Rahasia

33 5 1
                                    

"Tak ada harga yang setimpal untuk membayar penyesalan. Sayangnya tak ada."

   Suara alarm berdering keras. Matahari mulai meninggi, namun moha masih enggan beranjak. Dia hanya tidur beberapa jam, bahkan belum sempat berganti pakaian saat akhirnya tertidur lelap. Memakai kaos putih dengan celana pendek casual yang masih berbau jalan.
   Pagi yang terasa menyedihkan, selalu begitu, setiap pagi. Sebab ada seseorang yang pergi, seseorang yang amat berarti. Yang membuat harinya selalu dimulai dengan tangisan, karna penyesalan itu masih sanggup mencekiknya. Penyesalan yang tiada pangkal ujungnya.
   Dulu, ketika masih ada bundanya. Bunda yang selalu membangunkannya setiap pagi. Mempersiapkan segala hal untuknya, rutin tanpa perlu diminta.
   Dulu, paginya adalah bagian dari ingatan yang akan selalu terkenang indah. Saat tangan bundanya menyentuh kulitnya, saat suara lembut itu berbisik ditelinganya.
"putra bunda, pagimu sudah menjemput. Bangun, atau kamu akan kehilangan waktu terbaikmu." dengan tangan yang masih mengusap-ngusap tubuh moha.
    Namun semenjak hari itu, hari yang paling dia benci, hari dimana bundanya pergi. Pergi bahkan tanpa berkata-kata padanya. Tulisan di atas kertaspun tak ditemuinya. Tak ada sehurufpun, tak ada.

Apakah bunda setega itu, membiarkanku sendiri bersama kepahitan yang harus kutelan?

     Entah kemana bundanya pergi, dan entah kemana bundanya akan mencari tempat untuk bersembunyi. Karna bundanya adalah seorang yatim piatu, dia besar dipanti asuhan. Tak memiliki keluarga ataupun sanak saudara. Dan lagi, siapa teman yang mau menerima bunda, dan aib yang ditanggungnya.
   Berbulan-bulan moha mencari, menangisi, dan memaki diri sendiri. Kenapa dulu dia tak mengejar dan memeluk bundanya, atau setidaknya mencari tahu kemana bundanya itu akan pergi. Kenapa dulu moha sebodoh itu. Hanya memikirkan diri sendiri, tanpa pernah tahu, sebesar apa luka yang dibawa bundanya. Mungkin saja luka itu sanggup membuat bundanya kehilangan nyawa. Dan moha, membiarkannya pergi begitu saja, betapa bodohnya.
    Dua tahun berlalu, moha masih melakukan hal yang sama. Menangis setiap bangun dipagi hari, menyadari, takkan ada bundanya hari ini. Moha menangisi diri sendiri. Takut, takut takkan lagi melihat bundanya.

I've ran away from miles
Aku sudah berlari bermil-mil
It's gettin' hard for me to breath
Sulit bagiku untuk bernafas
'cause the man i've been runnin' from is inside of me
Karna pria yang kutinggalkan ada dalam diriku
I tell him "keep it quiet"
Kukakatan "diamlah"
So all he does is speak
Jadi yang dilakukannya hanya mengoceh
'cause he wants to keep his distance
Karna dia ingin menjaga jaraknya
But it's hard for him to leave
Tapi sulit baginya untuk pergi
He knows i hear him cryin'
Dia tahu itu, aku mendengarnya menangis
Cryin' out for help
Menangis meminta pertolongan

(khalid, self)

   Lelaki yang terlihat tangguh itu, kini terisak. Sendirian.
*****

    Seorang lelaki paruh baya, berdiri dibalik pintu kamar putra tunggalnya. Tak ada suara, tak ada ketukan. Dia hanya berdiri, tertegun, airmatanya mulai berlinang. Ikut menangis mendengar putranya yang tersedu didalam kamarnya.

Andai bisa memelukmu, andai bisa.

   Dia tak bisa apa-apa. Karna kehadirannya malah akan memperkeruh suasana. Kehadirannya, malah akan semakin menyakiti putranya.
   Dia mulai mengetik pesan, sambil menahan tangis. Kelopak dimatanya, sudah tak mampu lagi menanggung duka.

"Pulanglah, putramu sedang menangisimu.
Pulanglah, kerinduanku sudah tak sabar menemuimu.
Pulanglah,
Aku memohon!
Pulanglah!
Dan maafkan aku."

   Seandainya, seandainya dia bisa membayar semuanya. Dan membuat semua kembali seperti sedia kala. Berapapun, berapapun harganya akan buru-buru dilunasinya. Seandainya ....
****

Stuck On StupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang