Microscolove - 2

3.8K 202 223
                                    

Alta Danilla Gultom. Cewek kelas sepuluh yang terkenal di semua tingkatan karena obsesinya yang besar terhadap Dirgan. Alta menggilai Dirgan semenjak masa Pengenalan Lingkungan Sekolah beberapa bulan yang lalu. Dimana nama Dirgan begitu sering disebutkan oleh kepala sekolah dan juga guru-guru sebagai penyumbang piala terbanyak atas prestasi yang diraihnya selama ini.

Dibandingkan dengan cewek-cewek yang menyukai Dirgan, tidak ada satupun dari mereka yang seperti Alta. Rasa percaya dirinya yang tinggi, serta tingkat kehaluannya yang sudah mencapai stadium empat. Membuatnya begitu yakin bisa mendapatkan Dirgan sepenuhnya.

Alta berlari menuju parkiran, menghampiri Dirgan yang baru saja keluar dari mobil berwarna hitam miliknya, yang terlihat mengkilat walau dari jarak jauh. Yang kagum semakin kagum. Yang iri semakin iri. Dirgan menyampirkan tasnya pada sebelah bahu, kemudian menyisir rambutnya ke belakang. Mata hazelnya, nampak terang ketika tersorot cahaya matahari.

“Berhentiii,” teriak Alta merentangkan tangannya. Dirgan yang tengah berjalan, jadi terhenti pergerakannya.

“Caper mulu jadi orang. Gak cape apa?”

“Jadi cewek kok gak ada harga dirinya banget! Ngemis-ngemis menjijikan, ewh!”

“Mana mau Dirgan sama bentukan cewek uler kayak dia?”

“Baru kelas sepuluh udah gitu. Apalagi nanti? Makin bejat! Bisa-bisa cowok gue yang digatelin.”

“Dia yang ngelakuin, gue yang malu. TOLONGG!!”

“Jadi pengen bully.”

“Sadar istighfar Neng. Halu sih halu tapi gak usah nekad juga kali!”

“Mundur ajalah Dirgan juga gapernah ngarepin!”

Ucapan-ucapan tidak mengenakan, mulai terdengar. Namun Alta seolah tuli. Tidak mengindahkan perkataan-perkataan tajam tak pantas, yang jelas-jelas ditujukan untuknya. Alta akan membalas semua ucapan itu nanti. Tentunya setelah Dirgan menjadi miliknya.

“Mau ke kelas ya Kak?” tanya Alta berbasa-basi.

“Sini biar gue yang bawain tas lo,” ujar Alta menawarkan diri.

Dirgan melengos tanpa memberikan tasnya. Alta mengejar Dirgan, sedikit berlari sambil uring-uringan. Agar bisa mensejajarkan langkahnya dengan Dirgan. “Kak Dirgan tungguin!” seru Alta. Mencoba meraih bahu kanan Dirgan.

“Jangan cepet-cepet dong jalannya. Gue kan jadi susah buat nyusul!” ujar Alta masih tidak digubris. Dirgan malah semakin mempercepat langkahnya.

“Ya Tuhan, malah makin cepet. Kak Dirgan denger gak sih?” tanya Alta gerah. Menyibakkan rambutnya ke belakang.

“Kak Dirgan liat deh, gue udah keringetan. Capek lari-lari. Haus juga. Berhenti dulu kenapa sih? Bentar aja bentarrr!” ujar Alta. Mengelap peluh di keningnya.

“Janji deh cuma satu menit,” ujar Alta lagi. Dirgan menatap Alta yang girang karena akhirnya cowok itu menuruti perkataannya untuk berhenti. Buru-buru Alta mengeluarkan ponsel dari sakunya lalu menyodorkannya pada Dirgan.

“Ketik nomor HP lo sekarang. Sekalian sama ID Line juga.”

“Enggak ada,” jawab Dirgan malas.

“Bohong! Masa hari gini cowok terganteng seantero sekolah gak punya WA sama Line sih?” tanya Alta.

“Bilang aja gak mau ngasih. Iya ‘kan?!” tanyanya lagi.

“Iya.” Dirgan menjawab jujur. Alta dibuat melongo mendengarnya.

“Kak Dirgan ih! Ini tuh udah penolakan yang ke sembilan puluh sembilan. Masa nggak pernah dikasih? Masa mau ditolak terus gitu?” Alta protes. Bibirnya mengerucut kesal.

Microscolove Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang