Aldric menatap seorang gadis yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan tatapan kosong. Kedua tangannya terkepal begitu ingatan tentang Pedro kembali mengusai otaknya. Pria itu, Aldric menggeram. Dia tidak habis pikir Pedro akan kembali dan merecoki hidupnya.
Tidakkah cukup dia menembak kepala Abi dengan timah panas? Dan kali ini Pedro kembali mengusiknya dan mencoba menghancurkannya melalui Betty. Aldric tersenyum konyol mengingat itu.
Si gadis kaca mata itu, batin Aldric dengan tersenyum tipis. Dia berjalan mendekat ke arah ranjang dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Tidak berniat untuk menyentuh adiknya.
"Terima kasih karena sudah mau menjenguknya. Aku yakin dia merindukanmu," ucap wanita tua yang duduk di sofa. Merajut sebuah cardigan yang entah keberapa kalinya itu.
"Kesehatannya menurun, apa benar?" tanya Aldric bergerak menyentuh tangan Abi. Hanya satu jari dan dia kembali menarik tangannya menjauh.
"Ya, seminggu yang lalu."
Aldric mengangkat wajahnya tidak suka, "Kenapa kau tidak memberitahuku?"
"Maaf, tapi Simon melarangku."
Aldric berdecak dan meraih jaketnya, "Aku yang membayarmu di sini, bukan dia."
"Maaf, Al. Lain kali aku akan menghubungimu jika terjadi apa-apa."
Tanpa bicara lagi, Aldric keluar dari ruang rawat sederhana itu dan berlalu pergi. Dia tidak bisa berlama-lama di sana karena Pedro sudah mulai mengawasinya lagi sekarang.
Aldric masuk ke dalam mobil dan menghela nafasnya lelah. Dia belum tidur seharian, semalam dia kembali menjalankan misi dari Mr. X dan langsung melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit di kota Cumbria yang berjarak 5 jam dari London.
Aldric yang memilih tempat ini. Dia ingin Abi aman sampai dia sadar dari komanya. Setidaknya tidak ada yang boleh mengetahui keberadaan Abi kecuali keluarganya.
Suara dering telepon membuat Aldric membuka kembali matanya. Baru semenit dia memejamkan mata, sesuatu kembali mengganggunya. Jika ini tidak penting, Aldric bersumpah akan mencabut gigi orang yang menghubunginya saat ini ketika tidur.
"Apa?"
"Pedro kembali mengirim surat, tapi aku belum membukanya."
Tubuh Aldric menegang, dia duduk dengan tegap saat mendengar nama Pedro. Pria itu benar-benar mencari masalah dengannya. Aldric pikir masalah 2 tahun lalu telah selesai namun ternyata tidak.
"Buka saja, katakan apa isinya." Aldric memejamkan matanya lelah. Entah kenapa tubuhnya terasa berat saat ini.
"Tunggu sebentar."
Terdengar suara robekan di seberang sana dan Aldric masih menunggu.
"Sial! Dia tidak main-main, Al." Roy mengumpat begitu sudah melihat isi amplop itu.
"Katakan, Roy."
"Gadismu.. Betty, dia diawasi."
Aldric membuka matanya lebar, rasa lelahnya tiba-tiba menguap entah kemana. Sekarang dia malah khawatir dengan nasib Betty yang harus terlibat dengan semua ini.
"Kirim fotonya sekarang. Lima jam lagi aku akan sampai."
"Apa? Kau ada di mana sebenarnya?!" tanya Roy tidak percaya.
"Menjenguk Abi. Tidak perlu banyak tanya, sekarang cepat kirimkan fotonya." Aldric memutus sambungan teleponnya dan mulai menjalankan mobil.
Jika dalam keadaan santai dia akan sampai dalam 5 jam, tapi jika seperti ini dalam 3 jam pun dia bisa melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Deadly Love (SELESAI)
Romance🔞 WARNING 🔞 Bijaklah dalam memilih bacaan !! *** Seperti layaknya genangan air, kehidupan Betty berlangsung dengan tenang. Semua berjalan baik sampai peristiwa berdarah terjadi yang membuatnya harus menemui Aldric, seorang pembunuh bayaran yang be...