Empat

79 10 0
                                    

Pukul dua siang di hari Jumat memang sudah menjadi waktu rapat yang disepakati oleh seluruh pengurus BKLDK Nisaa Purwakarta.

Eka berangkat dari kampus tiga puluh menit sebelum waktu akad, karena Eka pasti akan mampir terlebih dahulu ke tukang rujak yang ada di samping Gang Mawar.

Sambil menunggu rujak pesanannya siap biasanya Eka akan masuk ke Gang Mawar tanpa motornya, tidak jauh dari gang, di depan Sekolah Dasar ada banyak gerobak jajanan.

Biasanya Eka membeli beberapa keresek cemilan seperti tahu bulat, telur gulung, batagor yang dipisah bumbunya, bakso tusuk, bakso ikan, dan cilung atau singkatan dari aci yang digulung.

Maklum Eka jajan sebanyak itu karena para pengurus BKLDK yang akan Eka temui adalah mahasiswi-mahasiswi yang gemar jajan.

Sedangkan anggaran pengeluaran yang dimilikinya harus ditekan sekuat mungkin sampai waktu kiriman dari orang tua tiba.

Maka dari itu, Eka sebagai pengurus tertua menganggap bahwa dirinya memang harus memahami itu.

Setelah Eka mendapatkan rujak yang diantrinya, ia segera bergegas ke Gedung Kesekretariatan BKLDK Nisaa yang berada di Maracang.

Kedatangannya selalu disambut dengan hangat, meski saat itu belum banyak pengurus yang datang, baru ada Harum, Sukma, dan Uci yang sedang berlesehan.

Harum adalah Ketua BKLDK yang menjabat pada periode ini, orang asli Pabuaran Subang yang kuliah sekaligus tinggal di Purwakarta bersama Kakaknya yang sudah menikah.

Sedangkan Sukma dan Uci adalah adik kakak yang kuliah di kampus yang sama, mengambil jurusan yang sama, dengan jabatan di BKLDK yang berbeda, Sukma sebagai Sekretaris dan Uci sebagai Bendahara.

Tidak lama setelah Eka datang, Starlet terlihat sedang memarkirkan motornya tepat di samping motor Eka.

Starlet adalah mahasiswi Eka yang juga merupakan pengurus di Lembaga Dakwah Kampus Fatimah Azzahra yang dibina oleh Eka di Kampus.

Jabatan Starlet di BKLDK sebagai Penanggung Jawab Media, amanah dakwah yang pas dengan hobbinya yakni mendesain.

Sambil menunggu Penanggung Jawab dan Anggota BKLDK Nisaa yang lain datang, Eka mengambil dua pisin di pantry yang masih menyatu dengan ruang rapat, satu pisin untuk bumbu rujak yang pedas tingkat tinggi, dan satu pisinnya lagi untuk bumbu rujak yang agak pedas.

Harum dan Starlet turut membantu menuangkan bumbu rujak dari plastik ke pisin. Sedangkan Sukma masih sibuk dengan laptopnya.

Begitu pun dengan Uci yang tidak kalah sibuk mengamati buku folio yang dipangkunya sembari sesekali mengecek jumlah uang di dompet besar warna hitam, di mana uang kas BKLDK Nisaa tersimpan aman di sana.

“Air di kardus masih ada, kan Rum?” Tanya Eka setelah melihat kardus air mineral berada tepat di samping Harum.

Harum menghitungnya lalu mengerutkan dahi.

“Tinggal sepuluh Teh.”

“Lha kok? Kenapa nggak beli lagi?”

Harum merenung sebentar.

“Ohiya soalnya kemarin kita habis beli yang galon, Teh. Tapi belum disimpan di dispenser.”
Rentetan gigi yang ditunjukkannya memberikan isyarat bahwa Harum tidak mampu mengangkat galon itu seorang diri dan Eka dapat menebak itu.

“Nggak kuat angkatnya?”

“Berdua sama aku aja Rum.” Seru Starlet mantap, perawakannya memang tidak diragukan untuk mengangkat benda-benda yang berat.

“Wah masyallah Arum dan Alet, akhwat-akhwat kuat ini.” Sukma menggoda sembari menggeser posisi duduknya mendekati Eka yang masih asyik mengurusi konsumsi untuk rapat siang ini.

“Ada apa Ma?” Tanya Eka.

“Begini Teh, surat kerjasama kita yang kemarin dikirim ke Abah Grafika ternyata ditolak. Ini artinya, auto acara kita nggak pakai spanduk termasuk backdrop untuk photobooth itu nggak ada.”

“Sebentar-sebentar, kok tumben Abah Grafika nolak? Biasanya nggak.”

“Itu dia Teh. Katanya ada peraturan baru, mulai sekarang hanya satu proposal yang diacc per bulan. Dan kemarin ternyata ada proposal yang lebih dulu diacc sebelum kita.”

Eka terlihat merenung.

“Sebenarnya nggak terlalu masalah kalau acara kita nggak pakai spanduk atau banner, cuma kalau bisa ya diusahakan lagi, acaranya juga masih tiga minggu lagi kok. Nanti dibicarain aja sama teman-teman yang lain. Atau Sukma sudah cari solusinya?”

Sukma meregangkan badannya jauh ke belakang untuk mengambil laptop. Uci yang masih fokus menulis sedikit membantu menyodorkan laptop yang cukup jauh dari jangkauan Kakaknya.

“Teteh tahu AangPrinting.com?” Tanya Sukma sembari menggerakan telunjuk di atas touchpad laptopnya.

“Nggak, Teteh kurang tahu. Percetakan juga itu?”

“Iya Teh. Kemarin kita stalking papan instagramnya BKLDK Rizaal, dan acara mereka selalu disponsori oleh AangPrinting.com itu, bahkan mereka suka ngetag akun instagramnya.

Pas kemarin aku cek akunnya, ternyata memang itu percetakan. Mau coba kirim surat ke sana?”
Harum yang sedang membersihkan permukaan galon dengan tisu alkohol ikut menambahkan.

“Kalau kata Aa aku, beliau kan cukup sering ikut kajian di BKLDK Rizaal. Nah, pemilik AangPrinting.com itu memang sering mengisi kajian di sana katanya. Jadi sepertinya pemiliknya itu bagian dari BKLDK Rizaal juga deh Teh.”

“Oh begitu. Yasudah barangkali bisa, sore ini Teteh mau ke rumahnya Teh Kemala. Biar surat permohonan kerjasama ini disampaikan oleh Teh Kemala kepada suaminya, Ustadz Amar. Beliau kan alumni BKLDK Rizaal yang masih aktif mengisi kajian di sana.”

“Ah yaaa boleh banget Teh. Kalau begitu ini suratnya aku cetak sekarang sekalian sama proposalnya. Mudah-mudahan AangPrinting.com bisa jadi sponsor untuk acara kita ke depannya sebagaimana Abah Grafika.”

“Aamiiin. Ohiya teman-teman yang lain tolong dihubungi lagi ya! Sudah lewat dua belas menit ini, khawatir mereka pada ambil tidur siang.”

Kepengurusan BKLDK laki-laki dan BKLDK perempuan memang terpisah, maka dari itu diadakan penamaan BKLDK Rizaal dan BKLDK Nisaa untuk membedakan.

Pemisahan kepengurusan itu bertujuan tidak lain adalah untuk menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan supaya tetap dalam koridor syariat meski yang mereka lakukan adalah dakwah.

Dengan program dakwah yang selalu ada di tiap bulannya, tidak dapat dipungkiri Eka memang selalu terlihat kehabisan waktu di samping dirinya memegang banyak tanggungjawab di kampus.

Imbasnya, Wa Ajeng semakin mudah untuk mendikte sebab-sebab kemenakannya yang belum juga berumah-tangga di usianya yang sudah tiga puluh dua tahun.

Tatapan singkat Eka kepada Teh Sarah atau Wa Adun setelah Wa Ajeng mengomel biasanya berisi tentang permintaan maaf yang sekaligus dimaafkan.

🍁🍁🍁

Jadikan tulisan ini sebagai pahala investasi untuk saya dengan hanya mengambil manfaatnya jika ada. Jika tidak ada, maka segala ketidak-bermanfaatannya jangan diambil sedikit pun.

🍁🍁🍁

〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

⬇⬇⬇

Wanita Matahari & Pria dari PersimpanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang