Arkana melangkah cepat menuju halaman belakang rumah, sambil menenteng rambut palsu yang dia rebut dari Sofia. Pemahaman tentang adanya batas beban yang bisa ditanggung pikiran manusia mungkin ada benarnya. Kejadian mistis yang menyelubungi kehidupan Arkana akhir-akhir ini, dan tingkah aneh Sofia pagi ini, benar-benar telah mengusik tingkat kewarasannya di level yang paling mematikan. Sesuatu tentang rambut palsu itu telah menggoyahkannya, memicu amarahnya, menyinggungnya, dan menyakiti hatinya. Ada fakta-fakta yang disembunyikan dan hanya diketahui oleh beberapa orang saja di dalam kehidupannya. Sesuatu tentang apa yang terjadi dua tahun sepuluh bulan yang lalu. Tentang pemerkosaan yang terjadi di Blue Hotel. Tentang Sephia yang mengandung. Tentang pertukaran identitas antara Sofia dan Sephia, dan tentang fakta bahwa Audry sebenarnya bukan anak kandung Arkana dan Sofia.
☠️☠️☠️
Blue Hotel, dua tahun sepuluh bulan yang lalu.
Blue Hotel adalah satu dari tiga hotel berbintang empat, yang terdapat di kota Bandar Lampung. Terletak di posisi menguntungkan di sudut jalan Dr. Susilo, berseberangan dengan rumah sakit Ibu dan Anak, dan berdiri tepat di samping Kantor Kementrian Kesehatan, membuat hotel ini selalu ramai dikunjungi para tamu. Jendela-jendelanya yang terang dan empat tiang keemasannya yang bergalur, membuat hotel ini tampak mewah dari depan. Bahkan jika dilihat dari jauh, auranya yang elegan menonjol hingga berkilo-kilometer jauhnya.
Di kamar nomor 205, di sofa yang berlapis kulit warna coklat tua, duduk seorang pria berambut ikal panjang sebahu yang mengenakan setelan mahal serba hitam. Sambil bersender di sofa, dia berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Sebuah perintah disuarakan, “bawa saja dia ke sini. Kita bisa bersenang-senang sebelum membunuhnya.”
Pria itu adalah Sadam Anggara. Pria berumur dua puluh delapan tahun, yang baru saja diangkat menjadi Direktur Blue Hotel—oleh ayahnya sendiri (pemilik Blue Hotel).
Lahir di keluarga kaya raya dan berpendidikan tinggi, tidak membuat Sadam berprilaku sebagaimana mestinya—setidakanya seperti yang diharapkan kedua orang tuanya. Kegemarannya dengan gemerlap dunia malam, membawanya masuk dalam lingkaran menyesatkan. Menjadi pemakai narkoba hanyalah awal, karena pada akhirnya dia menjadi pelaku binis zat terlarang tersebut. Sepak terjangnya dalam bisnis narkoba bukan lagi berada di level kelas teri. Konsumennya bukan para pelajar yang berkantong pas-pasan, apalagi musisi kere yang ingin bergaya seperti rockstar padahal uang saku masih dari ayah bunda. Para pejabat pemerintahan, pebisnis, hingga artis, adalah para pelanggan setianya. Bisnis haramnya tumbuh dengan cepat, dan tidak membutuhkan waktu yang lama baginya, untuk menjadi salah satu bandar besar dalam percaturan bisnis narkoba di Indonesia.
Namun, di tengah kesuksesannya, hadir seorang wanita muda dengan ambisi untuk mempublikasikan bisnis haramnya di koran lokal, Berita Lampung. Wanita ini bernama Sephia. Seorang wartawan yang bekerja untuk surat kabar lokal, Berita Lampung.
Sudah sekitar satu tahun terakhir, Sephia menyelidiki bisnis haram Sadam. Sesuatu yang membuat pimpinan Berita Lampung, Bapak Rudi Indra Santoso, terus memperingati Sephia untuk menghentikan investigasinya. Kekhawatiran Pak Rudi berlandaskan akan fakta, bahwa pengaruh Sadam dalam percaturan bisnis narkoba terlalu kuat untuk ditaklukkan Sephia, dan kekhawatiran Pak Rudi tersebut, terbukti benar.
Satu minggu sebelum pemerkosaan yang terjadi di Blue Hotel, salah satu anak buah Sadam memergoki Sephia sedang memotret meja yang terletak di sudut lounge Blue Hotel. Tempat di mana Sadam sedang menjamu Fadli Ahmad—pebisnis muda yang menjadi terkenal karena sidat hasil budidayanya berhasil di ekspor ke Jepang, yang Sephia yakini, di meja itu sedang terjadi transaksi narkoba—dugaan yang sebenaranya tepat. Sempat terjadi keributan kecil di tengah hentakan musik, tawa pengunjung yang tidak menyadari keributan itu, dan asap rokok yang mengepul, menyesakkan. Sephia berhasil pergi, tanpa harus diintrogasi. Tapi, handphone yang dia gunakan untuk memotret, berhasil dirampas oleh anak buah Sadam. Sebuah barang bukti yang berhasil mengungkap identitas Sephia, dan yang terjadi setelahnya, selama berhari-hari dia harus bersembunyi, karena Sadam memerintahkan seluruh anak buahnya untuk mencari dan menangkapnya.
Dan, di malam itu, setelah Sephia ditangkap di rumah kosan tempat persembunyiannya. Sephia dibawa ke dalam kamar 205 Blue Hotel dalam keadaan tidak sadar—salah satu anak buah Sadam menyuntikkan propofol sebelum membawanya. Sadam bangkit dari sofa, lalu berjalan sambil tersenyum sinis dan menatap Sephia yang dibaringkan di atas ranjang. Saat tiga anak buahnya hendak keluar kamar untuk mempersilahkan majikannya memangsa buruannya, sebuah perintah kembali diserukan Sadam, “kalian tetap disini. Nikmati hasil jerih payah kalian.” Lalu tawa memenuhi kamar 205.
Sadam melangkah ke sisi ranjang, lalu jarinya menggerayangi tubuh Sephia yang masih ditutupi kaos dan rok mini sebagai bawahannya. Kemudian kedua tangannya mencengkram kerah kaos putih Sephia, lalu merobek kaos itu hingga pusar. Dengan tatapan yang lapar, mata Sadam menatap payudara Sephia yang masih ditutupi bra hitam.
“Ambilkan aku pisau itu,” perintah Sadam, sambil menunjuk ke pisau buah yang berada di atas piring keramik putih, di atas meja bundar depan Sofa. Setelah pisau sudah berada di genggamannya, Sadam menyayat tali bagian tengah depan bra, lalu menyibak bra, dan membiarkan payudara Sephia terbuka. Seluruh mata pria di kamar 205 tertuju kepada payudara sewarna putih susu dan mulus, dengan puting yang berwarna merah muda pucat. Tangan Sadam mulai menyusuri payudara Sephia, dan napasnya yang tenang, berubah menjadi cepat, penuh nafsu.
Kejadian setelahnya tampak seperti adegan di saluran televisi Animal Planet. Di mana para sekumpulan predator, menikmati hasil buruannya bersama-sama. Sadam bagaikan singa jantan yang memonopoli hasil buruan singa betina. Dia adalah yang pertama dalam segala hal yang terjadi di kamar 205 malam itu. Sedangkan Ivan dan Aji, menerima sisa-sisanya. Pemerkosaan itu terjadi hampir satu jam lamanya, dan selama satu jam itu, Sephia yang dalam keadaan terbius, harus menerima ciuman di bibirnya, gigitan Aji di payudaranya, pandangan pria-pria yang memandangi bagian selangkangannya, merabanya, menjejalinya dengan penis. Diperkosa bergiliran.
Sesuatu yang memicu amarah Sadam terjadi—setelah dirinya memakai kembali celanannya, saat matanya menangkap sosok Ferdian—salah satu anak buahnya yang malam itu juga berada di dalam kamar 205—sedang berdiri menghadap jendela, dengan tatapan yang tertuju ke arah handphone yang dia genggam di tangan kanannya. Hanya perlu beberapa detik bagi Sadam, untuk menyadari kalau handphone yang berada di genggaman Ferdian adalah milik Sephia (Ferdian adalah anak buah Sadam yang menyita handphone Sephia, sekaligus yang memimpin upaya pencarian dan penangkapan Sephia).
“Ferdian?! Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Sadam penuh curiga.
Sontak Ferdian melangkah mundur, matanya menatap takut ke arah Sadam dengan wajahnya yang pucat tanpa berkata apapun.
Reaksi Ferdian yang mencurigakan, memicu Sadam untuk menghampirinya dan merebut handphone milik Sephia dari genggamannya.
Amarahnya meledak, ketika matanya melihat layar handphone Sephia. Sebuah pesan WhatsApp terkirim kepada Arkana, tertulis: Kamar 205, Blue Hotel. Dan Sadam menjadi begitu panik, ketika sekonyong-konyong handphone milik Sephia berdering. Arkana sedang memanggil ....
KAMU SEDANG MEMBACA
MAYIT [Complete]
HorrorWARNING 18+ CERITA INI PENUH DENGAN ADEGAN KEKERASAN. HARAP KEBIJAKAN PARA PEMBACA. Judul: MAYIT Genre: Horor/Thriller Status: COMPLETE (tahap revisi) -Beberapa kali peringkat 1 Paranormal -Beberapa kali peringkat 1 Horror -Beberapa kali peringkat...