Arkana Putra, pria 31 tahun ini sangat membenci rumah sakit. Karena menurutnya, tempat itu begitu sendu dan suram. Belum lagi ingatannya tentang Paman Rudi, adik kandung ayahnya, yang meregang nyawa di hadapannya akibat penyakit lever. Kejadian yang terjadi, saat Arkana masih berumur delapan tahun. Saat di mana konsep kematian masih jauh di luar pemahamannya. Yang Arkana tahu saat itu hanyalah, Paman Rudi sedang sakit dan terbaring di ranjang besi yang kasurnya dibalut seprei berwarna biru muda. Ayahnya mengusap-usap dada kurus pamannya, dan dengan posisi membungkuk, ayahnya terus mengucapkan syahadat berkali-kali di depan telinga Paman Rudi. Arkana mendengar pamannya mengikuti ucapan ayahnya dengan suaranya yang terdengar berat dan lemah. Saat itu, istri Paman Rudi, Bibi Ayu, yang duduk di pinggir ranjang di seberang ayahnya, terus menangis sambil memandangi wajah Paman Rudi yang terlihat semakin layu. Saat itu, ibunda Arkana juga ada di kamar, beserta nenek dari ayahnya. Lalu Xena—anak dari Paman Rudi dan Bibi Ayu yang masih berumur tiga tahun—sedang tertidur pulas di atas sofa panjang berwarna hijau (Arkana duduk di pinggirannya yang berbentuk melingkar dan empuk) yang terletak tak jauh dari ranjang tempat Paman Rudi dibaringkan.
Tak lama berselang, situasi sedu sedan itu berubah menjadi mencekam. Tangis Bibi Ayu semakin menjadi-jadi, sambil memeluk tubuh Paman Rudi. Ibu dan neneknya berdiri menghadap Paman Rudi sambil menangisinya. Sedangkan ayahnya berjalan menjauhi ranjang, lalu berdiri mematung menghadap tembok, berusaha menyembunyikan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. Arkana baru mengetahui sebab kesedihan itu lima belas menit kemudian, setelah ayahnya secara pelan-pelan dan dengan kata yang terucap sangat berhati-hati menjelaskan bahwa, Paman Rudi sudah meninggal dunia.
Suasana sendu dan suram, di tambah memori tentang kematian Paman Rudi adalah komposisi yang saling melengkapi bagi Arkana untuk membenci rumah sakit.
Namun ironinya, sudah sekitar satu bulan ini Arkana harus membuang kebenciannya jauh-jauh terhadap rumah sakit. Istrinya, Sofia, di vonis gagal ginjal kronis stadium 4 oleh dokter.
Sebelum dirawat di rumah sakit, Sofia memang sering mengeluh gatal-gatal dan nafsu makannya menurun. Hingga akhirnya kesehatannya memburuk, dan secara heroik Arkana berinisiatif membawa Sofia ke tempat yang paling dia benci, rumah sakit. Karena cinta? tanggung jawab sebagai suami? atau mungkin keduanya? entahlah.
Ayah Sofia, Pak Herman. Sempat tidak mempercayai vonis dokter. "Tidak mungkin Sofia gagal ginjal. Sofia kan tidak mengidap penyakit diabetes," kata Pak Herman sedikit emosi kepada Arkana, saat Arkana mengabari keluarga Sofia melalui sambungan telepon tentang kondisi kesehatan istrinya.
Pak Herman menolak vonis dokter dengan pemikiran: penderita gagal ginjal, haruslah penderita diabetes juga. Arkana menganggap pemikiran mertuanya itu semacam reaksi paling waras, yang bisa dilakukan seorang ayah yang mencintai putrinya. Pak Herman mengetahui lebih banyak dari apa yang dia ucapkan tentang penyakit ginjal, dan Arkana tahu itu.
Arkana berpendapat, Sofia mengalami gagal ginjal kronis akibat efek dari kecelakaan mobil yang dialaminya satu tahun yang lalu (crush syndrome). Arkana pernah menonton sebuah acara di televisi yang membahas tentang kejadian crush syndrome terbesar di dunia, yang terjadi setelah gempa bumi di Marmara, Turki, pada tahun 1999. Setelah gempa tersebut, ratusan orang yang berada di lokasi saat terjadinya gempa, mengalami gagal ginjal akut.
Satu tahun lalu, Sofia mengalami kecelakaan lalu lintas. Mobil Honda Civic hitam yang ditumpanginya menghantam tiang listrik, saat ingin menghindari pemotor sinting yang tiba-tiba muncul dari belakang truk pengangkut kelapa sawit dari arah berlawanan. Mobil itu ringsek di bagian depannya. Arkana berterima kasih kepada Tuhan, karena sabuk pengaman kursi penumpang depan tempat Sofia duduk, berfungsi dengan baik, sehingga tubuh Sofia terhindar dari benturan dengan dashboard. Sofia mengalami luka ringan karena kejadaian itu; memar di bahu, leher terkilir, dan sebuah sayatan sepanjang delapan centimeter di pergelangan tangan kanannya akibat terkena pecahan kaca depan mobil. Sofia beruntung? Ya, sangat beruntung. Karena nasib orang yang mengemudikan mobil itu sangat berbeda dengan Sofia.
Pengemudi mobil itu tidak mengenakan sabuk pengaman saat terjadi kecelakaan, ditambah kondisi airbag mobil yang tidak mengembang saat terjadi benturan. Kombinasi itu mengakibatkan kepala dan dada pengemudi menghantam stir, saat mobil menabrak tiang listrik. Pengemudi tersebut mendapatkan geger otak, patah tulang leher, dan beberapa tulang rusuk yang patah akibat kecelakaan itu. Ditambah tulang kering kaki kirinya yang patah, dan bagian patahannya yang lancip menumbus kulit kakinya, sehingga terlihat jelas tulang putih berlumur darah dari kaki yang berjuntai saat paramedis mengeluarkannya dari dalam mobil naas tersebut.
Sofia selamat dari kecelakaan tersebut, Arkana begitu bersyukur kepada Tuhan. Namun, nyawa pengemudi mobil itu tidak terselamatkan. Kematiannya menimbulkan duka yang begitu dalam bagi Sofia, Arkana, dan seluruh keluarga besarnya. Sofia harus di taruh dalam daftar teratas dari semua orang yang berduka atas kematian pengemudi mobil itu, karena duka itu membuatnya hampir gila.
Pengemudi mobil yang meninggal dunia karena kecelakaan itu bernama, Sephia. Saudara kembar dari Sofia.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAYIT [Complete]
HorrorWARNING 18+ CERITA INI PENUH DENGAN ADEGAN KEKERASAN. HARAP KEBIJAKAN PARA PEMBACA. Judul: MAYIT Genre: Horor/Thriller Status: COMPLETE (tahap revisi) -Beberapa kali peringkat 1 Paranormal -Beberapa kali peringkat 1 Horror -Beberapa kali peringkat...