1. Zaara Natha Anjani

34 4 1
                                    

بسم الله حيرامن نيراحيم

Hidup didunia itu hanya perantara saja. Bagaimana kita mengamalkan kesempatan untuk beribah dan berbuat kebaikan untuk di akhirat nanti. Masuk Surgakah atau sebaliknya Neraka?

Zaara selalu ingat kalimat itu. Ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang Allah berikan dengan sekedar menghambur-hamburkan uang apalagi berbuat maksiat.

"Nanti malam jadi ikut kajian dideket kompleks itu Ra?" tanya bi Nur. Memasukan makanan yang sudah siap untuk disajikan kepada pelanggannya.

"In syaa Allah bi kalo nggak ada halangan." jawab Zaara yang terus menyapu kolong-kolong meja tempat para pelanggan makan.

"Ya sudah nanti di antar Indra saja! Kan jauh lagian kamu nggak boleh naik motor lagi sama Papamu."

"Nggak usah bi lagian nanti Maira mau jemput Ara kok. Kasian A Indra pulang kerja masa langsung nganterin Ara." tolak Zaara dengan lembut. Zaara merasa tidak enak karena sering merepotkan bi Nur.

Zaara memang tinggal dengan bibinya, disalah satu kota terpencil. Bi Nur memiliki warung kopi dan makanan siap saji dekat dengan pabrik. Zaara yang sedang berkuliah memutuskan untuk membantu bi Nur setelah pulang kuliah.

Zaara hanya memiliki seorang Papah saja. Sedangkan Mamahnya sudah meninggal tepat ketika hari kelulusan sekolah dasar Zaara. Zaara dengan segala kesederhanaannya mampu melewati semuanya dengan senyuman.

Papahnya bekerja diluar kota. Disana Papah Zaara dipercaya untuk menjadi mandor di sebuah proyek. Walaupun bukan proyek besar namun Papah Zaara sangat bersyukur masih mempunyai pekerjaan. Prioritasnya sekarang beribah dan kebahagiaan anak tunggalnya Zaara.

"Ya sudah kalo Maira mau jemput mah, tapi inget yang bawa motornya Maira yah!" titah bi Nur sangat kekeuh.

"Iya bibiku yang cantik, ibunya A Indra.."

"Haha.. Kamu ini yah," jawabnya, bi Nur sangat bersyukur memiliki keponakan seperti Zaara. Dalam keadaan apapun Zaara akan tetap bisa membuat keluarga bi Nur tersenyum oleh tingkahnya yang menggemaskan.

"Teh kopi dong satu yah! Yang biasa.." teriak seseorang di depan warung bi Nur.

"Iya sebentar,," ucap bi Nur "Ra tolong buatin kopi pak Darma yah! Kamu taukan takarannya? Seperti biasa."

"Iya bi tau, sebentar Ara buat kopinya dulu." ucap Zaara lalu pergi ke dapur untuk membuat kopi. Karena memang Zaara sudah hapal takaran untuk  setiap pelanggan warung bibinya.


*****

Zaara melangkah keluar rumah, tadi kata bibinya bahwa Maira sudah datang lalu dengan cepat Zaara memakai flatshoes-nya. Seperti biasa Zaara tampil dengan kesederhanaannya. Gamis warna tosca dipadukan dengan khimar putih tak lupa Zaara memasukan barang-barang keperluannya kedalam tas.

"Assalamualaikum Ukhti Mai."salam Zaara kepada Maira yang berada diluar rumah berbincang dengan bude Nur.

"Wa'alaikumssalam Warohmatullahi wabarokatuh. Ukhti Ara, calon bidadari surga." jawab Maira

"Aamiin.." Zaara mengaamiinkan ucapan Maira. 'Kata Mamah ucapan itu sama dengan doa'. Kata seperti itu yang selalu Zaara ingat kala Mamahnya menasihatinya.
"Ya udah kita berangkat sekarang aja yuk! Takutnya nanti telat lagi."

"Ayo.." Maira bangun dari kursi single itu dengan semangat.

"Bibi Ara pamit yah!" pamit Zaara kepada bi Nur,"Iya, hati-hati yah. Mairakan yang bawa motornya?" Zaara mengangguk

"Iya Mai kok yang bawa motornya bibikuuuu.." jawab Maira

"Assalamualaikum" salam Zaara dan Maira berbarengan.

Setelah mencium tangan bi Nur dan jawaban salam mereka berdua pergi menggunakan motor Maira.

Selama dijalan mereka berdua tak henti-hentinya berbicara. Lebih tepatnya Mairalah yang terus berbicara sedangkan Zaara hanya menjadi pendengar yang baik. Setengah jam mereka lewati akhirnya mereka sampai ketempat kajiannya. Mereka memutuskan untuk mengambil air wudhu terlebih dahulu, walaupun tadi dirumah sudah berwudhu karena waktu memasuki waktu sholat Ashar. Lalu sekarang mereka mengambil wudhu lagi setelah acara selesai mereka akan menunggu waktu magrib.

*****

"Terima kasih yah Mai."ujar Zaara sesudah sampai dirumah bude Nur. "Mai bener nggak mau mampir dulu ke rumah ada A Indra loh?" Zaara terus saja menggoda Maira dengan berbicara tentang Indra. Zaara tahu saudaranya itu menyukai Maira, tapi ia sangat malu untuk segera menikahi Maira.

"Iiih apasih Ra! Udah ah aku mau pulang dulu." pipi Maira seketika menjadi merah itu tandanya Maira sangat malu.

"Ekheum."deheman seseorang mengalihkan pembicaraan Zaara dan Maira, "udah pulang Ra?" tanya Indra

"Udah, A bisa anterin Mai pulang gak?"

"Hah! Ara Mai bisa pulang sendiri kok. Mai-kan pake motor. Lagian gak boleh berduaan sama yang bukan makhrom kita. " Maira begitu terkejut kenapa sahabatnya meminta A Indra untuk mengantarkan dirinya. Iih dasar Ara, dalam batin Maira.

"Loh siapa juga yang nyuruh berduaan?Orang Ara belum selesai ngomongnya! Maksudnya A Indra pake motornya juga nanti ikutin dari belakang motornya Mai!" geram Zaara masa iya dia menjebloskan sahabat dan kakak sepupunya berduaan.

Maira begitu malu. Aduh ummi Mai malu banget udah ge'er duluan batin Maira.

Sedangkan Indra hanya terkekeh melihat sahabat sepupunya itu. Lucu banget sih! Astagfirullah. Indra langsung beristighfar.

"Gimana A mau gak?! Nanti kemaleman kalo gak berangkat-berangkat!"

"Iya mau! Sebentar saya ambil kunci motornya dulu." ucap Indra melangkah ke dalam rumah untuk mengambil kunci motornya sekalian pamit pada ibunya.

"Udah tuh pipi blushingnya!" goda Zaara, seketika Maira langsung mencubit lengan Zaara.

Setelah Maira berpamitan pada bi Nur Maira langsung pulang dan begitu juga dengan Indra ia langsung mengikuti dari belakang motor yang  dikendarainya. Akhirnya Zaara masuk ke dalam.

Zaara melihat bi Nur sedang menonton TV Zaara pun menhampiri bude Nur. "Bibi kayaknya A Indra suka deh sama Maira." ucap Zaara sangat yakin. Akhirnya bi Nur mengalihkan pandanganya dari TV.

"Benarkah?"

"Iya bibi, kan Mai sering main kesini terus Ara pernah pergokin A Indra lagi liatin Maira. Itukan gak boleh bi zina mata."

"Ya sudah nanti bibi tanya Indra siapa tau dia mau nikah cepet-cepet."

"Bener bi!" ucap Zaara begitu semangat

"Terus kalo A Indra mau nikah. Ara kapan?" tanya bude Nur,ia sangat suka jika sedang menggoda keponakannya itu. Zaara terkejut dengan pertanyaannya bude Nur pun membelalak matanya.

"Bibii..." rajuk Zaara, begitu malu rasanya ditanya tentang kapan nikah. Rasanya nano-nano apa manis seperti lolipop.

Untuk calon imam masa depanku. Di mana pun kamu berpijak, semoga Allah selalu melindungi kamu. Aamiin.

*****

Assalamualaikum semuanya,

Jangan lupa vote sama comment 😍

ZaaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang