Ada yang berbeda dari kebiasaan Tandrie dengan pagi-pagi sebelumnya. Mematut diri di depan cermin berjam-jam.
Ngapain?
Tandrie mengkalkulasi diri dengan cermat. Ia memulai dari wajah terlebh dahulu. Wajah bersih, mulus dan putih. Sial, ini sih dambaan para wanita. Keluh Tandrie dalam hati. Ditambah bibirnya yang pinkish membuatnya frustasi.
"Bahkan bibir Nana lebih coklat dari bibirku." Gerutu Tandrie saat menyentuh bibirnya. Ia melirik ke arah lipbalm yang sering ia pakai. Menimbang-nimbang, apakah perlu benda penolong saat bibirnya kering – hingga berdarah – dibuang.
Urung membuang lipbalm, Tandrie beralih ke timbangan. Entah karena memang timbangan senewen lihat Tandrie bolak-balik nimbang atau ini keberuntungan, Tandrie tersenyum puas ketika angka 57 kilogram tertera pada timbangan tersebut. Naik 2 kilogram selama 5 tahun program menaikkan berat badan.
Meski belum sesuai apa yang ia targetnya, Tandrie sudah cukup puas dengan dirinya kini yang secara fisik sudah berubah dan semakin maskulin.
Baju-baju warna pastel telah Tandrie buang dan hanya tersisa warna gelap, putih dan abu. Untuk hari ini Tandri menggunakan kaos longgar lengan panjang yang digulung sampai ke siku, dan celana jins. Karena ini bukan acara formal, Tandrie memutuskan memakai sepatu kets hitam-putih.
Andai kumis mau tumbuh, pasti lebih manly. Batin Tandrie.
"Kak, sudah siap?" teriakan sang adik yang muncul dari pintu terusan rumah keduanya mengusaikan kegiatan mematut diri Tandrie. Tidak ada salahnya mencoba. Demikian kalimat terakhir adiknya yang berujung pada acara hari ini. Ketemuan
Sama siapa?
Seseorang.
Reyna telah duduk santai di ruang tamu rumah Tandrie. Setelan adiknya kini tidak mengecewakan. Nyaris ketomboyannya tertutup. Dress terusan sampai mata kaki warna kalem dua warna gradasi dibalut kerudung craft berpola manis menambah kesan anggun sang adik. Keangguan seorang Nyoya Altway.
"Lala?" baru tersadar sang keponakan yang tidak terlihat batang hidungnnya.
"Tadi pagi dijemput supirnya oma. Kangen katanya." Tandrie mengangguk dan menyambut gandengan sang adik.
Jika ditilik dengan benar, kehidupan mereka cukup beruntung. Meski bukan termasuk golongan orang kaya, kehidupan mereka tercukupi hingga kebutuhan tersier. Tandrie sendiri lebih memilih membangun usaha bersama rekan-rekan kuliah S2nya dulu. Trauma pelecehan oleh rekan kerja saat dulu kerja diperusahaan orang membuat Tadrie berfikir ulang untuk bekerja dibawah orang lain. Tidak ada masalah finansial berarti jika Tandrie harus menafkahi keluarganya sendiri, begitu pemikiran Reyna.
"Kak, percaya sama Nana kan?" sekali lagi Reyna berucap. Kalau bukan karena kesopanan Reyna ingin sekali tertawa. Kakaknya ini tegang sekali padahal cuma bertemu.
"Ya." Sumpah demi apa Tandrie sibuk berimajinasi. Siapa gadis itu? Apakah mirip adiknya atau agresif seperti sebagian perempuan-perempuan yang pernah Tandrie tahu? Apa dia tahu masa lalunya? Apakah ia bisa? Apakah...Argh, sial otak Tandrie terlalu keras bekerja!
"Kak, jangan tegang ok. Nana jamin orangnya asik kok, meski kadang mulutnya ingin Nana tempeleng."
Bukannya meredakan ketenganan Tandrie, frasa 'mulutnya...tempeleng..' membuat Tandrie berlipat gugup. Perut Tandrie melilit tidak karuan. Takut untuk kesekian kali ia mengecewakan adik kesayangannya.
Sudah tiga menit sejak Tandrie berhasil memarkirkan mobil yang mereka tumpangi. Namun justru Tandrie terdiam mencengkeram setir mobil.
"Bentar, Na. Biar aku bernafas dulu."
"Hmm.." sambil menunggu sang kakak menyiapkan hatinya, Reyna melakukan konfirmasi bersama sang 'gadis' yang telah menunggu di ujung meja makan yang telah mereka pesan.
"Na, kalau kali ini tidak berhasil." Lamat-lamat Tandrie berbicara sembari dengan sigap menahan sang adik yang akan menyela, "Pergilah dan berhentilah khawatir. Berhentilah merasa bersalah. Janji?"
"OK. Tapi coba dulu yaa..."
"Baiklah. Ayo!"
Opsi kedua. Tandrie akhirnya lebih memiilih mencoba membuka hati. Menjalin kasih bersama seseorang yang – harapannya – bisa sepenuhnya menuntun jalannya. Memutus kekhawatiran sang adik dan melepas sepenuhnya dunia pelangi.
Dan Albert, semoga benar-benar enyah dari hidupku – Tandrie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merenda Asa (3) [TAMAT]
Historia CortaAlbert nyata ada di depannya, kembali dengan membawa segala kesempurnaan. Dan sebagaimana yang Reyna katakan, jomblonya Tandrie membuka peluang besar kasih lama itu terjalin kembali. Hanya ada dua jalan, pergi atau menjalin kasih. Opsi pertama tentu...