4. Tari Semarangan (2)

48 5 5
                                    

Suasana lapangan SMA Nusa Bangsa terlihat ramai pagi ini. Para pengurus OSIS sibuk mempersiapkan peralatan untuk upacara, dan pasukan pengibar bendera pun demikian.

"Sini biar gue bantuin."

Dara terkejut saat tangan Rafa mengambil alih papan nama kelas yang semula digenggam gadis itu dengan susah payah, pasalnya Dara terlalu memaksakan untuk membawa 15 papan nama kelas yang tersisa di samping aula--tempat biasa papan nama itu tersimpan. 

"Thanks," ucap Dara setelah selesai menata papan nama sesuai dengan urutannya.

"Yoi, lain kali kalo banyak gitu jangan dipakasain buat bawa semuanya. Merah-kan tangan lo jadinya," ucap Rafa sembari melirik jari tangan Dara yang memerah.

Dara pun melirik sekilas pada jari tangannya, "Ahh, gak papa kok," ucapnya sembari tersenyum.

Rafa mengangguk, "lo jaga hari ini?"

Dara mengangguk sebagai jawaban. "Kenapa?"

"Gak papa, tanya doang."

"Gue tinggal ya, ada banyak piala yang harus diangkut," pamit Dara.

Rafa mengangguk, tak lagi menahan gadis itu karena dirinya juga harus memastikan seluruh persiapan untuk upacara pagi ini telah dipersiapkan dengan baik.

Lima belas menit kemudian upacara dimulai, seluruh murid telah memenuhi lapangan upacara. Mengikuti jalannya upacara pagi ini dengan malas dan banyak mengumpat karena cuaca yang sangat terik pagi ini.

Di gerbang depan sekolah, seorang siswa dengan tatanan berandal membuat sebuah keributan dengan seorang guru yang bertugas mengawasi murid-murid yang datang terlambat.

"Kamu itu niat sekolah atau tidak?!" tanya Pak Bandi selaku wakil kesiswaan.

Azka melirik sekilas pada guru tua yang menjadi rival-nya di sekolah--selain Pak Andi--. "Kalo saya gak niat, saya juga gak akan dateng ke sini," jawabnya santai.

"Kamu ya! Pintar sekali menjawab!" marah Pak Bandi.

"Bapak nanya ya saya jawab, entar kalo didiemin ngambek. Ribet banget sih, Pak, kayak cewek!."

"Ada apa ini?" Pak Andi, guru olahraga sekaligus pembina OSIS SMA Nusa Bangsa itu menengahi keduanya.

Ini lagi pake ikut-ikutan, nambah repot orang aja bisanya. Batin Azka sinis.

"Ini, Pak, Azka, dateng telat setengah jam sendiri. Upacara udah mau selesai dia baru dateng," jelas Pak Bandi.

Itu mulut lemes amat elah. Batin Azka kembali.

"Betul, Azka?" tanya Pak Andi memastikan.

"Kalo saya bilang nggak, ntar saya dosa karena saya bohong."

Pak Andi memijat pelipisnya yang mendadak pening, urusan dengan Azka memang selalu bisa membuat darah tingginya naik.

"Kamu bapak hukum mencabuti rumput di halaman belakang sekolah. Jam istirahat akan bapak cek, jika masih ada rumput yang panjang, bapak akan memberi hukuman tambahan untuk kamu!"

Azka hanya mengangguk sekilas, dalam pikiran lelaki itu sudah tersimpan banyak cara untuk menyelesaikan hukuman tanpa harus membuang tenaga-tenaga miliknya.

"Kerjakan sekarang!"

Azka tak menolak, melangkahkan kakinya menuju taman belakang sekolah yang selalu sepi.

🍃🍃🍃

Rafa menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya yang bisa membuat darah tinggi Pak Andi dan Pak Bandi dapat naik drastis. Pasalnya lelaki itu justru dengan santainya merokok di area sekolah dan membiarkan murid lain--yang Rafa yakini telah diancam oleh Azka-- untuk menyelesaikan hukumannya.

CerrusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang