4. Something

48 15 16
                                    


Now playing : Hong jin young - love is...




Happy reading!




"kopi itu gelap seperti malam yang menginginkan pagi, seperti itu juga diriku yang menginginkanmu, meski dengan itu aku harus membunuh seseorang, aku akan melakukan itu demi kita, hanya kita."

- S.F.G





○○○











Busan. Korea Selatan 2007.

Hujan jatuh ke telapak tangannya yang kecil, seorang gadis kecil berusia 7 tahun berdiri di depan jendela lantai 2 rumahnya, tetesan hujan mengembun dalam kaca.

Udara dingin mulai naik merayapi kulit dan menusuk - nusuk tulangnya, langit bagaikan menangis namun tertutup awan samar.

Gadis kecil itu terdiam, menatap tangan kecilnya yang mulai basah karena air hujan yang dingin, di ulang tahunnya yang ke 7 tahun ia harus berada di dalam rumah besar itu sendirian, dengan suara petir yang menakutkan baginya.

Rumahnya selalu terasa sepi, walau banyak pembantu di dalamnya, namun mereka selalu sibuk dengan kegiatannya masing - masing.

Ayahnya selalu sibuk dengan perkerjaan kantor, yang mengharuskanya pulang pergi keluar negeri, sedangkan kakak laki - lakinya sebagai seorang penerus tertua keluarga berada di asrama sekolah bisnis untuk mendalami ilmu bisnisnya.

Gadis kecil itu menerawang jauh keluar jendela, seperti mata yang terus memperhatikan kotak yang berisikan orang - orang yang terkurung di dalamnya, mereka tertawa, menangis, dan juga berteriak di dalamnya.

Bagaikan benda yang tak mampu berbicara, ia hanya bisa memperhatikan dalam diam, seperti menunggu sebuah tunas tumbuh dari dalam tanah.

Hembusan angin datang dan menghantam Jendela, membuat jendela itu terbuka dengan gaduh karna terkena angin yang cukup keras, air hujan mulai masuk membasahi tubuh munyilnya yang mulai menggigil kedinginan.

Langkah kakinya terangkat menuju ujung balkon, tangan kecil itu terulur menyentuh ujung sebuah pagar yang terbuat dari besi, dingin, rasa dingin itu kembali menusuk kulit putihnya yang seputih kapas, bibir merah itu pun mulai memucat.

Sorot manik kecoklatan itu menerawang jauh, tanpa aba - aba, entah dari mana, sebuah peluru melesat secepat angin kearahnya, peluru itu melesat menembus bahu kanannya.

Tubuhnya jatuh terlentang di atas lantai keramik yang dingin, darah mengalir begitu deras tersapu air hujan.

Manik kecoklatan itu menatap kosong ke atas langit, tetes demi tetes air hujan menimpa tubuhnya yang mulai melemah.

Tiba - tiba semuanya nampak berkabut, jari - jarinya sedikit bergetar, hampir seperti ilusi, setelah beberapa saat, seluruh tangan putih itu bergerak, dan kemudian alisnya yang lembut mengerut dengan lembut, sepasang mata yang tertutup rapat mulai terbuka, memperlihatkan mata coklat tanah, cahaya mulai masuk dalam iris matanya, lalu semuanya menjadi nampak jelas.

"Ahh, hah hah".
"Fiuh, mimpi?".

Ketika terbangun, Alexa terbaring dalam ruangan serba putih, detik - detik bergulir menjadi dua atau tiga menit.

Ia mencoba duduk dan mengedipkan mata berkali - kali, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk dalam iris matanya.

Di hadapanya seorang laki - laki sedang tertidur dengan lelapnya, wajahnya terlihat lelah, bibirnya pun terlihat agak kering.

Hidup Untuk AlexandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang