Aku nekat berlabuh!
Lupakan tentang status mahasiswa berbeasiswa, dirinya sangat pantas menerima. Kecerdasannya melampaui rata-rata manusia. Meski tak punya besaran nama, dirinya layak menaklukan Universitas ternama.
Menghidupi keluarga memang bukan perkara tumpul. Tulang punggung sejak dini telah dipikul. Mengejar cita-cita dia tak unggul, terbentur oleh orang sekeliling yang dia panggul.
Hari-harinya hampir tak ada waktu luang. Perintah dosen dan atasan padat bergumul tak terbayang, mengunci gerak-geriknya dalam satu ruang.
Sederhana dan sahaja adalah gempa yang meluluh-lantahkan hati yang sempat vakum terhadap dunia cinta. Pernah kutelusuri jejaknya, hanya sepetak rumah renta yang menjadi papannya. Dan tiga potong baju yang itu-itu saja melekat pada sandangnya.
~"Cinta merupakan tanda menjadi insan yang utuh. Tanpanya aku lumpuh, karenanya aku nekat berlabuh."~
Begitu kata seorang pujangga. Kutipan yang sengaja kurancang di tengah kemelut asa, aksara yang kupahat selama tiga bulan masa. Dan kata itulah yang keluar dari rongga-rongga, semata-mata tertuju untuknya, sosok wanita teristimewa. Arini namanya.
Meledak-ledak dirinya saat tahu aku mengamatinya sebegitu purba. Bagai selongsong peluru yang tinggal di depan mata; tertembak atau terhalau, pilihannya tinggal dua.
Jika pun dia menolak, aku takkan teriak merebak. Jika pun dia menjauh, aku takkan gaduh. Jika pun dia menutup pintu, aku sadar diri takkan halu. Tenang, aku sudah siap skenario dari segala resiko.
***
Cukup lama aku dalam penantian sebulan, menunggu secercah jawaban. Hasil buruk yang kubayangkan ternyata terpatahkan. Aku resmi dijadikannya harapan dan sandaran. Senang, bahagia, mesra, kami rasakan kemudian.
Namun, muncul sekelumit kecemasan. Dirinya merasa berat bersandingan. Latar belakang keluarga yang mencolok menjadi alasan. Dia hanya dari keluarga miskin, sedangkan aku berasal dari keluarga berkecukupan.
Kuyakinkan bahwa itu urusan belakangan. Terpenting, kami dapat saling memberi pengertian, berjalan beriringan, dan memetik buah dari panjangnya perjalanan; pelaminan.
***
Waktu demi waktu, semester demi semester, caturwulan demi caturwulan terus berputar. Kami menyelesaikan apa yang telah kami mulai, mampu menyandang sarjana sebagai gelar.
Bersamaan dengan bertambahnya usia, kini waktunya aku merancang rencana jangka panjang sebuah hubungan. Karena prinsip "jalani saja" dalam hubungan, menurutku tak layak menjadi slogan diumur 20-an.
Lekas kuceritakan padanya rencana itu. Perdebatan hebat terjadi sempat, namun berakhir dengan kata sepakat.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Tuhan: Seimbang
Cerita PendekKesemerautan, ketimpangan, kekarut-marutan, justru merupakan bagian dari keseimbangan itu sendiri.