Prompt 1

21 4 28
                                    

"Ya! Ya! Ya!"

Hila menepuk lenganku brutal. Gadis dengan rambut panjang hitam lurus itu masih berseru histeris bak melihat aktor hollywood atau si nomor satu di negeri ini.

"Apa sih Hila," ujarku kesal. Cream dari cake yang kumakan jadi kemana-mana, huh, menyebalkan sekali.

"Liat deh, liat, Na." Kulirik Hila memandang ke arah pintu masuk kafetaria kampus kami. Namun tubuhku terlalu enggan untuk memutar. Lagi pula sedikitpun aku tak tertarik dengan apa yang dilihat sahabatku itu. Meskipun kusadari betul ada pancaran rona bahagia diwajah gadis itu.

"Ih, Hana liat itu ih," katanya memaksa bahkan tanpa permisi membalikkan tubuhku hingga kini netraku menangkap segerombolan gadis sebayaku mengerubungi sesuatu. Jika boleh kuibaratkan persis seperti semut tengah mengerubungi gula.

"Ayo ke sana," serunya.

Aku melengos. Yang benar saja, aku tak suka keramaian dan ia mengajakku bergabung dengan mereka semua? Wah, jika iya berarti aku tidak waras alias gila alias otakku sudah tidak pada tempatnya.

"Hana, ayo!" Hila mengguncang tubuhku karena aku tak kunjung memberi tanda akan beranjak. "Hana buruan, kapan lagi ih ngeliat mereka."

"Hila, orang waras mana yang mau ikut ngerumun kayak gitu, No!" tolakku.

Ia mencebikkan bibir dan aku tak peduli sebab red velvet cake ku terlalu sayang untuk diabaikan. Beberapa menit kutinggal meladeni rengekan Hila saja aku sudah merasa sangat bersalah.

"Na, ayolah. Mumpung mereka di sini, kapan lagi sih kita ketemu mereka."

Sahabatku ini tak tahu caranya menyerah kupikir. "Siapa sih, siapa!"

"My love."

Aku mencibir mendengar jawaban Hila. Ditambahlagi gadis itu berbicara dengan senyum gilanya. Benar-benar mengerikan.

"Sumpah Na. Gue mau ngasih love letter, ayo ke sana."

"Ya sana kasih, ngapain ngajak gue," balasku masih keukeuh dengan penolakan.

Hila mengerucutkan bibirnya. Matanya menyayu. Aku mengerang kesal, ia ingin meluluhkanku dengan tangisannya, dan oke itu berhasil. "Ayo!" seruku. "Tapi lo traktir gue red velvet cake seminggu full?"

"Deal!" katanya menjabat tanganku. Wajahnya merekah dan aku kesal melihatnya, sungguh.

Ia menarik lenganku menuju kerumunan. Kupikir ada jumpa fans di sana. Jarak kami mulai terkikis dan samar-samar kutangkap sosok akrab tengah tersenyum lebar di tengah-tengah sana.

Aku berdecak sebal. "Sok ganteng," umpatku.

"Memang ganteng." Hila menyahuti. "Na, Na, gue udah cantik belom?"

Tanya Hila hanya ku jawab dengan anggukan. Padahal aku sendiri tak menoleh ke arah sahabatku itu. Sebab netraku terlanjur mengunci satu wajah. Wajah yang tampak menyebalkan tapi aku tak bohong jika aku merindukan wajah itu.

Kaitan tangan Hila di lenganku sudah dilepasnya. Kupikir ia siap berdesakkan dengan para gadis ini untuk memberika  surat cintanya yang sungguh aku tak peduli akan diberikannya pada siapa. Sekali lagi, yang kupedulikan hanya sosok itu. Sosok laki-laki berkemeja putih yang lengannya digulung sesiku.

God! Damn it!

Aku tak tahan jika hanya berdiam diri memandangi. Aku menarik napas dalam, lalu melangkah mendekat ke kerumunan menyeruak kasar bahkan agak mendorong para gadis itu. Bisa kudengar umpatan yang mereka tujukan untukku. Apa peduliku? Sumpah terserah bahkan jika mereka ingin mengutukku silakan.

Tanganku berhasil mencengkram lengan laki-laki itu. Ia menatapku dengan kening berkerut. Kutarik ia keluar dari kerumunan dengan tenaga yang kupunyai.

Kami berdiri berhadapan. Tanganku bergerak dengan sendirinya menangkup wajah laki-laki yang ada di depanku ini. Tubuh kami terpaut beberapa senti, aku berjinjit. Perlahan mendekatkan diri kewajahnya dan aku adalah orang tidak waras yang kusebutkan tadi.

"HANAAAAA!"

Runguku menangkap jelas teriakan itu, bahkan tanpa melihat pun aku tahu siapa si pemilik suara. Maaf Hila, teriakanmu tak akan menghentikanku.

Kelopak mataku terpejam. Menikmati deru napasnya yang menyapu wajahku. Tak ada yang kulakukan, aku hanya menempelkan bibirku dibibirnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sepotong CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang