Chapter Seven

48.7K 1.4K 85
                                    

Kelas terakhir di hari ini telah usai. Suara berisik khas derit kursi yang ditinggalkan penghuninya mulai bersahutan. Ada pula mahasiswa yang masih berkutat membereskan alat tulis, buku dan catatan penting.

Aku salah satunya.

Belum sempat kumasukkan notebook ke dalam tas, suara Silla menghentikan gerakanku.

"Dhan, hp lo nggak diaktifin ya? Kemaren gue sms pending." Tanya Silla.

Setelah kejadian naas dimana Pram melewatkan hari ulang tahunku tempo hari, aku memang sengaja menonaktifkan handphone hingga detik ini. Rasanya aku tidak kuat lagi melihat benda itu menyala. Karena hanya membuatku nelangsa saja.

"Gue cuma mau ngingetin, Senin kita udah mulai magang." Lanjut Silla sambil memutar bangku untuk menghadapku seraya menyerahkan fotokopian materi minggu lalu.

Beberapa waktu tidak kuliah tentu membuatku ketinggalan banyak ilmu. Jadi setelah aktif lagi di perkuliahan, aku mengejar ketertinggalan dengan meminjam catatan dari Agil dan Silla. Malahan, untuk urusan magang aku tidak sempat mengurusinya. Silla yang berbaik hati mengurus itu untuk kami bertiga. Entah salah minum obat apa sampai dia semangat sekali mengurus prosedur magang dari mulai mencari referensi perusahaan sampai menyebar surat izin magang sendirian. Bahkan, Agil pun tidak ditodong untuk membantu. Padahal ayahnya adalah pemilik perusahaan multimedia.

Biasanya bila Silla over excited begini, pasti ada apa-apanya. Aku belum tahu apa motif dibalik ini semua. Aku malas mengorek-ngorek informasi. Toh akhirnya nanti aku akan tahu juga. Biarlah dia berepot-repot ria, aku tidak keberatan. Malah aku sangat terbantu sehingga tidak perlu pusing-pusing lagi.

Bisa kalian bayangkan sekarang, perangaiku dan Agil jadi mirip bocah-bocah tengik karena berleha-leha.

"Kok dadakan ngasih taunya? Magang dimana jadinya kita?" Tanyaku antusias.

"Lha emang lo belom cek email dari gue? Kan pas lo nggak masuk udah gue forward email perusahaannya." Silla menatapku bingung.

"Duh, gue nggak baca. Password-nya lupa lagian. Sorry, hehehe..." Kemampuan otakku sebenarnya tidak payah-payah amat sih. Tapi kalau soal hafalan, bubar jalan. Susah sekali untuk mengingat sesuatu yang remeh-temeh semacam itu. Dalam catatan sejarah, mungkin akulah orang yang paling banyak membuat akun email saking seringnya lupa password kalau sudah cukup lama tidak log in. Lagipula email-ku tidak banyak digunakan selama ini.

"Ihhh, cumi. Otak lo abal banget sih. Makanya kalo lupaan, besok-besok nggak usah di log out sekalian." Bentak Silla sewot. Aku cuma nyengir.

"Iya, Nyai. Ya udah sekarang cepetan kasih tau."

"Di Aquila Enterprise."

Hah?

"Kantornya Mas Dimi?" Tanyaku memastikan.

"He'eh." Jawab Sila cuek.

"Iihhh... apa-apaan lo ngelamar di sana? Itu kantornya si muka kaleng, Sil. Jebak gue lo ya?" Cerocosku berang. Permainan kotor apa pula yang dipakai sama si kupret satu ini?

"Ngegas aja lo ya kayak bajay. Santai napa. Lagian durjana banget sih ngatain Mas Dimi kaleng, cool gitu juga"

Iya, Mas Dimi memang cool. Kulkas.

"Pokoknya gue nggak mau satu kantor sama dia. Kayak nggak ada perusahaan laen aja." Kataku murka.

"Yaaahh, Dhan udah di approve kita. Masa mau dibatalin. Ya nggak mungkin lah." Dengan santai Silla mengeluarkan camilan dari tasnya lantas mulai mengunyah.

Trapped by YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang