bab 8

5 1 0
                                    

Bab 8-- Pertemuan--

bisakah kita menjalin hubungan dengan baik?
jangan ada lagi dendam karena sungguh aku telah lelah menjadi budak kemarahan tanpa alasan.

ada alasan namun tak cukup kuat untuk menyatakan bahwa itu penyebab dendam ku,
lalu apa yang sebenarnya membuatku marah?jangan ada lagi dendam karena sungguh aku telah lelah menjadi budak kemarahan tanpa alasan. ada alasan namun tak cukup kuat untuk menyatakan bahwa itu penyebab dendam ku, lalu apa yang sebenarnya membuatku marah?
mengapa hati ini sangat membingungkan.

|

PoV Adeline

|
|
| Setelah mendapatkan izin dari Emily, Aku langsung bergegas keluar untuk mencari tempat yang menyediakan telepon umum. Kuselusuri kota Admeta dengan tubuh berbalut baju tebal karena cuaca disini sangat dingin membuatku mau tak mau harus berpakaian berlapis-lapis seperti ini.
Mata hitamku menjelajahi setiap seluk besuk isi kota tanpa ada yang terlewati, sungguh ramai orang disini meski sudah larut malam. Atau bisa jadi semakin malam semakin ramai. Lama ku mencari, akhirnya dapat juga disana depan Swalayan. Maka kaki melangkah kesana.

Kumasukkan koin dan menekan tombol-tombolnya untuk menghubungi

"Dia".

Suara panggilan tunggu terdengar nyaring dari telepon genggam ini membuatku merasa harus bersabar menanti jawaban. "Halo?" hal yang ku nanti-nantipun akhirnya telah tiba. Dia menjawab teleponku

"Temui aku dikota Admeta, didepan Swalayan terbesar dikota." Ucapku cepat lalu mematikan telepon dengan meletakkannya kembali, tanpa membiarkan Dia berbicara lagi.
Hanya ada satu swalayan terbesar dikota ini dan sangat terkenal, tidak mungkin Zayn tidak mengetahuinya kan? mengingat hobinya yang senang sekali berbelanja ke seluruh pusat perbelanjaan terkenal.

Bokongku menyapa lembut kursi dingin didepan swalayan ini, menatap pemandangan kota yang ramai sembari menunggu "Dia" datang. Aku memandang sendu kearah kerumunan orang-orang disana membuatku teringat kejadian dimasa lampau saat mereka juga berkumpul seperti ini, seketika dada terasa nyeri dan sesak. "Aku benci keramaian." Gumanku pelan.

1 jam telah berlalu dan orang yang kutunggu masih tak kunjung datang membuatku menghembuskan nafas dan berdiri dari kursi dingin itu bergegas untuk pulang. Namun saat kaki mulai melangkah menjauh, sebuah tangan menarik dan membawa tubuhku kedalam pelukannya. Erat, begitu erat.

"Kau baik-baik saja?!kemana kau selama ini? Aku khawatir padamu" suara serak pilunya memenuhi indra pendengaranku membuat tangan tak tahan untuk membelai surai hitamnya lembut berusaha menenangkan tubuh yang sudah bergetar hebat.

"Aku baik-baik saja." Balasku membuatnya sedikit tenang. "Sudah, jangan nangis lagi Zayn." Ujarku dianggukin olehnya. Aku melepas pelukannya dan menatap sesosok pria tampan berambut hitam dan memiliki bola mata merah darah yang sendu namun memabukkan.
Kuelus pipinya dan tersadar kalau Zayn datang kemari hanya memakai kaos tipis, segera ku lepas mantel ku yang mungkin akan pas jika Zayn memakainya,"Kota Admeta adalah kota yang memiliki cuaca dingin, harusnya kau tau itukan? Kenapa kemari hanya memakai pakaian tipis begitu?" jelasku yang diakhiri pertanyaan saat aku menyodorkan sebuah mantel kepadanya.

Kenapa dia begitu ceroboh hari ini?-- ucapku dalam hati saat melihat kecerobohan Zayn yang tidak membawa mantel, karena percayalah dia adalah tipe Siap siaga. Ia dapat membaca situasi, namun mengapa hari ini tidak?

"Tidak perlu,aku gak butuh del." Tolak Zayn membuatku ingin protes namun segera ia potong ucapanku, "Aku bawa mobil,kalau kita masuk kedalam sekarang maka aku gak bakal kedinginan." Tukasnya sambil menunjuk kearah mobil mahal berwarna merah ditrotoar sebrang. Alis ku saling bertautan saat melihat mobil yang asing bagiku, "Itu mobilmu?" tanyaku dianggukinnya. Mendengar pernyataannya membuatku menghela nafas, aku lupa dia boros.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 25, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

more cruel life or loveWhere stories live. Discover now