"Tau kenapa hari sekolah lebih banyak daripada hari libur?
Karna pemerintah ingin kita bertemu gebetan lebih sering. "•••
"Haduuuh! Cape gue Lin, Capeee!" teriak Hilma setelah beberapa menit berkutat dengan tugas matematika yang seolah tiada habisnya. Mau bagaimana lagi, kalau bukan karna harus di kumpul besok, Hilma mana mau bela-belaan membuat tugas matematika di jam kosong seperti ini."Lo kira gue nggak?" balas Alina sambil memutar bola matanya. Ia kembali menulis, menguatkan diri melawan angka-angka yang menutupi keberadaan tuan x dan nyonya y.
"Haduh, gue butuh cogan! Mata gue cape liat x sama y dicampur angka! Mending gue disuru ngitung berapa helai rambut yang ada di alis cogan kalo gini ceritanya." gerutu Hilma lagi. Ia membuka hp miliknya yang berlockscreen:
Lalu, ia sibuk membuka beberapa aplikasi pintar yang ada di handphonenya untuk mencuci mata. Alina hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabat karibnya itu. Meski Alina juga kaum pecinta cogan, dia tidak sebucin Hilma pada Tom Holland.
Alina menggerutu juga akhirnya. Baru 10 dari 30 soal yang diberikan Bu Jeni. Tapi, kepala Alina sudah rindu bantal-bantal di rumah saja. Karna di kelas tidak ada bantal, ia bersender pada sandaran kursinya.
"Hil, kenapa ya, hari libur itu lebih sedikit dari hari sekolah? Mana adil, sekolah 6 bulan libur 1 bulan?" omel Alina.
"Karena, pemerintah perhatian sama kita." balas Hilma tanpa mengalihkan perhatian dari hpnya.
"Perhatian?"
"Iya, perhatian. Sampe di kasi waktu lama buat liat gebetan disekolah, makanya, hari sekolah dibanyakin." sahut Hilma asal. Langsung disambut seloyoran dari Alina tentunya.
"Perhatian gundulmu." balas Alina. Lalu, akhirnya mengumpulkan tenaga untuk menghadapi angka-angka itu lagi.
•••
Untuk sang waktu.
Aku minta tolong padamu.
Sekali saja, kumohon.
Aku ingin semuanya berjalan lambat-lambat saja, ya?
Aku tidak keberatan berlama-lama kepanasan dibawah teriknya sang mentari
Aku juga tidak keberatan lama-lama memeluk diriku sendiri karna dinginnya malam
Asalkan aku masih bisa melihatnya tersenyum, tertawa, bahagia.
Asalkan aku masih bisa melihatnya menikmati hidupnya,
Meski bukan untuk atau bersamaku.Pojok Akasara
-Aln.Dunia tersenyum. Iya, Dunia-nya Alina. Alina tertegun melihat itu. Alina tadi hendak memastikan sesuatu setelah regunya memasang mading didepan perpustakaan. Memang tidak biasanya ia sampai mengecek dua kali. Namun entah mengapa, takdir seperti berbisik padanya untuk kesana.
Dan itulah yang ada dipandangannya sekarang. Dunia, yang telah menjadi Dunianya selama sekian lama, memotret bagian Pojok Aksara miliknya sambil tersenyum-senyum.
Aline mengucek matanya.
Tidak. Dia tidak salah liat sama sekali. Itu Dunia. Dunia yang sama yang membuat hidupnya berputar 360 derajat setiap hari. Alina terpaku. Apa yang akan dilakukan Dunia dengan tulisannya?
Apa?
Kenapa dia memotret?
Alina merutuki dirinya sendiri saat tiba-tiba saja kakinya melangkah mendekati Dunia. Gerakan yang sangat tidak terkendali.
Lima langkah dekat Dunia, Alina melakukan sesuatu yang tidak terduga.
"Ekhem."
•••
Hai :)
Lama ga update, and... I feel so sorry. Lagi buntu nih:")
But, it's all that i can do. Hope you guys have a wonderful day. 🌌
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia
Teen Fiction"Entah apa yang lo lakuin sekarang dan dimasa depan nanti, gue akhirnya milih nyerah. Nyerah perjuangin lo, kita, dan hubungan yang entah apa ini. Gue. Cuma. Mau. Nyerah." -Alina Semesti. "Lo cuma nggak tahu. Dan gue, cuma butuh waktu yang tepat...