20::: Why?

994 100 4
                                    

Telanan ludah kasar setelah melihat sosok tersebut. Mendekat ke arah mereka sekarang.

Tanpa aba aba, mereka memutari pohon tempat mereka sembunyi. Memposisikan diri agar makhluk itu tak bisa melihatnya. Sedikit merasa aneh, sosok itu hanya melihat ke depat. Tak ada lirikan dari bola mata.

Kukunya memanjang, memengang pohon yang ada di sampingnya lalu di gores perlahan. Mata milik Jin hampir kena tusukan dari kuku kuku itu.

Jin dan teman temannya yang masih tersisa terus memutari pohon perlahan seiring makhluk itu berjalan. Tak ingin terlihat, mereka terus bersembunyi di balik pohon.

Kuku panjang orang tadi menancap pada salah satu pohon yang sudah Jin lewati. Memanjat ke atas dengan menyisakan bekas tusukan kuku di batang pohon.

Jin dan sisanya langsung lari dengan kaki telanjang. Ralat, jalan cepat menenteng sepatu. Berusaha agar tak tercipta suara apapun.

Suara daun daun pohon yang bergesakan kembali dapat mereka tangkap. Makhluk itu melompat dari satu pohon ke pohon lainnya.

Debaran jantung semakin menjadi jadi, sembunyi dan berjalan lagi. Terus seperti itu. Mereka tak mau menjadi santapan apapun yang mereka lihat itu.

Langkah mereka berhenti mendadak. Jin hampir terpeleset karnanya ditambah tanah licin di sini.

Makhluk itu menggantungkan dirinya di pohon yang ada di depan. Kuku kuku yang menancap menjadi penyeimbangnya. Rambut serta gaun putih yang dipakai menjuntai ke bawah.

Beberapa detik diam, lalu meloncat ke arah Jin. Empat anak itu lari menjauh masih ke arah selatan. Engga mau kehilangan keseimbangan, Jin tetep lari tanpa melihat ke belakang.

Seperti deja vu, tenaga yang tersisa mulai terkuras. Namun, sekarang bukan tanpa arah lagi. Tak ada makanan dan minum seadanya, energi mereka sangat sedikit. Mata mereka sedikit berkunang kunang.

Kelelahan selalu mereka lawan. Hingga makhluk itu tertinggal di belakang, Jin menyuruh teman temannya untuk sembunyi. Di belakang gundukan tanah bersemak menjadi pilihan.

Nafas Jin ditahannya sambil menutup mulut. Gumaman doa terus ia rapalkan. Jin berjongkok agar tubuhnya tidak dapat di lihat dari depan gundukan tanah ini. Matanya sesekali mengintip keluar persembunyian.

Dapat di lihat wanita tadi melompat ke setiap pohon, bergantungan, melompat dan memanjat lagi, layaknya seekor kera. Mungkin kesal karna tidak mendapat buruannya- Jin serta kawan kawan- makhluk itu bergerak menjauh. Ke tempat pertama ia melompat.

Syukurlah, Jin dapat menarik nafas lega. Kaki kaki tersebut kembali berjalan ke jalur tadi. Kata 'selatan' adalah jalan keluar mereka.

Selama perjalanan, otot mata mereka tak berhenti bergerak. Berjaga jaga jika sesuatu muncul tiba tiba.

Saat ketenangan mulai memasuki raga mereka, sepatu yang tadinya dilepas kembali terpakai rapi.

Selangkah demi selangkah, walaupun bisa berjalan biasa,namun nafas mereka masih aja terengah engah.

Senyap sesaat. Sampai Jin keheranan dengan Jungkook yang cukup jauh berada di belakang. Cuma berjongkok dan nenggelemin wajahnya di antara kaki kaki yang ditekuk. Awalnya Jin pikir dia lagi boker, namun disanggahnya sendiri. Engga mungkin Jungkook segila itu. Masa ngeluarinnga masih pake celana.

"Kook, lo ngapain sih?" Jin mendekat, menepuk pundak Jungkook.
"Kita engga bisa lama lama sini." Lanjut Jin. Dia takut kalo perasaan kehilangan kembali menghancurkan dinding pertahannya. Sulit jika itu beneran terjadi.

"Kook, lo engga sakit kan?." Namjoon dan Taehyung juga ikut kembali ke belakang.

"Kook?" aneh, masih tak ada jawaban. Tak ada juga suara tangisan darinya. Engga mungkin juga Jungkook pingsan dengan posisi kayak gini.

Jin menaikan alisnya, bertanya pada Namjoon ataupun Taehyung. Bahu yang dinaikan menandakan mereka juga tidak tahu.

"Ko-" belum selesai sama kalimatnya, Jungkook menghadap ke Jin. Iris mata milik Jungkook berubah putih. Jin sedikit salah fokus terhadap bagian depan rambut Jungkook. Uban? ini terlalu banyak buat disebut uban dadakan.

"Arghh!" Jungkook berteriak histeris. Bukan suara miliknya, tapi engga tahu pemilik yang asli.

Kukunya memanjang, ingin mencakar Jin di depannya. Untung Taehyung langsung narik Jin ngajauhin Jungkook.

Tanpa kejaran sama sekali, Jungkook masih berteriak kayak tadi. Kukunya yang panjang menyayat muka, serta bagian tubuh yang lain.

Tak butuh waktu lama untuk membuat darah mengalir dari setial luka yang ia ciptakan.

"Kook! lo gila ya?" Jarak masih Jin jaga agar engga diserang Jungkook. Ralat, sesuatu yang merasukinya.

Seperti orang tuli, Jungkook masih mencoba menyakiti dirinya. Sia sia saja Jin, Taehyung, sama Namjoon teriak teriak.

Menolong Jungkook? itu yang Jin inginkan, tapi bisa bisa dia diserang. Kegilaan Jungkook menjadi jadi, tawa terkadang keluar dari mulut.

"Aghh!" teriakan Jungkook yang satu ini memberanikan Jin untuk mendekat. Memang suara milik Jungkook. Kuku kuku yang tadi panjang kembali seperti semula setelah sukses menusuk nusuk perutnya.

Memberikan tubuhnya sebagai senderan untuk Jungkook, Jin terus menerus meratapi diri sebagai 'calon dokter' yang tak bisa melakukan apa apa.

"Gue beneran minta tolong sama lo," isakan Jin tak bisa ditahan.
"Tolong jangan tinggalin kita!" pinta Jin lirih. Air mata membasahi pakaian miliknya ataupun Jungkook bercampur keringat dan bau tanah. Tak ada satu katapun yang Jungkook ucapkan. Melainkan darah.

"Kook, kalo lo berani gabung sama bang Agus, Nchim atau bang J-hope, gue engga bakal ngomong sama lo lagi." Ancam Taehyung, dia sendiri tahu kalo itu engga guna. Telapak tangannya mengusap usap rambut Jungkook.

Namjoon menepuk punggung Taehyung, tatapan matanya menyuruh Taehyung bisa lebih tabah.

Taehyung bangkit, ngeluarin tangis di pelukan Namjoon. Lebih keras dari Jin disertai isakan.

Tanpa suara, Namjoon menghapus buliran buliran yang turun dari matanya. Berusaha terlihat kuat.

Jungkook, kelopak matanya engga tertutup, namun nafas serta denyut nadinya tak terasa. Perlahan, usapan Jin dapat menutup mata itu.

Pakaiannya terpenuhi oleh darah. Bau amis serta tanah berbaur menjadi satu. Agak bergidik karna aroma itu masuk ke lubang hidung Jin.

Emosi Taehyung lepas. Tangannya mendorong tubuh Namjoon, membuat pemuda itu terjungkal. Kerah bajunya juga ditarik oleh Taehyung setelahnya.

"Seharusnya mereka bisa hidup. Masih bisa rebutan wc. Masih bisa ketawa bareng. Tapi apa?" Taehyung melirik ke atas, tangis dan tawa miris muncul.
"Salah mereka apa? salah mereka apa? ngapain harus mereka?." Kakinya yang lemas membuat Taehyung ambruk di depan Namjoon. Memukul mukul tanah walaupun itu tak dapat mengubah apa apa.

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang