24

9K 511 27
                                    

Arkana terbangun sekitar pukul tujuh pagi, setelah tidur selama hampir empat jam. Pikiran terakhirnya sebelum tertidur adalah, siapa yang membuatkan kopi?

Ketakutan adalah obat perangsang yang kuat, cukup untuk membuat Arkana kehilangan beberapa jam waktu tidurnya tadi malam. Dia pernah berpikir semua kejadian mistis yang dia alami beberapa bulan terakhir, akan berangsur menghilang-lalu dilupakan-sepulangnya Sofia dari rumah sakit. Namun kejadian tadi malam, justru malah menambah daftar kejadian mistis yangd ia alami. Jika yang diucapkan Dito benar, bahwa yang mengantarkan kopi tadi malam adalah Sofia, Arkana tidak akan bisa berkata apa-apa selain harus mempercayai perkataan Dito, walaupun tanpa bukti.

Hanya ada tiga orang dewasa tadi malam yang berada di rumah: Sofia yang sedang tidur, Dito yang duduk di teras depan, dan Arkana yang sedang berada di lantai dua untuk mengambil laptop. Satu-satunya orang yang paling memungkinkan untuk pergi ke dapur lalu membuat kopi hanyalah Dito seorang. Arkana memikirkan kemungkinan ini tadi malam, lalu terbantahkan dengan fakta: Dito tidak memiliki waktu yang cukup untuk membuat kopi. Lima belas menit dan mengerjakannya tanpa suara? Itu sangat mustahil, pikir Arkana. Lalu fakta lain tentang kepribadian Dito yang canggung, semakin meyakinkan Arkana kalau yang membuat kopi tadi malam bukanlah Dito. Jangankan masuk ke dapur lalu membuat kopi tanpa izin. Bahkan untuk izin ke toilet saja, orang seperti Dito akan mengucapkannya dua kali dan itu akan ditambah ucapan terimakasih sesudahnya, batin Arkana.

Arkana bangkit dari kasurnya, lalu sejenak menatap ke atas ranjang. Matanya menangkap Sofia dan Audry masih tertidur pulas saling berhadapan, tidurlah kalian berdua sampai neraka membeku, dia membatin lalu tersenyum penuh kelegaan. Kemudian dia keluar dari dalam kamar, melangkah menuju kamarnya di lantai dua, mandi, mengenakan celana denim, kaos, lalu turun ke lantai bawah untuk menyantap roti dan menikmati secangkir kopi-menu sarapan yang sudah disiapkan Ibu Surti. Sarapan adalah sebuah kewajiban yang harus dia lakukan sebelum pergi menjalankan aktivitasnya.

☠️☠️☠️

Perjalanan menuju Santana Musik dia rasakan lebih cepat hari ini. Lalu lintas di kawasan Jendral Sudirman menjadi lebih sepi, karena para supir angkutan umum, sedang melakukan demonstrasi menuntut penurunan harga bahan bakar di depan Balai Kota. Kalian tahu? Apa yang kalian lakukan itu, sia-sia ... pikir Arkana sambil mengemudikan laju mobilnya di kawasan Jalan Jendral Sudirman, yang lebih sepi dari biasanya.

Dia tiba di Santana Musik sebelum pukul sembilan pagi dan matanya menangkap tiga karyawannya sedang duduk menunggunya di depan ruko yang pintunya masih tertutup. Riski menghampirinya untuk mengambil kunci. Ya, Riski adalah karyawan Santana Musik yang selalu menghampiri Arkana ketika dia baru tiba di pagi hari untuk meminta kunci pintu ruko kepada Arkana, lalu membukanya. Juru kunci, adalah julukan yang diberikan Arkana untuknya.

Cahaya matahari membanjiri seisi Santana Musik setelah Riski membuka pintu lipat ruko dan membuka pintu utama toko. Banjirilah tanah suci ini dengan sinar cahaya matahari yang cemerlang, ucap Arkana dalam hati sambil melangkahkan kakinya memasuki Santana Musik, lalu duduk di kursi belakang meja kasir, menghidupkan komputer, dan membaca halaman pertama Tribun Lampung-yang dia beli dari pedagang koran di lampu merah Bundaran Gajah, Enggal.

Handphone-nya berdering ketika dia sedang membaca berita tentang karyawati minimarket yang menjadi korban tindak kekerasan serta pelecehan seksual, ketika minimarket tempat si korban bertugas dihampiri dua orang perampok tadi malam. Dengan tatapan yang masih tertuju ke berita yang dia baca, Arkana meraba-raba meja kasir, dan bagai seorang master sulap, tangannya dapat menangkap handphone-nya, lalu-tanpa melihat siapa yang memanggil-dia segera menerima panggilan tersebut.

"Halo," sapanya. Itu mungkin Sofia yang ingin mengingatkan dia-untuk yang ketiga kali-agar tidak lupa membeli susu formula Audry ketika pulang.

Namun bukan Sofia yang menelponnya. Itu Dito.

"Arkana? Aku punya kabar buruk."

Dia buru-buru meletakkan koran di atas meja. "Kabar buruk apa?"

"Sadam ... dia sudah pulang dari Amerika."

"Sadam?" Tanya Arkana. Perutnya tiba-tiba berasa nyeri. "Apakah kau yakin?"

"Ya, aku mengantri tepat di belakangnya, saat ingin membayar belanjaanku di minimarket," kata Dito.

"Baiklah, aku mengerti," balas Arkana. Dia menahan keinginannya untuk berteriak.

Setelah menutup telepon dan duduk beberapa waktu. Arkana bangkit dari kursinya, lalu berjalan keluar toko, berdiri di depan mobilnya, dan menghidupkan rokok dengan korek api. Bisa jadi itu bukan Sadam. Orang itu seharunya sudah mati terkena karmanya sendiri, pikirnya. Namun satu sisi di dalam hatinya, dia yakin bahwa sosok yanga dilihat Dito, memang benar Sadam. Apa aku harus menyampaikan berita ini kepada Sofia? Hei ... sayang, bagaimana keadaanmu? Oh ya, kau masih ingat dengan Sadam? Bajingan yang sudah memperkosa Sephia dua tahun lalu? Dia baru pulang dari Amerika. Apakah kau senang mendengarnya? Ayo kita bunuh saja dia! Arkana membatin dan kalimat bangsat sudah sampai di ujung lidahnya.

☠️☠️☠️

Sofia duduk di tepian ranjang kamar tamu lantai satu kediamannya. Pandangannya dia hadapkan ke Audry yang sedang bermain masak-masakan di atas lantai.

"Audry?" panggil Sofia.

Audry mendongakkan kepalanya, lalu mata bulatnya menangkap seringai ibunya.

"Kau tahu, Audry?" ucap Sofia kepada anaknya. "Kesabaran manusia akan mencapai batasnya, ketika manusia itu jatuh semakin dalam di dalam kegelapan dirinya sendiri. Ketika itu terjadi. Kengerian akan menghadirkan satu kengerian lainnya."

MAYIT [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang