Bab 3

219 25 1
                                    

Aku akan selalu menjadi malaikat pelindungmu. Selamanya.—Randi Faresta

-PISCES-

Pagi itu langit terasa sangat cerah. Hanya ada langit biru tidak ada setitik pun awan putih. Langit memang begitu cerah, tapi tidak dengan raut wajah seorang gadis berseragam SMA yang mematut dirinya di depan cermin. Wajah datar dan dingin menjadi salah satu andalannya. Ia segera menuju ke meja makan untuk sarapan dan segera berangkat ke sekolah.

"Mama belum bangun, bi?" Dara bertanya pada bi Sumi sembari mendudukkan tubuhnya di kursi untuk sarapan.

"Sebenarnya itu non, nyonya sudah berangkat dari subuh tadi."

Dara yang akan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya langsung terhenti begitu saja, perlahan sendok yang dipegangnya mulai turun kembali ke piring. Pandangannya berubah sedih. Beginilah pagi hari seorang Adara Valerie, saat sarapan ia selalu sendiri, tak seperti anak-anak pada umumnya yang sarapan selalu bersama orang tuanya. Dara ingin sekali mama dan papanya ada di sini sarapan bersamanya, dan bertanya pada anaknya bagaimana sekolahnya saat ini. Tapi itu hanyalah sebuah bayangan Dara yang tak pernah terwujud.

"Non, non Dara?" bi Sumi yang melihat majikannya melamun segera menyadarkannya.

"Eh iya, bi?" Dara yang mendengar panggilan bi Sumi segera menolehkan wajahnya pada bi Sumi. Ia sebenarnya cukup terkejut dengan panggilan bi Sumi tadi.

"Sarapannya cepet di habisin, non. Keburu telat nanti non Dara."

"Eh, iya bi. Bibi udah makan belum, kalau belum sama aku aja, sini." Dara menepuk kursi di sampingnya agar pembantunya itu ikut makan bersamanya.

"Nggak usah, non. Bibi makan nanti aja." Dara pun hanya menganggukkan kepalanya dan bi Sumi pun berlalu pergi ke dapur.

Setelah hampir sepuluh menit Dara berada di meja makan, akhirnya ia selesai menghabiskan sarapannya. Segera saja Dara berdiri dan menggendong tasnya. Tak lupa ia berpamitan pada bi Sumi.

"Bi, aku berangkat dulu. Assalamualaikum," pamit Dara pada bi Sumi.

"Iya, non. Walaikumsalam."

-PISCES-

Seorang lelaki dengan bibir yang terus tersenyum duduk di kursinya dengan buku pelajaran yang bertuliskan 'BIOLOGI' pada sampulnya. Bukannya membaca buku yang dipegangnya ia malah tetap tersenyum seperti orang gila. Alden yang berada di samping Randi menyadari apa yang dilakukan temannya segera menyenggol lengan lelaki itu. Tapi Randi tak bergeming, ia tetap tersenyum dan menatap ke depan, melamun. Sekali lagi Alden menyenggol lengan Randi tapi yang sekarang lebih kasar.

"Apaan sih, Al?" ucap Randi jengah dengan sikap temannya yang mengganggu imajinasinya saat itu.

"Lo yang apaan! Lo tadi ngapain coba senyum-senyum nggak jelas gitu, ini bukan hari Jumat, Ran."

Randi yang sedari tadi masih tersenyum seketika langsung mengernyitkan alisnya, tak paham dengan ucapan temannya. "Maksud lo?"

"Kan penyakit lo kumatnya hari Jumat. Penyakit gila maksudnya." Untuk kalimat terakhir Alden memelankan suaranya tapi Randi masih bisa mendengarnya.

"Kampret lo, Al." Randi memukul Alden dengan buku yang di pegangnya dengan keras, sekali-kali Alden harus diberi pelajaran.

"Lo nggak tahu apa yang gue rasain sekarang, Al." Randi bicara lagi dengan senyum yang masih mengembang.

"Ya jelas gue nggak tahulah emang gue, lo?"

"Bunuh anak orang dosa nggak sih, Al?" Randi pun mulai kesal dengan Alden.

PISCES [COMPLETED]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang