Second Prompt One : ONE PLUS ONE EQUALS YOU

15 5 24
                                    

Teriakan histeris para gadis membuat para pemuda yang berada di tengah kerumunan itu kompak menutup telinga. Terlebih Johnny, selain mengorbankan pendengarannya ia juga harus rela lengannya dipukul brutal sang kekasih.

"Apasih, Sila. Jangan rusuh kenapa," protes Johnny.

Alih-alih berhenti, pukulan itu berubah jadi cubitan. Bahkan membuat Johnny harus merapatkan tubuhnya pada Haechan. Tunggu, omong-omong Haechan kenapa anak itu tidak ada di sana.

"Heh, Haechan mana, kok ilang," ujar Johnny pada Mark.

"Lah mana?" Mark balik bertanya.

"Itu ih itu," geram Sila masih terus memukuli Johnny.

"Ya jangan pake mukul, biru nih," omel Johnny.

"Huhuhu, itu, John, itu." Sila jadi merengek sendiri. Menunjuk keluar kerumunan. Johnny kehilangan kata melihat pemandangan beberapa meter dari posisinya itu.

"Gila," umpat Johnny dan buru-buru menutup mata sang kekasih.

"Ngapain ditutup ih, gue udah liat dari tadi. Lo tuh telat," amuk Sila melepas paksa tangan Johnny dari wajahnya.

"Itu gimana ceritanya?" bisik Johnny pada Sila.

Sila tak menjawab tapi wajahnya berubah bak kepiting rebus. Otaknya sibuk mengumpati gadis yang tak dikenalnya sama sekali itu.

🍁🍁🍁

Sumpah demi Tuhan, gadis waras mana yang berani mencium laki-laki di depan umum? Haechan yakin betul gadis dihadapannya ini gila. Namun mungkin Haechan lebih gila lagi karena tak berusaha menarik kepalanya atau mendorong gadis lancang itu supaya menjauh. Membiarkan gadis itu tetap menyatukan bibir mereka. Justru memandangi kelopak mata yang mulai menutup perlahan.

Ck, cream. Red velvet, batin Haechan. Meski selanjutnya meruntuk kenapa ia jadi merasakan bibir gadis itu.

"HANAAAAA!"

Oh, namanya Hana. Eh, Hana? Lagi Haechan membatin. Setengah hatinya menolak tapi setengah hatinya yang lain menerima. Ingatan itu memutar dikepalanya, karena ego selalu memenangkan perdebatan di dalam dirinya maka ia akan menolak ingatan itu tanpa mempertimbangkan hal lain.

Haechan cukup kaget begitu pipinya basah. Keningnya berkerut, dalam hati bertanya-tanya apa yang terjadi. Jarak mereka yang terlalu dekat membuat netranya tak leluasa untuk melihat.

"LIMA BELAS MENIT LAGI TAMPIL KE BACKSTAGE SEKARANG!"

Teriakan itu cukup menyadarkan Hana, karena ia menarik kepalanya menjauh. Bahkan kedua tangannya sudah tidak lagi menangkup pipi Haechan seperti sebelumnya.

"Sorry, i'm out my mind. I thought you were someone i knew."

Haechan menganga tak percaya. Hana, gadis itu berbalik dan melenggang pergi begitu saja tak lupa menyeka santai air matanya.

"Kok kayak jadi gue yang berbuat kesalahan terus dicampakkan ya?" cibir Haechan. "Red velvet?"

Hana menoleh. Kalimat yang ada diujung lidah siap diucapkan Haechan itu tertelan kembali karena tarikan paksa dari sang leader.

"Ga usah modus lo nyium cewek," amuk Doyoung yang sudah mengunci lehernya.

"Dia aja modus nyosor gue," balas Haechan tak terima dihakimi. Namun jadi tertawa geli sendiri. "Cantik sih gapapa."

"Ya sakit dong, nggak usah rusuh," protesnya begitu dihujani pukulan dan berbagai sisi dari rekannya yang lain.

"Kak, kenapa cewek lo nunduk aja dari tadi," ujar Haechan keheranan melihat Sila yang tampak lebih diam dari biasanya.

"Gara-gara lo bocil," amuk Johnny.

"Lah kenapa gue, sakit Kak Sila?" tanya Haechan.

"Nggak, gu-gue gapapa," jawab Sila terbata.

"Tapi muka lo merah Kak. Alergi?"

"BERISIK!" amuk Sila membuat Haechan jadi menyembunyikan diri di belakang Taeil memohon perlindungan.

"Udah jangan digangguin, pms dia," kata Taeil menengahi dan tentu mendapat pelototan tajam dari Sila.

"Gelut dong gelut, suka nih gue," kompor Doyoung yang mendapat sambitan dari Sila.

Kedua sudut bibir Haechan terangkat membentuk senyum simpul. Sila yang menangkap gelagat aneh Haechan itu jadi merinding. "Gila lo Chan?"

"Kayaknya sih," balasnya enteng.

Rambut panjang, blond, baju putih, rok merah. Bahkan hanya dengan membayangkan ciri-cirinya Haechan tersenyum lebar. Sebelum naik ke panggung ia menyempatkan diri untuk melihat ke arah penonton yang mulai memadati venue.

Pandangnya diedar mencari keberadaan sosok Hana. Namun nihil, tak ada. Bahkan hingga Haechan dan groupnya menaiki panggung. Membentuk formasi dan siap mengisi acara siang itu.

"Ga ada ya? Di buang lo?" sindir Mark.

"Bcd," balas Haechan. Meskipun jujur saja ia merasa kecewa tak melihat Hana di sana padahal ini lagu terakhir yang mereka mainkan hari ini.

Sometimes, I’m afraid

Your smile that’s so beautiful

What if it’s fake?

Are you a fox wearing a mask of an angel?

I’m actually worried

I saw the face of an angel

Saw the face of an angel

I saw the face of an angel

Face of an angel

"Gotcha!" sorak Haechan dalam hati ketika satu persatu temannya mulai menarik lucky girl ke panggung. Dewi fortuna memang sedang berpihak padanya hari ini.

Ia menuruni panggung, membelah keramaian yang secara otomatis memberi jalan meski beberapa berteriak heboh. Haechan tak acuh, ia tetap melangkah tenang membawa setangkai bunga.

"Halo," sapa Haechan pada sosok gadis yang bahkan tak memasang minat sedikitpun pada acara ini. Kerutan dikening gadis itu membuat Haechan tersenyum.

"My red velvet cake."

Setangkai bunga yang dibawa Haechan itu terjatuh di lantai bersamaan dengan jeritan histeris disekitarnya. Sumpah, Haechan tak peduli. Ia memejamkan kelopak matanya, membiarkan bibirnya menyatu dengan milik gadis dihadapannya ini.

Cukup lama dan Haechan tak berniat melepasnya malah justru memperdalam. Menyalurkan rasa rindu pada gadis yang sudah dua tahun tak bertukar kabar dengannya.

"I miss you, Hana," ujar Haechan sebelum kembali mengecup bibir Hana sekilas. Ia tersenyum lebar, "And yes i am. I'm that person. It's been two year and you look so damn beautiful as always."

Haechan mengedipkan matanya. Dengan senyum lebar berbalik menuju panggung setengah berlari. Karena seruan sahabatnya mulai terdengar. "Gonna meet you after this, Farhana," teriak Haechan tanpa malu. "My sweetie red velvet cake."

❤❤❤

seochenle96

Sepotong CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang