Yuya PoV

126 16 4
                                    

"Yuyaaa~ kapan kau akan menceraikan si cebol itu? aku bosan dijadikan simpanan mulu."

Inilah yang selalu dikeluhkan oleh Chinen, ia selalu mendesak agar aku segera menceraikan Daiki, kalau bisa mah dari dulu juga sudah aku ceraikan tapi yaaah karena banyak faktor yang menjadi penghambat makanya aku masih terjebak dalam hubungan semu ini.

"Tunggu sebentar lagi ya, aku juga lagi nyari cara." seraya mengelus rambutnya berharap ia sedikit tenang dan tak terus merajuk.

"Janji ya?~ aku tunggu."

"Iya beb~" ucapku lalu aku hujani puncak kepalanya dengan kecupanku.

Inilah kehidupanku. Sudah menjadi suami orang tapi memiliki pacar. Aku tahu kalau sikapku ini salah, aku membiarkan Daiki di rumah sedangkan aku asyik-asyiknya refreshing bersama Chinen. Bahkan, ia tidak pernah aku izinkan keluar rumah terkecuali untuk belanja. Aku selalu mengurungnya dan menghujani dengan hujatan atau hantaman jika ia memancing emosiku.

Ini bukan tanpa alasan. Wajahnya selalu mengingatkanku pada orangtuanya yang mengusulkan agar aku dinikahkan dengan anaknya. Orangtuaku pun sama mengesalkannya dengan orangtua Daiki. Mereka tidak pernah mempertimbangkan dulu perasaanku. Hasilnya? Daiki lah yang menjadi objek untuk aku melampiaskan kekesalan pada orangtua kami. Daiki tidak salah tapi wajahnya lah yang seolah mewakilkan wajah orangtua kami.

Sebenarnya aku pun tak tega. Aku selalu membayangkan jika Chinen yang ada diposisi Daiki, aku pasti akan melindungi sepenuh hati. Namun entah kenapa saat emosi ini aku luapkan padanya, hatiku mendadak lega dan damai. Berakhirlah dengan Daiki yang selalu tersiksa jika masih hidup denganku.

"Yuyaaa~ cepat urus tentang bulan madu kita ya? awas loh jangan sampe ketauan kalo yang berangkatnya aku, bukan Daiki~" ucap Chii-chan yang selalu menempel pada tanganku

"Iya tenang.. kau segera berkemas saja agar kita tinggal berangkat."

"Yeaaaaayy~~!" dia langsung bersorak gembira dan mencium singkat pipiku. Aku harus segera pulang dan mengurusi perihal ini.

Hari minggu memang jadwal wajibku untuk menemani Chinen seharian lalu mengantarkannya pulang sebelum pukul 7 karena dikhawatirkan orangtuaku atau Daiki berkunjung. Makanya pukul 8 malam, aku sudah harus di rumah dan berias sebaik mungkin dengan Daiki. Mereka tidak boleh tahu kalau ternyata Daiki tidak diperlakukan baik disini.

"DAIKI!! Cepat ganti pakaian dan sepatuku sekarang! aku mau langsung tidur!"

Terdengar suara langkah kaki yang cepat pertanda ia berlari untuk datang menghampiriku.

"I-Iya Yuya-san.. maaf tadi aku lagi nyuci pakaian dulu." Dia datang dengan pakaian lusuh dengan wajah yang menyiratkan kelelahan. Oh iya lupa, aku jarang membelikannya pakaian baru.

"Apa aku harus bersiap dulu? mama papa atau bunda ayah bakal berkunjung tidak?"

"Tadi mereka menghubungiku katanya tidak akan berkunjung dulu, mereka sedang makan malam bersama sekarang."

"Oh baguslah.. aku bisa tidur lebih awal." lalu aku rebahkan badanku dan menunggu Daiki melaksanakan tugasnya.

Dia berjalan mendekatiku membawa piyama yang masih terlipat rapi. Tanpa berucap, ia membuka sepatuku lalu menggantikan pakaianku. Apakah kalian berpikir, apakah aku malu digantikan oleh dia? kenapa harus malu, dia kan istriku. Jadi kami tidak ada batasan apapun, tak terkecuali dengan perilakuku padanya.

"Jangan memikirkan yang iya-iya. Memang aku mengizinkan kau melihat tubuhku tapi tak akan melebihi dari ini. Aku tidak mau melakukan 'itu' denganmu!"

"Iya Yuya-san aku paham, aku tahu batasanku sebagai pembantumu."

"Nahkan kau juga paham, sekarang bawakan aku cemilan hangat. Gausah pake lama!"

"Iya Yuya-san!"

Ya Tuhan cepat akhiri saja hubungan ini! aku sudah tidak betah hidup dengannya!

Dan benar saja, ia membawa cemilan itu dengan waktu yang singkat dan duduk dihadapanku.

"Ini Yuya-san cemilannya. Mau aku suapi?"

"Tidak usah! nanti virus mematikanmu menempel pada sendokku! kau ingin aku memakan virusmu lalu mati mengenaskan?!"

"Ti-tidak Yuya-san.. maaf atas kelancanganku, aku akan ke gudang saja--"

"Jangan!!" entah kenapa aku malah mencekal kepergiannya. "Tunggu sampai aku selesai makan!"

"Iya Yuya-san, aku tak jadi pergi." ia kembali duduk dan menundukkan kepalanya.

Saat sibuk memakan cemilannya, diam-diam aku memperhatikan dirinya yang sedang diam dengan mata yang terkatup-katup. Sudah pasti dia selalu kelelahan, rumahku yang sangat luas bak istana ini hanya diurus oleh dia seorang tanpa bantuan siapapun. Tidak mungkin kalau dia tidak capek.

Aku bersikap seperti ini supaya ia tidak betah tinggal disini dan menggugat cerai. Jika aku yang menggugat sudah pasti orangtua kami yang akan mencegahnya.

"Daiki.."

"Iya Yuya-san! Maaf--"

"Tak usah selalu meminta maaf padaku, kalau lelah ya tidur! tak usah ketiduran disini!"

"Tidak Yuya-san, aku tidak lelah!"

Padahal matanya sudah berkantung. Apa kau kurang tidur atau banyak menangis?

"Pergilah ke tempatmu dan beristirahat, besok kau harus bangun pagi."

"Baiklah jika Yuya-san mengizinkan--"

"Tapi sebelumnya aku ingin bertanya dulu, Apa kau tidak bosan aku perlakukan terus seperti ini?" tanyaku dengan tatapan tajam.

"Tidak Yuya-san karena aku mencintaimu, tidak akan ada kata bosan jika itu menyangkut dirimu." ucapnya sangat tulus lalu pergi meninggalkan kamarku.

Jadi selama ini dia mencintaiku? Tunggu Daiki!! jangan seenaknya melelehkan perasaanku!

TBC ........

hallo mina-san terimakasih karena telah memberi vovement dan comment dari cerita newbie macam aku ini :") cerita ini aku update sekali seminggu ya oiya kalian jangan panggil aku author ya hehe panggil aja aku yukii biar aku sama kalian lebih akrab lagi sankyuu ya mina-san. tunggu up berikutnya ya 

bubayyy :)


Anata wo dakishimeteWhere stories live. Discover now