17√

32 14 1
                                    

"Anharra fokus, pertandingan mau dimulai," tegur Alvaro dibelakang Anharra.

Anharra kaget menyadarkan nya dari rasa aneh yang baru saja melanda dirinya.

"Ouh iya iya, sorry," jawab Anharra, sambil memegang keningnya beberapa detik dan kembali fokus. Sedangkan, orang yang membuat Anharra kaget terheran heran itu, hanya terkekeh kecil dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah Anharra.

***

"Goolll..." teriakan menggema di gor itu, sahutan demi sahutan sporter demi menyemangatkan pemain dukungan nya dapat membuat gendang telinga pecah sebelah. Untung saja, lansia sudah budek, sehingga tidak akan merusak gendang telinga mereka, dikarenakan telinganya sudah rusak diluan.

"1-0," ucap wasit penuh semangat pada Esclushif School yang satu langkah lebih besar pointnya dari pada SMA Anggara.

Anharra kecewa, seandainya saja dia bisa menghalangi salah satu pemain lawanya tadi yang berhasil memasukkan bola ke ring, mungkin saja grupnya tidak tertinggal, walau hanya satu langkah lebih awal. Dan mungkin saja SMA Anggarra bisa mengejar point tersebut lebih jauh dari Esclushif School. Bukan hanya mungkin saja, tapi akan terjadi.

"Hahaha, lagian cewek dibawa kelapangan, yah kayak mana gak mau kalah," ucap sinis penuh kejahatan, seorang lelaki berambut gimbal, wajah hitam, serta tusuk gigi yang nyangkut di sela sela giginya. Entah, untuk apa tusuk gigi itu, yang dibawa terus saat pertandingan. Sehingga, semua orang yang melihat akan jijik bahkan muntah darah ditempat itu.

Terasa, rambut Anharra yang terkuncir kuda itu, kini kaku tak bernyawa. Emosi, kesal, sedih. Campur aduk dirasa. Ingin marah tapi, waktunya tidak tepat. Coba saja, tidak dalam pertandingan, tusuk gigi si rambut gimbal, sudah dibelah jadi tujuh oleh Anharra, sekalian sama gigi giginya.

"Sabar ra, sabar. Orang sabar di sayang tuhan," batin Anharra.

"Kalau, main yang sehat dong anda! Beraninya cuman sama perempuan," bela Alvaro yang merasa jijik dengan cowok itu. Karena, masih didalam pertandingan, akhirnya si gimbal mengalah dan hanya memasang muka sinis sebagai penutup sajiannya.

Anharra nyesek. Jantung bergetar, jiwa raga tertanam dengan amarah. Tapi, tidak meluntur kan semangat nya untuk menang. Karna cacian itu, ia bisa bangkit dan akan membuktikan ucapan si rambut gimbal bahwa perempuan tidak lah lemah, hanya saja pemikiran dia yang menganggap lemah lah yang masih seperti anak kelas satu sd.

"Anharraaaaaa Anharaaaa, go go go. Kamu pasti bisa," teriak Reina dari kejauhan, yang masih bisa dicapai oleh pendengaran Anharra, walau suaranya hampir tertutupi oleh teriakan orang lain dan suara dari mikrofon wasit.

"SMA Anggara, pasti bisa. SMANGGA, GO GO GO!!! Ayo kawan, raihlah juara di medan ini, tetap lah semangat, walau tertinggal dan kejarlah."

Sporter, dari siswa siswi SMA Anggara yang hadir, meneriakkan dan menyanyikan yel yel kebanggaan mereka demi menyemangatkan Tim dari sekolahnya.

"Ehh, lo. Bisa diem gak? Sakit telinga gue. Ya bagus kalo suara lo mulus kayak aspal, lah ini, mirip muka jerawatan iya," ucap Rasya sirik pada Reina sambil memegang telinganya, bertingkah seperti ada tronton yang lewat dan masuk di telinga orang itu.

"Apaan sih, lo. Gak mau ribut? Hah? Sono ke kuburan," balas Reina tak kalah nyolotnya.

"Sabar ro, lo cowok," cibir Rasya.

"Apaan sih, kalian berdua. Akur coba, gini aja di ributin," sambung Aliff di sebelah Alvaro.

"Tau tuh, lagian manusia kayak gini dibawa bawa," sambung Reina lagi.

Rasya menatap sinis Reina, begitu juga sebaliknya. Sungguh tikus tak mau kalah dengan kucing.

***

Anharra duduk bersama teman satu tim nya yang lain, begitu juga dengan Alvaro. Babak awal berakhir setelah Ecslusif School memperoleh 2 poin dan SMA Anggara 0.

Istirahat permainan berlangsung selam 15 menit. Anharra duduk mengangkat satu kaki seperti di warung kopi, walau duduk di sisi lapangan. Memegang satu botol air minum, menatap kosong kearah depan, sambim sesekali meneguk minumanya.

Alvaro, mencoba menyadarkan cewek itu. Menyelidiki apa sebenarnya yang terjadi pada orang itu, yang kini tiba tiba menjadi pendiam, tak satu kata pun keluar dari mulutnya.

"Ra, Ra."

Sesekali Alvaro menegurnya, tak kunjung dibalas walau hanya sekedar menengok menatap wajahnya.

"Anharra," ucap Alvaro sedikit menaikkan satu oktaf dari cara bicaranya.

Anharra terkejut, menatap cowok yang berada disampingnya. Memperbaiki posisi duduknya, dengan menyilakan kedua kakinya.

"Lo, kenapa?" tanya Alvaro penasaran.

"Gak papa, kok."

Alvaro mengernyitkan keningnya.

"Biasanya, yah. Yang gue sering dengar, cewek bilang gak papa, berarti ada apa apanya," ucap Alvaro, sembari memberikan sedikit kekehan di ujung ucapanya.

"Gak, kok. Suer," balas Anharra. Tanpa ia sadari, sesekali matanya menangkap orang berambut gimbal di ujung lapangan itu tengah berbincang sembari tertawa dengan teman satu tim nya, termasuk Gema.

Alvaro kembali mengernyitkan keningnya. Memperhatikan arah pandangan Anharra pada segerombolan pria dari Esclusif School. Heran dirasa, ada keganjalan antara Anharra dan orang orang itu. Entah siapa yang sedang diperhatikan oleh Anharra. Yang jelas, masih dalam pertanyaan dipikiran Alvaro.



----
Siapa Gema? Mengapa ia muncul di tengah cerita? Apa hubunganya dengan Anharra, sehingga membuat gadis itu dingin seketika?

DimensikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang