10.

3 3 0
                                    

'Seandainya Tuhan memberikan rencana- Nya padaku, mungkin aku tidak akan sesakit ini'
***

Deri terus mencari halaman terakhir kali Ara menulis, tetapi semua itu tertahan karena Ara terbangun dan merebut buku diary miliknya dari tangan sang kakak.

Deri memasang wajah penasarannya, "Kenapa direbut sih? Gua cuma mau liat doang, gak boleh?"

Ara juga memasang wajah kesalnya, "Ih, gak boleh. Lagian buku diary itu buat rahasia, siapapun gak boleh buka termasuk kakak."

"Yeee, pelit amat sih!" seru Deri sembari pergi keluar kamar Ara.

Ara menyimpan kembali buku diary miliknya yang berharga itu, "Untung saja dia belum mencapai halaman hari ini," ucapnya lega.

Ting!
Ponsel Ara berdering, tanda pesan masuk yang dikirim oleh seseorang kepada akun Facebooknya.

[Ra, nanti siang aku sama Dico ke rumah kamu, ya!]

Pesan singkat dari Bara, begitu tersentak hati Ara setelah membaca pesan itu.

[Yakin kamu mau sama Dico aja?]

[Enggak kok, bareng sama Jennifer, Kelly, Carissa dan aku juga ajak Jesen.]

Membaca balasan Bara membuat Ara semakin bingung juga gelisah, "Apa? Dia kenal Jesen dari mana?"

[Oh, Jesen jangan lupa dijemput, ya! Nanti gimana kalo dia kenapa-kenapa dijalankan!]

[Okelah, nanti ya. Jam sebelas aku ke rumah kamu.]

Ara terdiam di balkon sekarang, merasakan bagaimana angin kecil menyapa rambut hitamnya dan panas matahari yang sedikit memanaskan tubuhnya, baik untuk kesehatan katanya.

Deri kembali ke kamar Ara dengan semangkuk bubur di tangan kanannya dan segelas air putih di tangan kirinya, "Makan dulu, Ra" ucapnya. Mendengar Deri memanggilnya, Ara kembali ke dalam.

"Air putih? Kan tadi ibu udah kasih susu, tuh masih ada," ucapnya seraya menunjuk dua gelas susu di atas meja belajar yang masih utuh.

Deri membuang nafas kesal, "Orang sakit harus banyak minum air putih bukan susu, sekolah gak sih!"

"Yeee, kan aku cuma menyarankan untuk berhemat!"

"Udah, sini makan!"

"Ah, bubur lagi, bosen ah!"

Deri menatap Ara sinis, "Mau gua tampol?"

Mendengar itu Ara langsung membuka mulutnya lebar-lebar, Deri tertawa kecil melihat tingkah adik kesayangannya itu membuat Ara malah semakin kesal saja.

Tok! Tok! Tok!

Deri membuka pintu dan menatap datar pada teman-teman Ara, termasuk mata-mata bayarannya; Jennifer.

"Mau menjenguk?" tanya Deri masih dengan wajah datarnya.

Jennifer menghela nafasnya, "Huft, kita mau ketemu Ara, boleh?" ucapnya.

Deri membuka pintu utamanya dengan sangat terbuka, "Masuk aja, bentar ya gua bikinin minuman dulu buat kalian."

Jesen berdiri kaku dengan tongkat kesayangannya di tangan kiri dan tangan kanan digenggam Bara untuk dibantu.

"Berhentilah menatap dengan tatapan kosong, Jesen," ucap Kelly.

Jesen menoleh ke arah Kelly, "Kau kenal aku?"

"Bara yang menyebutkan namamu," jawab Kelly.

Jauh di lubuk hati Bara, ia masih merasa bersalah atas kesalahan ayahnya yang melakukan tabrak lari terhadap Jesen, bahkan sampai membuat ia tak bisa melihat dunia lagi.

F E E L I N G ✔✔✔ [Lanjut; Feeling 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang