Follow ig missbebeklucu
Queenーas well as her nameーmengerahkan segala kekuasaannya. Baik itu uang, tenaga, dan harga diri. Yang terakhir benar-benar dia tekankan."Gue nggak bisa bikin ruangan Mas Aga tampak pasaran. Harga diri gue sebagai Queenshila bisa anjlok. Gue tahu Mas nggak akan mengejek ide gue, tetap saja gue mau something fresh. Magnificent. Unexpected. Mas itu terlalu spesial untuk terima yang biasa."
Aku mengangguk saja mendengar pidatonya, sementara Bang Ikmal sudah memasang wajah 'Ini cewek gila, tapi aromanya duit. Fine, gue lanjutin'.
Bang Ikmal adalah desainer interior yang mengerjakan ruangan Queen. Dia sebenarnya tipikal cowok super lempeng, nggak terlalu idealis sampai memaksakan idenya, dan yang terpenting, Bang Ikmal ikhlas dapat tuntutan aneh-aneh dari Bos maha benar yang disampaikan melalui aku. Sebanding sih dengan ketok harga yang Bang Ikmal tuntut. Uang memang nggak pernah bohong, catatan untuk missqueen people.
"Gue rasa biru, monokrom, abu-abu, cokelat dan dark colors itu terlalu biasa..."
Catat, Bang Ikmal, jangan warna yang biasa.
"Kemarin gue lihat warna menara Pisa. Itu kuning, kan..."
"Bukan." Bang Ikmal sangat sadar bahwa Ratu lebah kualitas premium ini masuk golongan 'koreksi seperlunya'. See, Bang Ikmal bersama segala keikhlasan dan pengalaman bekerja pada para manusia beraroma emas batangan dan deposito milyaran memberikan jawaban yang bijak. Satu kata dan kelar.
"Oh, well, gue mau warna kayak menara Pisa. Dan ceiling yang merefleksikan langit. Mungkin lo bisa pasang layar LED di situ, sounds impressing."
Layar LED? Di langit-langit? Itu maksudnya gimana? Lampu LED kali?
"Boleh. Nanti dicoba." Bang Ikmal mengangguk sambil catat di iPad.
Aku mati-matian tahan lidah agar nggak mengeluarkan komentar dan ikut mencatat di bukuku.
"Lantainya dibuat dari pasir. Ada lemari buku yang bisa diputar jadi bar. Usahakan sofa berkualitas terbaik, gue bisa terima harga berapapun..."
Berapapun? Itu yang nominalnya gimana? Kasih pencerahan ke rakyat jelata ini please!
Dua jam memanaskan kuping dan melumerkan otak, akhirnya perjuangan aku dan Bang Ikmal usai. Aku mengajak Bang Ikmal mampir ke warkop dekat gedung kantor, sekalian mengantarnya ke tempat parkir motornya yang berada di luar gedung.
"Bos lo ini gila banget," komentar pertama yang dilempar Bang Ikmal.
"Lebih parah mana dari bos yang kemarin?" Aku mengacu pada bos nomor satu.
"Yang ini bakal bikin gue kerja keras banget. Tim gue harus siap-siap lembur gila-gilaan. Langit-langit dari layar LED, Cer!"
Aku mungkin nggak bisa memosisikan diri ke Bang Ikmal, tapi mengingat banyaknya keinginan super Queen, nggak heran tampang Bang Ikmal kayak habis disedot jiwanya. Andai aku bisa bantu, apalah daya nasib cungpretnya cungpret hanya bisa angguk dan geleng, selebihnya kami mesti sabar-sabar hati menangani tingkah ajaib Nona bos Ratu dan abangnya.
"Sabar, ya, Bang," kataku memberi semangat sekenanya.
"Deadline-nya itu yang nggak habis pikir. Dua minggu. Malam ini gue harus stok minyak angin dan koyo cabe. Bos lo itu anak siapa sih?"
Nah pertanyaan ini adalah yang sering mampir tiap kali ada orang luar kantor yang menerima keajaiban bos-bos kami. Sebut contoh lainnya, Mpok Isna.
"Anak pemilik gedung itu," aku menunjuk gedung berwarna biru yang mencuat tinggi di antara gedung-gedung lain, "terus yang itu, itu lagi, kalo nggak salah yang itu juga..." aku santai menunjuk gedung-gedung yang pernah disebut Mas Izhar milik keluarga bos.
"Grup Wirjana?!" Bang Ikmal membelalak.
"Tapi bos nggak pake nama keluarga Wirjana. Ibunya yang keturunan Wirjana. Bapaknya dua bos itu pemilik pertambangan minyak dan Pionirfood."
"Gila. Pantas request yang duluan berani banget soal biaya."
Kan sudah pernah aku bilang, bos kami itu tipe manusia langka yang bersin keluar uang alih-alih ingus. Batuknya jadi emas mengalahkan tuyul dan babi ngepet. Tipe yang menyimpan uang di bank, lalu hidup hanya dengan bunga bank saja.
"Yang sekarang nggak kalah, kan?" Aku tersenyum geli dan Bang Ikmal terbahak. Kami pernah berdiskusi sewaktu memasang jacuzzi di ruangan Queen. Aku ingat jelas obrolan kami.
"Jacuzzi ini ada lapisan swarovski, Cer. Kalo copot dan diembat cleaning service, kelar hidup lo." Bang Ikmal berkelakar dan anggota timnya mengimbuhi dengan tawa. Waktu itu sudah lewat jam kerja, aku bisa santai ngobrol bareng Bang Ikmal tanpa khawatir Mas Izhar datang dan menegur.
"Harganya berapa?" Tanyaku sambil mengelus swarovski yang dimaksud Bang Ikmal.
"Lumayan buat beli city car."
"What?!"
Sejak itu aku pantang menyentuh jacuzzi super mehong. Saat membersihkan ruangan bersama Mpok Isna, aku diam-diam mengawasi tangan si Mpok, juga menghitung jumlah batu mulia itu nggak kurang. Bukannya nggak percaya kinerja Mpok, aku kenal dan hapal karakter Mpok, tapi kerlap-kerlip dunia itu sanggup membalik gunung. Aku nggak mau sumber keuanganku tamat karena kasusーiih, amit-amit nggak usah dilanjut.
"Yang sekarang bisa bikin gue berani ngajak nyokap umroh." Ucapan Bang Ikmal mengembalikanku pada masa kini.
"Siapa dulu? Queenshila. Inget, Bang, jangan bikin harga dirinya jatuh. Lakukan persis yang dia katakan."
"That's how we continue our life here." Bang Ikmal memasang senyum mengejek. Betul, Bang, rakyat melata cukup setuju dan kita aman, rekening tenang, tidur pun terpuaskan.
Bang Ikmal balik kantor dan menyelipkan pesan agar selalu update 'kegilaan' baru Queen. Bang Ikmal berani di belakang saja sebut ide dari otak cadas bos nomor dua sebagai kegilaan. Aku kembali ke kantor saat Mas Izhar baru beranjak dari meja resepsionis yang dikuasai Tata.
"Sini." Mas Izhar menarik lenganku masuk ke ruang meeting. "Gue dengar dari Queen soal ide ubah ruangan bos besar. Lo coba deh nego lagi biar nggak terlaksana. Firasat gue jelek."
Gini nggak enaknya jabatan cungpretnya cungpret. Pas bagian menyodorkan ginjal ke setan, aku harus siap badan ditunjuk semena-mena. Padahal Mas Izhar posisinya persis di bawah kaki bos nomor satu dan dua secara hierarki. Ngeledek banget permintaan Mamase.
"Lo yang ngomong Mas. Gue nggak berani kalo Ratu lebah itu sudah sebut harga dirinya sebagai Queenshila. Rombak itu ruangan adalah bukti harga diri si lebah. Ra iso aku menyakiti harga diri de'e."
"Harga diri dia cuma cuapan, Cer. Mata pencaharian lo dan gue di ujung tanduk setan," desis Mas Izhar serius.
"Mas, gimana bisa kita salah?" Aku bersedekap memulai analisis. "Yang punya ide dekor ulang si adek, abang kalo mau marah ya ke adeknya. Jangan gila kita yang kena amuk."
"Aga nggak akan menyalahkan Queenー"
"Nah, itu point-nya Mas. Kita nggak akan bermasalah. Toh semua atas tanggung jawab dan harga diri Queen."
"Gue nggak yakin," gumam Mas Izhar menutup percakapan kami. Aku hanya mengendik lalu meninggalkan dia di situ. Kalau mau main salah-salahan jelas yang mencetuskan ide, bukan kami para rakyat jelata yang cuma teriak 'siap, 86' lalu gerak jalan.
Ye, kan?
###
28/03/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
How Could I Possibly Go Wrong?
ChickLitCeria harusnya tahu ruangan kramat Bos Maha Benar jangan pernah disentuh. Apalah daya dan kuasa seorang Ceri jika bos nomor duaーlet's say adik kandung bos besarーyang memerintahkan perombakan itu. Satu kali re-decorate, kelar hidup Ceri. "Please, ja...