[1]

18.1K 297 3
                                    

Setibanya di Desa Bahalap, kedatanganku sudah dinanti Mina Usu yang  kebetulan tetangga yang mengurus dan merawat rumah Tambi
setelah kematiannya.

Suasana desa yang nampak Asri dan segar memanjakan mataku sepanjang perjalanan dari jalan raya ke pintu gerbang desa ini. Meskipun aku sedikit kesusahan ketika harus mengangkat dipundak tas pakaianku yang isinya cukup banyak.

Maklum, jika tinggal pada tempat baru aku akan selalu menyiapkan segala sesuatunya untuk berjaga-jaga.

"Apa kabar Mina?" Tanyaku seraya menyodorkan tangan untuk bersalaman pada Mina Usu.

Respon tubuhku melambat seiring dengan kuatnya dekapan yang aku terima. Aku terdiam sedangkan Mina Usu kini telah memeluk tubuhku erat yang ku balas tidak kalah eratnya. Sungguh aku merindukan sosoknya yang sudah ku anggap seperti ibuku sendiri meski bertahun lamanya kami tidak pernah berjumpa lagi semenjak aku di asuh Om Marwan setelah kecelakaan yang merenggut kematian orangtuaku.

Kembali pada sekarang. Mina Usu membantu mengangkat tasku yang lumayan berat ke dalam rumah kayu berbentuk memanjang dari depan ke belakang. Pada dinding terdapat ukiran-ukiran batik yang tampak rumit dan cat memudar dimakan usia.

Setelah menujukkan kamar, aku merebahkan tubuh pada kasur setelah tadi menolak halus ajakan Mina untuk makan. Lama aku memandang seisi  kamar hingga akhirnya netraku tidak bisa diajak kompromi hingga terlelap nyenyak tanpa memikirkan hari yang sudah gelap dan nyamuk berkeliaran ditempat.

__

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam ketika pintu kamarku di ketuk dari luar. Aku beranjak menuju pintu setelah sebelumnya menutup jendela yang terbuka mengantarkan semilir angin malam.

Seorang wanita muda tampak berdiri dihadapanku. Tampilannya, layaknya seperti gadis desa pada umumnya. Wajah polos tanpa make up dan kulit yang kecoklatan.

Ia memamerkan senyum sedikit sebelum berkata

"Ibu memintaku memanggilmu makan malam, Kak." Katanya. Namun matanya tak berhenti memindai bagian tubuhku dari atas hingga bawah.

Aku risih tentu saja. Cukup tidak sopan untuk memindai penampilan orang lain secara gamblang sepertinya. Namun aku berusaha memaklumi dengan mengangguk mengiyakan ajakannya, alih-alih menegur untuk memperbaiki sikapnya yang ku tebak usianya sepantaran denganku.

Aku menghela napas kemudian mengikuti langkah  kaki gadis itu dalam diam.

**

Please vote untuk lanjut..

KINARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang