02

30 5 17
                                    

'Aku tidak akan pernah menjauh, sampai kamu benar-benar memilih antara aku dan dia.'
***

Waktu pulang sekolah telah tiba. Entah kenapa Dico menunggu Ara, padahal setau Ara 'Dico tidak mengenalnya', Ara memang selalu diam dengan perasaannya, ada waktu dimana Ara menangis sendirian dengan kondisi hati yang tidak baik.

Dico berdiri setelah melihat Ara keluar dari kelasnya-kelas mereka lumayan jauh terhalang tiga kelas yang lumayan besar-perasaan Ara mulai tidak karuan, "Dico, kau menunggu siapa?" tanya Ara dengan sedikit berkeringat.

"Hey kenapa berkeringat? Pendingin ruangan di kelasmu rusak ya? Bagaimana bisa kau berkeringat be- ah sudahlah, aku menunggumu ...bisakah kita pulang bersama?" Dico berbicara sembari membetulkan baju seragamnya yang sudah berantakan.

"Mmm, baiklah kita pulang bersama ...kenapa bajumu berantakan sekali?" tanya Ara terus terang, daripada terpendam 'katanya.

Dico bersemangat dengan jawaban Ara, "Aku bermain futsal tadi-"

"Dan kau tidak memakai seragam olahraga? Kau merepotkan ibumu nanti," potong Ara membuat Dico berhenti berjalan dan memperhatikannya, "Memangnya kenapa? Kau perhatian sekali padaku?" Ara tersipu malu, jelas pipinya merah di semua bagian sisi kanan dan kiri, "Tidak- sudahlah ayo pulang."
***

Dico mengeluarkan sepeda motornya dari parkiran umum sekolah sedangkan, Ara menunggu di luar sekolah. Dico melambatkan motornya, sepertinya sengaja agar Ara menyusulnya, dan benar Ara menyusulnya.

"Dico, lama sekali kamu bawa motornya ...sini aku aja yang bawa!" seru Ara seraya merebut sepeda motor dari sang pemilik.

Dico melongo memperhatikan Ara, "Sebaiknya Ja-"

"Kau ini lama, cepatlah naik!" pinta Ara dengan wajah kesal.

Sepanjang jalan seluruh siswa satu sekolah mereka memperhatikan mereka dengan aneh ....

'Kok kebalik, ya?'
'Eh itu Dico 'kan? Si cowok populer itu?'
'Itu Ara ya sama Dico? Wih ...dua siswa cerdas akan menjadi satu.'

Dico berpegangan pada tas Ara, "Ara, aku aja ya yang bawa motor ...gantian, ya?" Dico berusaha membujuk Ara, tapi Ara tetap tidak mau.

"Jauh sekali, Dico gantian nih ...pegel tanganku," ucap Ara seraya menghentikan sepeda motor Dico.

Dico tidak menjawab, tangannya juga modus-modus ke pinggang Ara, "Ih ribet banget, Dico kamu kenapa sih? Modus nih ya ka-" Pembicaraan Ara terpotong melihat Dico yang tertidur, kesempatan untuk Ara memandang orang yang dia cintai kini bebas, "Manis sekali dia, ah Dico,"

Dico terbangun dari tidurnya, "Hmm, iya kenapa, Ra? Oh maaf, baiklah aku yang bawa motor."

"Kau yakin? Tidak mengantuk 'kan?"

"Gak lah, yuk."

Dico menjadi lebih segar dari sebelumnya. Ara hanya mengerutkan dahinya.
***

Sesampainya di rumah Ara, Dico menggenggam tangan Ara sebelum ia pulang, "Besok aku jemput, ya?"

Ara terbelalak mendengar ucapan Dico, kata-kata andalannya mulai habis kali ini, "A- apa? Tidak, aku bersama kakakku saja ...nanti dia marah jika aku bersamamu." Ara mulai mencari cara untuk ber- Alasan.

F E E L I N G ✔✔✔ [Lanjut; Feeling 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang