=Galang=
“Galang, tungguin.”
Di tengah koridor rumah sakit yang cukup ramai, Galang berjalan lebih dulu hingga menyisakan jarak dengan sang Kakak—Lulu. Ia mendengar teriakan Kakaknya, namun Galang tak menghiraukan itu. Ia ingin cepat-cepat bertemu dengan Niara juga sang Mama, yang memang tengah menemani Kakak keduanya itu.
“Jalannya bisa santai nggak sih, Lang?” katanya setelah berhasil menyamai langkahnya dengan Galang, meskipun ia harus berlari tadi.
“Kakak aja yang jalannya lambat,” ucapnya acuh, dan memilih untuk terus berjalan.
Kini, sepasang Adik-Kakak itu sudah sampai di depan ruang rawat Niara. Padahal Galang sudah sampai lebih dulu tapi ia malah terdiam memandang ke dalam melalui celah kaca dipintu. Membiarkan sang Kakak lebih dulu untuk masuk ke dalam.
Setelah masuk diikuti Galang di belakangnya, Lulu dapat melihat Adiknya—Niara menoleh kearah dimana terdengar suara derit pintu yang dibuka dari luar. Adiknya tengah duduk bersandar dikepala ranjang pesakitan itu, ditemani sang Mama yang tengah berusaha menyuapi Niara. Namun, sepertinya Niara enggan menerima suapan dari sang Mama.
“Ra, gimana keadaan kamu?” tanya Lulu.
“Kakak bisa lihat sendiri 'kan gimana kondisi Niara sekarang?” jawabnya dingin, tanpa berniat memalingkan wajahnya yang hanya menatap ke depan.
Lulu hanya menggeleng mendengar penuturan Niara.
“Lang, sini.” panggilnya saat baru menyadari jika Galang hanya berdiri di depan pintu.
Disana, Galang hanya memandang bagaimana kondisi Niara saat ini juga sang Mama yang sama sekali tak menyambut dirinya ketika datang bersama Lulu tadi. Utami hanya memandangnya sekilas lalu kembali terfokus pada Niara.
Galang melangkah perlahan, belum beberapa langkah tapi Galang sudah menghentikan langkahnya. Diam mematung setelah mendengar suara yang sudah seminggu ini tak ia dengar.
“Pergi,” ucap Niara.
Satu kata, namun dapat membuat Galang merasa sesak yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Detik berikutnya, Galang kembali melangkah mendekati ranjang Niara.
“Gue bilang pergi! Lo budek 'ya?!” lagi, kata-kata itu sungguh menyakitinya, namun Galang tetap melangkah dan langsung memeluk Niara, menangis disana. Menyesali apa yang sudah ia lakukan.
Niara meronta ingin melepaskan pelukan erat Galang, namun sepertinya Galang tidak mau melepaskan pelukannya.
“Lepasin gue! Lo senang 'kan lihat kondisi gue sekarang, lo puas, huh? Lo jahat ... Lo jahat, Galang!” Niara sudah menangis dan terus meronta ingin dilepaskan.
“Galang lepas!”
Sontak Galang langsung melepaskan pelukannya, ia menatap wajah Utami yang sudah memerah. Jika saja tadi Niara meminta melepaskan pelukannya, ia tak melakukannya. Tapi, saat sang Mama yang mengatakannya ia langsung melepas pelukan pada Kakaknya.
“Galang, lebih baik kamu pulang.” ucap Utami.
“Ma, Galang kesini mau jengukin Niara. Kenapa Mama malah usir Galang?” Lulu yang menanggapi ucapan Utami, sementara Galang ia hanya diam tak bergeming menatap bagaimana sakitnya tangisan Niara terdengar.
“Kamu lihat, Niara nggak mau Galang disini. Mama mohon sama kamu, bawa Galang pergi dari sini. Ini untuk kebaikan Adik kamu, Niara.”
“Galang kesini hanya untuk lihat bagaimana kondisi Niara, Ma.”
“Sekarang Galang udah lihat, jadi Mama mohon bawa Galang pergi dari sini,”
“Tapi—”
“Nggak apa-apa, Kak.” Galang menyela ucapan Lulu. Ia hanya tidak ingin perdebatan ini terus berlanjut, lebih baik ia mengalah.