🍪 ALN

216 27 18
                                    

•LD part 10 • A Long Night •

(Play tonight, Jin BTS)

Asap putih nan tebal mengepul dari kap mobil warna tembaga milik Yoongi. Pintu mobil terbuka, pria berjas hitam itu muncul dengan darah menggelicir dari dahinya. Tangan kanannya terus memegangi tangan kirinya sambil merintih.

"Y-yoongi? Yoongi? Apa yang terjadi padamu?! Kau masih sadar? Yoongi? Jawab aku!" aku mengguncang badannya hati-hati. Barangkali ada bagian lain yang terluka.

"J-Jina? Kaukah itu?"

Dengan perlahan aku membantunya keluar dari chevrolet setengah hancur itu. Mendampingi langkahnya yang tertatih sambil menahan perih.

Aku meletakkannya di kursi belakang mobilku. Bibir merah mudanya yang memucat membuatku panik dan bergegas menyalakan mobilku––yang sialnya masih bertindak sesukanya, mogok.

"Argh pabbo! Tidak berguna!" umpatku sambil memukul setir berkali-kali.

Satu-satunya solusi adalah menelpon ambulans dan menunggu mereka datang. "Oh SHIT! APA PONSELKU PUNYA KAKI, HUH?!"

"J-Jina tenanglah..., pakai ponselku."

Aku menyambar ponsel yang disodorkan Yoongi dari belakang. Menelpon ambulans dengan tangan gemetaran. Lantas berpindah ke kursi Yoongi setelah menelpon. "Bertahanlah, Yoon."

"Tidak. Tidak. Aku baik-baik saja. Hanya––mungkin tulangku patah."

Sebagai bentuk pertolongan pertama, aku mengambil syal merah yang selalu kutaruh di mobil. Lalu kusampirkan benda itu di leher Yoongi dan membuat simpul agar dapat menyangga tangan pria itu. "Apa kau merasa pusing? Mana lagi yang sakit?"

Yoongi menggeleng. Walau darah merah terus mengucur dari kepala hingga turun ke pipi putihnya, ia sempat tersenyum sekilas. Tangan kanannya tergerak untuk menghapus jejak air mata di pipiku––yang tanpa kusadari semakin turun begitu deras.

Rintik hujan menemani malam kami di tengah jalan antah berantah. Menunggu ambulans yang tak kunjung datang, menghadirkan malam sendu yang menegangkan sekaligus menyedihkan ini. "Jangan menangis, Jina. Aku bukan anak kecil. Aku bisa menahan sakitnya, tapi...,"

Ia menggenggam tanganku. Mengecupi punggung tangan yang senantiasa dingin ini dan menempelkannya di pipi. "...jika kau pergi meninggalkanku. Aku tidak tahu apakah aku bisa menahan rinduku padamu."

Chup.

Secara otomatis mataku terpejam. Menikmati sensasi benda kenyal yang menempel di dahiku bersama darah yang berdesir dan hati yang bergejolak. Air mataku jatuh bak air terjun niagara dari dua obsidianku secara bersamaan.

"Jangan pernah berniat untuk menyerah dariku. Jangan pernah berniat untuk pergi. Tetaplah di sisiku, Min Jina."

Apa kau amnesia?

Apa kau jadi seperti ini karena terbentur kaca mobil?

Haruskah aku bersyukur karena sikapmu yang sekarang, Yoongi?

"Jina, aku..., aku sangat––"

Wiiiiu.... Wiiiu... Wiiiiu...

Spontan aku membuka pintu mobil dan keluar. Tanganku melambai-lambai menuju ambulans yang datang mendekat. Harusnya aku menghembuskan napas lega karena kami telah dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Tapi, entah kenapa hati ini mendadak kesal.

Bagaimana bisa aku marah karena ambulans yang merusak adegan telenovela kami?

Mungkin karena kau memang jatuh hati pada Min Yoongi, Jina. Sangat jatuh hati.

LOVE DISCORD [MYG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang