga tandang perdananya.
"Gugup, Marv??" Tanya Tyler yang entah sejak kapan berdiri disamping Marvin. Ia juga tampak merangkul seorang gadis yang postur tubuhnya sangat tidak sepantar dengan Tyler.
"Yeah... Sedikit." Gumam Marvin pelan.
"Yah... Gugup itu wajar... Tapi jangan sampai kau buang air di celana!!" Seru Tyler sambil tertawa.
"Nah, I won't, Ty..." Marvin tertawa kecil.
"Hei, idola baru!!!" Gyasi memanggil Marvin dari kejauhan. "Sungguh sebuah ironi kau yang menjadi idola baru tetapi tidak seorangpun mengisi sela-sela jarimu!!!" Ledek Gyasi.
"Diamlah, G!!!" Seru Marvin tertawa.
Semua pemain Crusaders dan para pemandu sorak naik ke dalam bus, mereka meletakan barang bawaannya di rak diatas kepalanya, dan duduk di tempat masing-masing. Marvin duduk di kursi dekat pintu belakang bus di dekat jendela. Ia mengeluarkan headphone miliknya dan menghubungkan dengan ponselnya untuk mendengarkan lagu agar ia tidak dirusuhi oleh Gyasi yang terus meledeknya. Ia mendengarkan lagu sambil menyandarkan kepalanya dan menatap keluar jendela. Tiba-tiba, ia merasakan hentakan di tempat duduknya seolah ada yang duduk disebelahnya. Marvin pun menoleh dan mendapati seorang gadis keturunan Chinese-American duduk di sebelahnya. Gadis yang sama dengan gadis yang ia tatap saat enterance minggu lalu.
"Kursi ini kosong kan?" Tanyanya.
Marvin hanya melongo sambil mengangguk pelan. Tangannya melepas headphone miliknya dan menggantungkannya di leher.
"Hei, snowman... Kau bersamaku??" Gadis itu menjentikan jarinya di depan wajah Marvin.
"Ah... Ya??" Marvin berkedip dan sadar dari lamunannya. "apa tadi katamu?? Snowman??" Tanyanya.
"Yeah... Kami para pemandu sorak menjulukimu begitu." Sahutnya.
"Yah... Cukup menarik..." Marvin mengangguk sambil tersenyum - tanpa ia sadar bahwa senyumannya sangat lebar.
"Ngomong-ngomong, aku Summer... Summer Lin." Summer menatap Marvin dengan intens sambil tersenyum.
"Summer?? Sepertinya aku bisa meleleh jika terlalu lama di dekatmu." Marvin balas menatap Summer.
"Ternyata kau tidak sedingin yang terlihat..." Summer tertawa geli. "Atau karena aku baru saja berhasil mencairkan kebekuan hatimu?" Summer menyandarkan tangannya yang menopang kepalanya pada sandaran jok dan menatap Marvin dengan begitu intens.
"Nnngg... Maaf, apa kau bisa tidak menatapku seperti itu? Aku bisa salah tingkah." Sontak Marvin merasa seluruh wajahnya sangat panas.
"Kau lupa???!! Kau juga menatapku seperti ini minggu lalu hingga membuatku lupa koreografiku!" Cetus Summer.
"Benarkah?? Kupikir kau tersenyum karena memang itu koreomu..." Ujar Marvin.
"Semula, ya... Setelah kau menatapku seperti itu... Jelas aku akan sulit berkonsentrasi." Ujar Summer.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST YARDS
Ficção Adolescentemenggemari sebuah olahraga yang sangat jarang peminatnya di Indonesia tentunya sangat menyebalkan. Itulah yang dialami oleh Marvin Wiranegara, mahasiswa tingkat awal di Indonesia. menggemari olahraga American Football yang merupakan olahraga kebangg...