Setelah Teh Sarah menikah, Eka memang hanya tinggal dengan Wa Ajeng dan Wa Adun. Motor yang biasa dipakai berdua dengan Teh Sarah sekarang dipakai oleh Eka saja.
Teh Sarah sekarang sudah punya mobil untuk bisa ke mana-mana, bepergian menggunakan sepeda motor sangat tidak memungkinkan dengan keberadaan dua buah hatinya yang masih kecil-kecil.
Lagi pula sejak Teh Sarah menikah, Teh Sarah sudah punya yang mengantar untuk ke sana dan kemari, yakni Mas Didin, suaminya yang selalu punya jadwal nge-MC di luar kota.
Sebenarnya Eka sudah mampu membeli motor baru, bahkan membeli mobil dan membeli rumah pun sudah mampu.
Namun berkali-kali Eka memikirkan hal ini, untuk apa dirinya membeli motor baru kalau motor yang lama pun masih dapat dikendarai. Mobil pun Uwa sudah punya meski modelnya sudah kolot.
Sedangkan untuk punya rumah baru, Eka merasa dirinya jahat sekali jika meninggalkan Uwa-Uwanya yang selama ini sudah mengurusnya begitu saja.
Maka seperti yang sudah diajarkan oleh Wa Ajeng dan Wa Adun kepadanya untuk menabung, Eka memilih untuk menyimpan uang itu.
Sebagaimana dahulu ia berlomba-lomba dengan Teh Sarah untuk menyimpan uang di dalam toples kue, setiap senin dan kamis mereka terbiasa untuk berpuasa.
Pergi ke sekolah diantar atau berjalan kaki karena jaraknya yang tidak terlalu jauh, di sekolah tidak pernah jajan karena ada bekal yang selalu Wa Ajeng siapkan, pengeluaran hanya untuk uang kas dan membeli LKS saja.
Pengambilan S1 Eka di STIEB Bisnis Mandiri Purwakarta pun menggunakan uang tabungan itu, dibantu dengan upah yang ia dapatkan ketika bekerja di sebuah Rumah Sakit Swasta sebagai Staf Billing.
Meski cukup sulit dengan pembagian waktu kuliah dan bekerja, Eka tetap berusaha untuk bisa menyelesaikan kuliahnya di waktu yang tepat.
Di tinggi badannya yang hanya seratus lima puluh lima senti meter, berat badan Eka semakin hari memang semakin kurus, angka yang mentok di timbangan hanya sekitar tiga puluh sembilan sampai empat puluh kilogram saja.
Wa Ajeng berkali-kali meminta kepada Eka untuk berhenti bekerja namun tidak pernah ditanggapi.
Apalagi di semester lima Eka mendapatkan kesempatan untuk bekerja di staf keuangan, pekerjaan yang menurutnya sangat cocok dengan kompetensi keahlian yang diambilnya di kampus, yakni Akuntansi.
Jam kerjanya lebih mudah untuk diatur meski tetap ada peristiwa di mana ia pulang kemalaman dari kampus.
Berselang satu tahun, Eka diminta untuk membantu staf penggajian. Mendapati uraian pekerjaan yang berbeda-beda sehingga harus selalu siap untuk beradaftasi dengan cepat bagi Eka bukan masalah, justru itu semakin baik untuk menambah catatan pengalamannya.
Hubungannya dengan Ibu dan Bapak kandungnya terjalin cukup baik. Apalagi setelah Eka mengambil S2 di Bandung.
Meski harus pulang pergi Purwakarta Bandung karena kontrak kerja yang belum selesai, Eka selalu menyempatkan waktu untuk bisa bersilaturahmi ke rumah Bapak dan Ibu Tirinya.
Sementara dengan Ibu di Jakarta, Eka baru berani berkunjung ke sana setelah selesai S2, itu pun hanya berkunjung ke butiknya, dan sampai saat ini mereka menjalin hubungan hanya melalui whatsapp.
Eka pun mengakui bahwa dirinya adalah seorang Kakak, Kakak dari empat orang adik yang semuanya adalah laki-laki. Lukman dan Imran, adik dari Bapak. Fitra dan Pandu, adik dari Ibu.
Setiap peristiwa yang menimpa kepada seorang hamba, sebenarnya adalah pilihan untuk dianggap sebagai anugerah atau musibah.
Tetapi yang perlu dihujamkan di dalam hati adalah prasangka baik terhadap Allah, Rabb semesta alam.
Dia Yang Maha Mengetahui apa-apa yang terbaik untuk hamba-Nya sedang hamba-Nya tidak mengetahui apa-apa sama sekali.
Dan di perjalanan hidupnya yang tidak terlalu beruntung, Eka menerima ini sebagai anugerah.
Menyandang status sebagai anak broken home ternyata tidak menghalangi Eka untuk menjadi muslimah yang taat, justru menjadi jalan baginya untuk tetap berada di Jalan-Nya.
Sejauh Wa Adun membimbing, Eka diberikan pemahaman bahwa seorang muslimah wajib berhijab, seorang muslimah berdosa jika menjadi aktivis pacaran.
Dan seorang muslimah yang Insya Allah akan dimuliakan oleh Allah adalah seorang muslimah yang memberikan seluruh potensi dirinya untuk agama Allah.
Di samping arahan Wa Adun di rumah yang begitu baik, Eka pun mendapatkan lingkungan pertemanan yang sama baik.
Keaktifan Eka di kampus semasa kuliah sebagai Aktivis Dakwah tidak lepas dari arahan Teh Kemala sebagai kakak tingkat Eka yang bahkan merupakan kakak kelas Eka sewaktu di SD, SMP, dan SMA.
Mereka pernah sama-sama mendapatkan jabatan di Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) Nisaa Purwakarta. Teh Kemala sebagai Ketua dan Eka sebagai Sekretaris.
Hanya saja sekarang ini Teh Kemala sudah menjadi seorang isteri sekaligus ibu dari kedua anaknya sedangkan Eka tetap aktif di BKLDK Nisaa sebagai Penanggung Jawab yang ditunjuk langsung oleh para alumi.
Meski begitu Eka tetap rutin berkunjung ke rumah Teh Kemala yang berada di Jalan Kemuning, lokasi yang tidak jauh dari Rumah Eka di Gang Beringin.
Kunjungan Eka biasanya bertujuan, entah itu untuk kepentingan organisasi atau sekadar meminta nasihat untuk dirinya pribadi.
🍁🍁🍁
Jadikan tulisan ini sebagai pahala investasi untuk saya dengan hanya mengambil manfaatnya jika ada. Jika tidak ada, maka segala ketidak-bermanfaatannya jangan diambil sedikit pun.
🍁🍁🍁
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
⬇⬇⬇
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Matahari & Pria dari Persimpangan
Romance📁 Tidak akan dilanjutkan lagi. Jangan baca nanti nagih. 🍁 Ayu Eka Candra adalah seorang perempuan lulusan S2 Akuntansi berusia 32 tahun yang belum menikah. Menjadi anak tunggal dari Ibu dan Ayah yang broken home membuatnya selalu merasa belum siap...