[5]

8.4K 148 16
                                    

"Kakak, bisa bantu Gladis tidak?"

Aku menghampiri Gladis yang sedang  menyiapkan rantang makanan di atas  meja makan. Memasukkan nasi dan lauk-pauk secukupnya.

"Buat siapa?" Tanyaku penasaran. Seingatku semua orang rumah sudah sarapan bersama pagi tadi.

Gladis mencuci tangan lalu mengelapnya menggunakan serbet yang tergantung di samping lemari  kayu yang berusia cukup tua namun masih kokoh dan layak pakai.

"Buat bapak, Kak." Sahutnya.

Aku mengangguk.
"Terus kakak perlu bantu apa?" Akhirnya aku menanyakan tujuan Gladis memanggilku  dengan dalih meminta tolong.

"Bantu Gladis anterin makanan buat bapak di perkebunan Tuan Adam," Katanya ringan.

Aku mengerutkan kening, bingung.
"Adam siapa?"

Gladis menggaruk tengkuknya yang ku yakin sekali tidak gatal. Kakinya bergerak gelisah.

"Pria yang bertengkar dengan kakak tempo hari," Aku Gladis.

Aku terhenyak, namun secepat mungkin mengembalikan ekspresi semula. Menghembuskan napas pelan. Ku genggam erat rantang makanan yang telah Gladis siapkan dan mengajaknya pergi sebelum  hari semakin beranjak siang.

"Ayo," Kataku.

Sejujurnya, gelisah merayapiku.

__

Perkebunan yang Gladis maksud berada sekitar 500 meter dari rumah. Tepatnya berada di belakang rumah Tuan Adam, pemilik sah perkebunan karet yang tergolong cukup besar bagi penduduk di desa ini. Untuk menuju kesana, aku dan Gladis melewati jalan setapak yang yang tidak jauh dari samping rumah besar itu. Rumah Adam.

Sepanjang perjalanan, aku merapal banyak permohonan dalam hati. Semoga saja tidak berpapasan dengan Adam atau apalah itu.

Semoga saja.

KINARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang