Twenty - A Letter

1.8K 184 1
                                    

Di dalam lubang gelap, Charles mengeluarkan sebuah peti kayu yang cukup besar, Alice dan Ellene telah meneguk saliva mereka saat peti itu seutuhnya berada di dalam perpustakaan. Peti kayu di hadapan mereka terlihat sederhana, malah bisa dikatakan seperti peti mati daripada peti kayu karena aura ganjil yang dikeluarkannya.

Charles kemudian menarik napas dalam-dalam dan membuka tutup peti kayu di depan semua orang. Suara derit kayu yang bergesek membuat jantung mereka berpacu, penasaran dengan isi peti tersebut.

Objek yang ada di dalam peti terlihat, Alice yang pertama kali melihat hal itu menutup mulutnya, mencoba tidak berteriak. Sementara itu, Ellene terbelalak layaknya Raven, tidak percaya bahwa apa yang mereka pikirkan benar-benar menjadi nyata.

Seorang lelaki muda bersurai emas, tertidur di dalam peti tersebut dalam diam. Pakaian yang dia pakai pun sama dengan pemuda yang berada di lantai atas. Dengan kedua tangan terlipat di atas dada dan mata yang terkatup, semua akhirnya melihat Will yang sebenarnya.

William Rosalina, telah beristirahat di tempatnya.

“Inilah bukti bahwa Will yang asli telah mati.”

Alice buru-buru mendekati tubuh yang terbujur kaku di dalam peti dan menyentuh wajah William yang dingin. Wajah tanpa ekspresi itu tidak menunjukan perubahan bahkan ketika tangan kecil Alice menepuk-nepuk pipi kakaknya bertubi-tubi.

“I-ini tidak mungkin ….” Alice gemetaran di hadapan kakaknya yang tak dapat menjawabnya. Tak kuasa, gadis kecil itu menutup wajahnya dengan kedua tangan, kemudian terdengar sesegukan pelan dari mulut kecil si gadis kecil.

Ellene memandang Alice sedih. Gadis itu telah melihat segalanya sekarang, tentang kakaknya yang telah tiada dan jiwanya menjadi jahat hingga mengambil tumbal untuk menjadi abadi. Padahal William hanya ingin bahagia bersama keluarga kecilnya, tapi dia mengambil jalan yang salah. Pasti berat untuk Alice menerima kenyataan seperti itu, batin Ellene sedih.

Semuanya masih diam, membiarkan Alice larut dalam perasaan kelabunya tanpa berani menyela sedikit saja. Si kembar siluman mendekati tuan mereka dan menemani Alice yang sedang bersedih, sedangkan Ellene dan Raven hanya memandang mereka dari jauh.

“Ini menyedihkan,” gumam Ellene lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. “Anak kecil seperti dia harus melihat kenyataan di balik hidup kakaknya.”

Raven tidak mengatakan apapun dan hanya melihat isi peti kayu tanpa bergeming. Ellene yang melihat itu menyenggol lengan Raven dan bertanya, “Apa yang kau pikirkan?”

Lelaki goth itu mendekati peti yang berisi tubuh William, tidak mengubris Alice dan kedua siluman di sampingnya. Tangannya dengan leluasa mengambil sesuatu yang terselip antara tubuh William dan dinding peti kayu itu. Otomatis hal itu membuat Charlie dan Charles langsung mengawasi pergerakan Raven yang dinilai tidak tahu keadaan yang sedang mendung.

Tahu jika ada mata yang mengawasinya, Raven kembali ke belakang bersama Ellene, masih tidak mengatakan apapun setelah berlaku seenaknya di hadapan Alice yang sedang bersedih. Ellene mengedutkan dahi, maniknya mengarah secarik kertas yang ada di genggaman lelaki beriris topaz di depannya. “Itu ada di dalam peti kayu William?”

Raven mengangguk dan membiarkan Ellene membaca bersamanya. Kertas itu berwarna kekuningan dan tulisan yang ada di tulisan dengan tinta sehingga beberapa kata nampak kabur karena termakan masa, tetapi mereka masih bisa membaca tulisan yang ada di sana.

Kepada orang yang menemukan catatan ini.

Terima kasih telah pergi sejauh ini. Anda tentu menemukan catatan ini bersama tubuh putraku yang telah tiada. Rumah ini mungkin membuat Anda kesulitan dan saya minta maaf untuk itu, tetapi dengan surat ini saya bisa menuntun Anda menuju jalan keluar dan bebas dari Ambrosia House.

Rumah ini dikuasai oleh SIluman Besar. Untuk keluar dari rumah ini, Anda perlu melakukan beberapa hal untuk memusnahkan Siluman Besar tersebut.

1. Bangkitkan Tuan Putri. Dia tertidur di koridor timur. Dia orang yang dapat membantu Anda saat menghadapi Siluman Besar.

2. Temukan Dagger of Silvana. Ada di galeri. Berikan pada Tuan Putri.

3. Padamkan semua lilin magis. Benda itu membuat siluman semakin agresif.

4. Naiklah ke lantai teratas. Masuk ke kamar dengan pintu yang memiliki bel di atasnya. Di dalam ada sebuah buku yang tergeletak di meja. Bakar benda itu dan pergi secepatnya.

Siluman Besar mengawasi buku tersebut, maka Anda perlu berhati-hati. Setelah buku di kamar terbakar, Siluman Besar akan muncul. Jangan biarkan dia masuk ke perpustakaan dan langsung saja  pergi ke pintu utama.

Tanpa buku di kamar, Siluman Besar kehilangan kekuatannya sedikit demi sedikit. Mintalah Tuan Putri menusuk Siluman Besar dengan Dagger of Silvana secepat mungkin. Senjata itu adalah senjata magis yang dapat menjadi penawar titik kegelapan terdalam.

Terakhir, mungkin ini keinginan yang sulit terpenuhi, tetapi kumohon lakukan ini untuk kami semua, penghuni Ambrosia House. Ketika Anda berhasil membuka pintu keluar, kumohon musnahkan Ambrosia House, bagaimanapun caranya.

Terima kasih.


"Ini cara untuk keluar dari Ambrosia House ...."

"Dengan membunuh Will si siluman besar."

Ellene dan Raven berpandang sejenak. Kedua mata mereka kemudian mengarah ke Alice dan kembali menatap surat itu. Mata Ellene terbuka lebar, mulai mengerti apa yang dimaksudkan surat itu. "Alice adalah Tuan Putri itu dan seperti yang Charlie katakan, dia adalah pembawa penawar kegelapan!"

"Karena itulah dia disegel di ruang rahasia. Kemungkinan Will atau orang lain menyegelnya di sana agar dia tidak membawa masalah bagi kegelapan yang ada di sini," lanjut Raven kemudian mengangguk mantap. "Hanya dialah yang bisa menghancurkan Will."

"Kita hanya perlu menemukan Dagger of Silvana di galeri dan memadamkan lilin magis yang ada." Ellene tersenyum kecil, senang karena mereka mulai menemukan titik terang. "Sepertinya lumayan mudah?"

Raven menggeleng, dia menunjuk satu baris yang ada di bagian bawah surat itu. "Membakar buku di kamar, kupikir itu yang menjadi hal tersulit untuk kita. Jika kita sudah menemukan Dear Rose dan buku pembuka lubang rahasia, sepertinya buku di kamar itu adalah buku kutukan, sumber kegelapan di rumah ini."

"Itu masuk akal." Ellene mengetuk-ngetuk dagunya seraya berpikir sejenak. "Alice adalah penawar kegelapan, jadi dia lah yang harus menghancurkan siluman Will. Kita bisa membantunya dengan Shadow Hunter, bukan?"

"Begitulah. Karena Shadow Hunter juga menyerap tenaga kegelapan, agaknya hal itu bisa sedikit membantu kita."

"Bagus!" Ellene buru-buru menepuk pundak Alice yang terduduk di samping peti kayu, berusaha menghilangkan atmosfer tidak mengenakan. "Hei, berhentilah bersedih! Kami menemukan cara untuk mengistirahatkan jiwa William dengan tenang!"

Charlie menaikan alisnya. "Tidak bisakah kau lihat Nona Alice sedang berduka, Kak Ellene?"

"William memang sudah mati dan itu menyedihkan, itu benar." Ellene memberikan tatapan tegas pada mereka bertiga. "Akan tetapi, lebih menyedihkan lagi kalau melihat jiwa William sekarang malah menjadi siluman dan berbuat jahat di rumah ini! Untuk itu membuat William benar-benar beristirahat dengan tenang, maka kita harus menghancurkan Will yang penuh dengan kegelapan!"

Alice mendongkak lemah, matanya masih sembab dan bekas air matanya juga terlihat akibat menangis begitu lama. "B-b-bagaimana ... caranya?"

Ellene menunjuk kertas yang dibawa Raven. "Dengan bantuanmu dan intruksi dari kertas itu, aku yakin kita bisa melakukannya!"

Ambrosia House [END] - TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang