8

1.9K 65 1
                                    

Tristan melirik perempuan yang berada di sampingnya, hanya diam dan tidak mengeluarkan kalimat-kalimat tidak penting seperti biasa. Tristan khawatir sekaligus bingung dengan Alesha, entah apa masalah perempuan itu sehingga jiwanya seperti dilarikan ke masa lalu.

Alesha sepertinya memiliki masa kelam bersama orangtuanya mengingat perempuan itu tadi menyebut-nyebut mama dan papa. Tristan tidak tahu masalah Alesha apa, yang dia tahu hanyalah orang tua Alesha telah meninggal di hari kelulusan Alesha.

Sungguh miris. Tristan tidak bisa membayangkan betapa sedihnya Alesha pada saat ini.

Terkadang Tristan juga merasa aneh pada dirinya sendiri. Sudah tahu perempuan ini memiliki hidup yang miris, tetapi tetap saja dirinya tidak tenang jika tidak membuat Alesha tergganggu. Sial, sepertinya dia mengidap penyakit jiwa.

"Alesha, kamu lapar nggak?" Tanya Tristan, menoleh ke samping sebentar.

Alesha menggeleng pelan. "Laper." Ia memegangi perut datarnya.

Melihat itu Tristan terkekeh. Gerak fisik dan perkataannya berbanding terbalik. Sepertinya Alesha tidak pandai berbohong. Suatu hal yang bagus. Tristan semakin bisa mengendalikan perempuan ini.

"Drive thru aja ya? Menghemat waktu."

Alesha menaikkan bahunya acuh. Badannya diposisikan menghadap ke arah Tristan yang berada di sampingnya. Ia melipat tangannya di dada.

"Kenapa Tristan nanya? Mau bayarin Alesha makan?"

"Iya, aku yang bayar."

"Beneran?"

Tristan mengangguk, "iya. Tapi nanti potong gaji ya."

Alesha tertohok dengan ucapan Tristan yang kelewat santai. Potong gaji? Mendapat gaji saja belum. Bahkan, bekerja saja belum. Ya sudahlah, terserah Tristan saja, pikir Alesha. Tristan kan majikan, Alesha pembantu.

"Yaudah, Tristan beli untuk Tristan aja. Alesha udah nggak laper lagi. Gak tahu tiba-tiba aja kenyang."

Alesha membawa badannya menghadap ke depan, tidak lagi menghadap ke Tristan. Matanya dipejamkannya, mencoba menenangkan diri dari emosi yang selalu muncul kalau berbicara dengan Tristan.

Tidak ada jawaban dari Tristan. Pria itu benar-benar tidak peduli pada Alesha. Alesha meringis, memangnya dirinya siapa bagi Tristan sampai harus dipedulikan begitu? Tidak lebih dari seorang pembantu.

Seketika Alesha berada di dalam suatu ruang tanpa pintu ataupun jendela. Hanya ada 4 sisi dinding. Tidak ada seorang pun disana. Ada apa ini? Bukankah tadi dia bersama Tristan? Kenapa tiba-tiba berada di ruangan hampa manusia seperti ini?

Alesha melihat ke kanan-kiri, mencoba mencari jalan keluar. Hasilnya nihil. Tetap tidak ada cara melarikan diri dari ruangan sialan ini.

"Alesha..."

Akhirnya ada bantuan datang. Alesha berjalan mengitari ruangan itu, mencari dari mana suara itu berasal. Tangannya meraba-raba dinding yang anehnya malah terasa hangat dan empuk.

"Alesha!"

Kini kedua matanya yang terbuka sempurna. Alesha baru menyadari bahwa kedua tangannya berada di atas dada bidang Tristan. Jadi, dinding tadi adalah dada Tristan?

Alesha segera menarik tangannya ketika melihat eskpresi Tristan seperti sedang menahan sesuatu.

"Tristan kenapa? Sakit?" Tanya Alesha, setelah menyadari bahwa tadi dia bermimpi.

Tristan menggelengkan kepalanya. Tangannya menyodorkan plastik berisi makanan kepada Alesha. Perempuan itu mengambil plastik itu dan mengintip isinya.

Rich Man's MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang