Salah Paham

59 8 6
                                    


"Memang benar, saat terjadi kesalahpahaman dalam sebuah hubungan, itu akan menimbulkan yang namanya tengkar. Saat ketidakyakinan menjadi sebuah keraguan, saat itu pula rasa curiga pada seseorang yang kita sayang akan berubah menjadi amarah."

Sejak bel berbunyi menandakan akhir jam perkuliahan, Kynaya masih sibuk mencari benda pipih miliknya. Tangannya berkali-kali merogoh tas sandang yang sudah entah berapa kali dibongkar. Namun, ponsel milik Kynaya tak juga ditemukan. Kebiasaan buruk Kynaya yang selalu lupa membuat ketiga sahabatnya kerepotan dan harus terlibat dalam pencarian ponsel yang sudah sering menghilang. Gadis itu memang pelupa, kadang bukan hanya ponsel saja yang hilang, kunci sepeda motornya juga sering ikut menghilang. Ditambah lagi dengan nada panggilan dibuat silent membuat Syahna−sahabatnya−ingin memaki.

"Gimana mau ketemu kalau ponsel lo disilent, ya ampun Ky kebiasaan buruk lo itu enggak ilang-ilang ya." Gadis feminim tapi dikenal cerewet itu menggerutu kesal pada Kynaya yang masih sibuk membongkar seluruh isi tasnya.

Setelah beberapa kali membongkar isi laci dan tas, Kynaya berteriak. "Ye, ketemu. Akhirnya ya Allah, ponsel gue ketemu." Kynaya kegirangan sembari memamerkan senyum semeringah seperti orang tak bersalah. Dia tak memedulikan ocehan Syahna yang dari tadi hendak menimpluk kepalanya itu .

Mata Syahna membulat, kupingnya hampir mengeluarkan asap. "Di dalam dompet?" katanya geram. "Ya ampun, Ky. Aduh kalau enggak mikir sahabat, Aish−"

"Sabar Sya, sabar. Lo kayak enggak tau temen kita aja," pungkas Anna memotong ucapan Syahna. Anna cekikikan melihat ulah kedua sahabatnya itu.

Fify juga ikut cekikikan sembari ikut mengelus punggung Syahna agar dia tenang dan tidak marah-marah. Keadaan seperti itu sudah hal yang lumrah. Yang satu emosian, yang satu tak memedulikan sahabatnya yang sudah seperti singa yang hendak menerkam. Keadaan itu sudah sering terjadi, enggak heran kalau melihat mereka seperti itu.

Mereka berempat berteman sejak mereka duduk di bangku perkuliahan tepat di semester satu. Saat ini, mereka sudah semester enam. Syahna, Kynaya, Anna dan Fify, mereka adalah empat sejoli yang ke mana-mana selalu bersama. Syahna yang tertua di antara mereka, dia juga yang paling cerewet dan tertutup. Fifi yang paling muda dan yang paling plin-plan−enggak punya pendirian. Anna yang paling gopoh setiap kali ada tugas mendadak atau ada sesuatu yang mendesak. Tapi di antara Fify dan Syahna, cuma Anna yang enak diajak curhat. Dan terakhir adalah Kynaya yang pelupa, tapi dia yang cukup dewasa di antara ketiga sahabatnya.

"Ya udah, ayo kita pulang. Udah, udah muka jangan cemberut gitu ah, jelek tau." Kynaya menggoda Syahna dengan senyuman yang sengaja dibuat agar sahabatnya itu tidak marah.

Sebenarnya Syahna tidak marah, dia cuma sedikit kesal. Maklum jika kita punya sahabat yang pelupa pasti buat kita emosian, tapi sebenarnya sayang.

"Lo pulang sama siapa, Fy?" tanya Anna dengan tangan yang asyik mengetik pesan tanpa memerhatikan lawan bicaranya.

"Biasa, dijemput Aria."

Syahna mendengkus, sebal. "Tu ponsel enggak panas apa di kuping lo, enggak selesai-selesai teleponannya." Syahna mengamuk lagi. Dia memang begitu; emosian.

Tak mengubris amukan Syahna, Fify hanya senyum-senyum cengengesan dan berlalu meninggalkan ketiga sahabatnya. Jelas saja dia tak menjawab amukan Syahna, sebab nampak motor matic sudah menunggu di depan gerbang. Lagi-lagi Syahna hanya mengelus dada sembari mengeluarkan napas kasar. Fify memang suka begitu, suka memancing kemarahan. Ponsel tidak pernah lepas dari telinganya. Padahal, dia pakai hijab, tapi ada saja caranya supaya dia bisa teleponan. Sering ditegur tapi dia tak peduli, ibaratnya itu masuk kuping kanan keluar kuping kiri.

KYNAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang