Bagian 9: Kepala suku Bapala

47 5 0
                                    

Happy reading

Tepat bel pulang sekolah, kami diperintahkan untuk berkumpul di Markas Bapala. Katanya ada yang ingin disampaikan oleh Angkatan Elang kepada Angkatan kami. Entah apa yang akan disampaikan mereka, namun aku memiliki firasat buruk.

Kumpul dadakan lagi, dan apakah kali ini ada prank lagi?

Aku berjalan menuju kelas Lea, ingin menjemput perempuan itu dulu sebelum ke Markas. Aku melongok ke jendela kelas Lea, dan menemukan ia sedang sibuk bermain game online dengan teman-teman laki-lakinya.

"Nungguin aku ya Ra?"

Namanya Dino Prasetyo, ia teman sekelas Lea dan salah satu anggota Bapala juga. Tubuhnya tinggi tegap, melebihi tinggi Alan, suaranya bagus jika bernyanyi dan kelebihan lainnya adalah ia bisa dance. Namun, tetap saja pesona Alan melebihi segalanya.

"Dih, pede. Aku nungguin Lea tahu!" kataku sambil menjulurkan lidah.

"Kirain nunggu aku,"

"Ya nggak lah,"

Lalu, Lea keluar menceramahiku dan Dino. "Kalian gimana sih, bukannya kumpul di Markas malah ngobrol disini,"

"Mohon maaf ya tuan puteri, kami sedang menunggu Anda," kata Dino dengan nada menyindir.

"Oh nungguin aku ya?"

"No, gimana kalau kita ke markas berdua saja?" kataku, lalu mendapat persetujuan dari Dino.

Aku dan Dino berjalan menuju markas, dan meninggalkan si Tuan Puteri yang sedang mencak-mencak sendiri.

ᴥᴥᴥ

Setelah mendapat semprotan omelan dari Lea akhirnya kami sampai di depan pintu markas, anehnya banyak dari kami yang sudah menunggu di depan pintu. Katanya markas di kunci dari dalam, sepertinya Angkatan Elang sedang mengadakan rapat.

Tidak lama setelah itu, Mas Rama membuka pintu lalu keluar menemui kami semua.

"Kalian pasti punya visi misi untuk menjadi anggota Bapala. Dan, kalian juga harus mempunyai visi misi untuk Bapala ke depannya akan seperti apa. Sekarang, saya minta kepada kalian, untuk membuat visi misi menjadi pengurus Bapala. Bisa dipahami?"

Kami semua berpandangan satu sama lain. Apa lagi ini?

"Masih belum mengerti?" tanya Mas Rama lagi.

"Siap sudah, mas."

"Kalau begitu, saya kasih waktu 10 menit untuk kalian membuat visi misi itu. Saya tunggu, waktu dimulai dari sekarang,"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Mas Rama kembali masuk ke dalam markas. Meninggalkan kami yang masih saling berpandangan satu sama lain.

Mas Rama, bisa tidak sih sekali saja, kesan berwibawa itu tidak mas tinggalkan?

Meski membuat jantungku berdebar karena kebingungan, kesan berwibawa itu tetap melekat kuat pada Mas Rama.

Astaga, Mas Rama jangan buat aku berpaling dari Alan, tolong.

ᴥᴥᴥ

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang