Hari inilah hari dimana Mary memutuskan untuk menyampaikan keputusan besarnya kepada orangnya, Sabtu, 6 Juni 2015 menjadi hari dan tanggal yang menentukan arah hidup Mary. Mary memberanikan diri untuk berkumpul bersama keluarga kecilnya di ruang tamu yang dipenuhi dengan firnitur bernuansa klasik, dengan perpaduan warna monokrom. Ayah Mary sedang menonton pertandingan sepak bola kesayangannya dan ibu Mary sedang merekap ulang data pasien di rumah sakit tempat ia bekerja. Berdiri di tengah ruang tamu yang tidak terlalu luas itu Mary berkata,
"Ayah, ibu, aku ingin membicarakan tentang suatu hal yang penting." Dengan suara yang yakin namun masih sopan di telinga orang tuanya.
"Memangnya apa yang kau ingin bicarakan? Tidak biasanya kau memulainya seperti ini." jawab ayah Mary dengan tatapan yang masih terfokus pada layar televisi,
"Kemarilah Mary, duduk disebelah ibu dulu."
"Setahun terakhir ini aku sedang memikirkan tentang apa yang akan aku lakukan untuk kedepannya." Ucap Mary setelah duduk di sofa selebar 180 cm berbahan kain berwarna putih bersebelahan dengan ibunya. Mendengar perkatan itu perhatian ayah Mary langsung tertuju pada Mary dan seketika melupakan pertandingan sengit antara Manchaster United dan Chelsea yang sedang disiarkan secara langsung di telivisi Samsung berukuran 43 inchi.
"Hal seperti apa yang kau pikirkan Mary? Apakah kau menemukan universitas impianmu? Atau pekerjaan impian?" ucap ayah Mary yang langsung tertarik dengan topik pembicaraan akhir pekan ini.
"Tidak tentang universitas yah, ini mungkin keputusan yang akan mengkhawatirkan kalian. Maka dari itu aku terus memendam keputusan ini selama setahun." Ucap Mary memandang karpet ruang tamu yang berwarna agak keabu-abuan,
"Kau menahannya selama setahun? Memangnya keputusan seperti apa itu? Ayah dan ibu tentu akan khawatir tentang apapun itu yang menyangkut masa depanmu Mary, tapi kalau memang itu bisa diterima kenapa tidak?" jawab ibu Mary dengan nada yang meyakinkan Mary untuk segera bercerita kepada orang tuanya.
"Apa ayah dan ibu ingat? Tahun lalu aku sering sekali menghabiskan waktuku di kediaman Hemsworth?" jawab Mary yang mulai melihat mata kedua orang tuanya yang menjawab hanya dengan anggukan yang pasti,
"Sebenarnya aku disana tidak untuk menyiapkan materi-materi ujianku bersama Karen, melainkan aku berlatih panahan bersama paman Hemsworth." Mary memperhatikan dengan teliti mimik muka kedua orang tuanya setelah mendengar pernyataannya.
"Berlatih panahan? Maksudmu panahan seperti yang bangsa elves lakukan di film kesukaanmu itu?"
"Kurang lebih seperti itu ayah, tapi aku berlatih pada panahan bertipe perlombaan, atau panahan seperti apa yang paman Hemsworth lakukan dulu."
"Apa yang membuatmu berfikiran untuk berlatih panahan dengan Tuan Hemsworth? Kau tahu sendiri kondisimu ini seperti apa kan Mary?"
"Ya bu, aku tahu betul kondisiku sekarang ini, mungkin ayah ibu akan berfikir mana mungkin Mary kecil kalian yang memilki satu lengan pendek ini bisa bermain panahan? Tapi tidak dengan Paman Hemsworth bu, beliaulah yang mengajariku bagaimana cara memanah yang benar, beliau bahkan memodifikasi busur lamanya untukku bu, beliau menyesuaikan semuanya agar aku bisa berlatih panahan dengan nyaman." Ucap Mary yang berusaha untuk menjaga intonasi bicaranya.
"Mary, kau tidak bisa memaksakan masa depanmu dari hal yang kau sukai dari sebuah film fiktif. Itu tidak nyata dan akan susah untuk kau hubungkan dengan duniamu. Tidakkah ada pemikiran lain untuk menentukan masa depanmu Mary?" ucap ayah Mary dengan raut wajah yang dengan jelas menentang keputusan Mary,
"Ayah, aku akui aku memang bermain panahan karena film fiktif itu, tapi aku tidak memaksakannya, aku memang tertarik dengannya, dan ada jalan untuk membangun masa depanku melaui panahan. Aku bisa menjadi atlet panahan, aku bisa mendapatkan uang dari itu sekaligus aku melakukan pekerjaan yang memang aku sukai. Panahan pun bukan cabang olahraga yang memiliki resiko besar mencederai pemainnya, selama pemain melakukannya dengan teknik yang tepat semuanya akan baik-baik saja."
![](https://img.wattpad.com/cover/173585746-288-k362286.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Confident Arrow
General FictionMary Lauriel Hiddleston, 20 tahun asal London, Inggris. Seorang atlet panahan dengan disabilitas TAR Syndrome (Thrombocytopenia with Absent Radius). This story will bravely tell her simple yet challenging life story. All characters belong to me.