5.

7.4K 1.2K 123
                                    




























































































































































Dua minggu terberat dalam sejarahku banting tulang di kantor ini. Amit-amit aku harus bersinggungan kegilaan Queen LAGI. Bang Ikmal duduk berseloroh di lantai, wajahnya super kucel, dan matanya menerawang nggak jelas. Aku memindai anggota timnya yang lain, sama-sama mengenaskan. Beginilah kalau manusia diminta jadi jin untuk membangun candi Roro Jonggrang. Dibilang mustahil sih nggak, tapi mencapai kematian yang benar.

"Makan, Bang." Aku meletakan dua kantong plastik berisi nasi padang.

Bang Ikmal memanggil anggota timnya untuk istirahat dan makan. Aku membuka kardus akua dan mengedarkan gelas ke setiap orang.

"Gimana progress penyelesaiannya?" Tanyaku di sela kesibukan Bang Ikmal makan.

"Hampir kelar."

"Yang itu?" Aku menunjuk langit-langit ruangan yang sepenuhnya dilapis layar LED. Awal pemasangan, Bang Ikmal kena tegur Queen yang ingin LED itu menampilkan live situasi langit di seluruh dunia. Andaikan bos nomor satu ingin lihat langit di kutub selatan, LED itu sanggup mengakomodir. Sadis banget keinginan si lebah. Mau tak mau Bang Ikmal harus koneksikan LED itu dengan 24hour internet access something (aku nggak ingat persis apa nama koneksi itu) dan program apalah itu aku nggak paham. Pokoknya keinginan Ratu lebah terpenuhi. Titik!

"Udah running. Tadi pagi bos lo udah cek dan dia puas." Bang Ikmal meneguk airnya tanpa repot pakai sedotan sebelum melanjutkan, "Gue penasaran orang macam apa yang bakal pakai ruangan ini?"

Aku menggeleng sekali sambil tersenyum lemah. Bos kami itu baru dua kali menampilkan wujud nyata. Pas pembukaan kantor dan ultah pertama perusahaan. Dia membangun perusahaan ini tanpa perlu repot berjibaku dengan kami para cungpret. Bermodalkan uang, kepercayaan, dan Mas Izhar saja perusahaan ini terus berkembang. Boleh dibilang, aku yang sudah bekerja di sini selama dua tahun pun nggak ingat tampang si bos.

"Gue nggak yakin yang bakal nempatin ruangan ini suka dengan perubahan," kata Bang Ikmal yang tahu-tahu sudah selesai makan.

"Tahu dari mana?" Balasku yang mulai tertarik.

"Pas gue pertama masuk sini sebelum mulai rombak, gue lihat penataan ruangan yang sederhana dan agak eum apa ya sebutnya. Ya, intinya insting gue bilang yang punya ruangan ini bukan tipe neko-neko. Kalo udah satu dia suka, ya itu saja yang dia mau."

"Yakin lo? Bos besar gue super resek. Dia banyak maunya."

"Banyak maunya karena dia pebisnis, Cer. Yang gue maksud tuh ke seleranya soal ruangan."

"Nggak paham gue soal selera gitu. Lanjutin aja permintaan Queen. Hidup gue udah ribet banget ngurus bayi itu. Maunya banyak dan harus abrakadabra. Dia pikir gue Ginny dari lampu ajaib?"

"Itu alasan dia memperkerjakan lo, Cer. Buat memuaskan segala keinginan dia."

"Duh, kalo gue nggak ingat setoran tiap bulan, pengen banget gue jitak bayi itu."

"Kesayangan abangnya, ya?"

"Nggak perlu tanya, Bang. Lo inget, kan, jacuzzi swarovski dan perintilan ribet yang diminta abangnya? Semua membuktikan lah."

How Could I Possibly Go Wrong?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang