Serbekas cahaya gorden menerangi lelaki yang masih bergulung di dalam selimut. Dahinya berkerut, lalu menghindari silau dari sang surya dengan menutupi seluruh wajahnya. Menyadari satu hal, Sasuke melotot, rasa kantuknya hilang begitu saja, membuka selimut mencari keberadaan Hinata yang tidak berada di sampingnya.
Sasuke menghela napas, nyaris saja lelaki itu menghancurkan kamarnya sendiri, jika tahu Hinata benar-benar hilang dari pandangannya. Lelaki itu mendengus, selanjutnya melangkah dan memeluk Hinata yang sedang duduk merapihkan pakaian. "Kau sedang apa?"
Hinata terlonjak, mata layunya mengerjap, tangannya dengan menggunakan insting melipat beberapa pakaian Sasuke dan dirinya sendiri yang bercampur di lemari yang sama. Hinata tersenyum.
"Me-Melipat pakaian, Sasuke."
Sasuke mengambil ikat rambut di atas laci, mengikat rambut kusut Hinata agar tidak menganggu. Sorot hitam Sasuke menghangat, merasa bangga oleh karyanya yang sudah mengikat rambut Hinata tanpa sisir dengan begitu rapih. "Kau malah membuatnya semakin berantakan, kenapa tidak suruh pelayan saja?"
Hinata mengkerucutkan bibir, pernyataan Sasuke terdengar blak-blakan tanpa saring. Seandainya Hinata bisa melihat, lipatan gadis itu pasti rapih kok. "Aku sengaja, Tuan Sasuke yang angkuh," sindir Hinata jengkel. Sasuke berkedip, satu alisnya terangkat. "Kau sengaja memberantakkan pakaian yang sudah rapih, lalu kau lipat lagi, begitu?"
Hinata mengangguk cepat, rona merah menjalan menghiasi pipi porselennya. "Ha ... Habisnya aku ingin membantu pekerjaan rumah juga. Kau tidak memperbolehkanku memasak, jadi aku harus mencari pekerjaan lain yang lebih mudah."
Sasuke tersenyum, "Kalau kau memasak, makanan akan terbuang di tempat yang salah, kau tahu," ejek Sasuke sembari terkekeh. Benar juga, Sasuke benar-benar menghinanya. Hinata menggeram.
"Kau menyebalkan!"
Sasuke mengangguk, mengiyakan ucapan Hinata yang sesuai oleh dirinya. "Tapi, kalau kau memang ingin memasak. Kau bisa mengajakku." Sasuke mengecup pipi Hinata dari samping. "Aku akan mengajarimu semuanya."
Hinata mendengus, "Aku tahu, aku tahu."
"Hinata."
"Hm?"
"Hinata." Sasuke memanggilnya lagi, Hinata menghentikan aktivitasnya, kelopaknya tak berkedip. Kepalanya menoleh.
"Apa?"
Sasuke tersenyum. Walau, lelaki itu tahu Hinata takkan bisa melihat senyum yang sungguh tertoreh karena sebuah ketulusan, Sasuke tetap menampilkan senyum terbaiknya.
"Aku mencintaimu."
Satu kecupan singkat mendarat di bibir Hinata. Pupil Hinata melebar terkejut oleh sikap Sasuke yang datang tanpa diduga, seperti biasa, sedetik setelahnya iris lavender itu kembali pada bentuk semula. "Kita lakukan semuanya sama-sama," bisik Sasuke mengelus wajah Hinata. "Oke?" sambungnya lagi terdengar memohon. Hinata tersenyum, kelopak matanya menyipit. "Tentu saja, aku bahkan tidak bisa melakukan apa pun tanpamu, Sasuke."
Sasuke menepuk puncak kepala Hinata, kepalanya mengangguk ringan. "Bagus." Tetap seperti itu.
Apa yang perlu Sasuke takutkan, Hinata akan tetap berada di sampingnya, kan? Mereka pasti tetap bersama hingga seterusnya, kan? Lelaki itu seharusnya tidak boleh bersikap kekanak-kanakkan dengan merasa takut akan Hinata yang akan meninggalkannya. Walaupun Sasuke sudah mengikat Hinata seutuhnya, hal itu malah semakin membuat ketakutan Sasuke bertambah besar. Sebab, lelaki itu semakin menggantungkan seluruh hidupnya pada gadis rapuh di hadapannya ini.
"Hinata."
"Hm?" Hinata menyahut singkat.
"Semalam, aku tidak bermimpi buruk lagi." Sasuke memulai ceritanya, iris hitamnya menerawang menatap iris Hinata yang selalu menyorot hampa. "Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku benar-benar tidur dengan nyenyak." Sasuke memejamkan mata, menarik napas lalu menghembuskannya perlahan. "Tapi, mungkin karena pernikahan kita aku bahagia?" ujar Sasuke menggunakan nada bertanya, bibirnya terkekeh manis. "Terima kasih Hinata."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me Please!
FanficSatu titik kehancuran datang, merusak titik kebahagiaan lain. [COMPLETED] a fanfiction sasuhina pngrnaikn