Setiap kebahagiaan selalu menyimpan kesedihan yang tak pernah sekalipun terbayangkan. Maka, apa kebahagiaan berarti penderitaan?
- Stay With Me, Please! -
* * *
Satu titik kehancuran datang, merusak titik kebahagiaan lain. Meski begitu, Sasuke tak pernah sekali pun menyesal menampung Hinata, walau ia membenci kelahirannya sendiri, Sasuke bahagia menemukan Hinata.
Seluruh tubuhnya babak belur. Punggungnya lecet. Wajahnya biru lebam. Sasuke menyorot sedih wajah Hinata yang sama sepertinya. Lelaki itu menemukan Hinata, Fugaku yang memberitahu pada lelaki itu, dengan kecepatan yang luar biasa disertai keadaan tubuh memburuk, Sasuke berlari. Menggendong Hinata, kemudian mengobatinya di rumah mereka.
Fugaku memiliki kekuasaan. Sedang, Sasuke tak memiliki apa pun kecuali Hinata. Harta dan perusahaan Fugaku berikan pada Sasuke bila lelaki itu memenuhi persyaratannya. Sasuke tak bisa seenaknya membawa Hinata menuju rumah sakit. Kode etik dokter kota ini adalah harus memberi tahu pemerintah bila menemukan satu keturunan Hyuuga, jika ketahuan menyembunyikannya, hukuman bagi dokter tersebut ialah kematian.
Untuk meminimalisir hal tersebut, Sasuke cukup memiliki ilmu pengetahuan luas. Ia pernah diajari tentang anatomi tubuh dan beberapa pengobatan pendarahan. Hinata diobati oleh Sasuke sepenuhnya. Tidak peduli pada tubuhnya sendiri, Sasuke mendahulukan segala kepentingan Hinata dibanding kepentingannya.
Sasuke tidak bisa membrontak pada Fugaku begitu saja. Identitas Hinata sudah diketahui, bila pun Sasuke melarikan diri ke pulau terpencil terlalu beresiko dengan identitas palsu Hinata. Pilihan kedua ialah mengoperasi seluruh bagian wajah Hinata. Tapi, hal itu akan sia-sia, Sasuke tak cukup alat untuk melakukan hal itu semua. Terlebih Sasuke tidak mau mengubah Hinata. Pilihan ketiga, mengoperasi mata Hinata. Pilihan ini masih merupakan rencana yang buruk, tak ada pendonor juga rambut Hinata masih menjadi khas Hyuuga. Oleh sebab itu, Sasuke belum memiliki pilihan.
Wajah Hinata tidak terlalu mendapatkan luka, yang memiliki luka serius adalah kepala dan lengan kiri. Sasuke sudah memberhentikan pendarahan di kepala juga cukup terkejut bahwa lengan kiri Hinata harus dijahit. Sekali lagi, tak masalah. Sasuke memiliki otak jenius. Dialah lelaki yang mudah paham akan segala hal.
Sasuke mengamati wajah Hinata tanpa mengenal waktu, sorotnya nanar, napasnya terhembus panas---tepat, lelaki Uchiha itu demam akibat terlalu memaksakan diri. Sasuke tidak masalah. Asal Hinata membuka matanya, Sasuke tidak masalah, mempertaruhkan segalanya. Hidup Sasuke adalah Hinata. Setiap detak jantung yang berdetak milik Sasuke selalu menyebut Hinata. Napas Hinata yang terhembus adalah alasan Sasuke tetap memilih bertahan.
Jadi, tidak masalah.
Cinta Sasuke terlalu menyakitkan. Lelaki itu begitu mencintai Hinata tanpa batas. Tak pernah ada seorang pun yang mengusap sayang wajahnya selain Hinata, dengan itu, Sasuke jatuh cinta oleh alasan sederhana---lalu tumbuh mengerikan hingga berakhir Hinata menjadi bagian dari jantungnya.
Jari Hinata mulai bergerak, kening gadis itu berkerut, Sasuke melirik Hinata lekat. Setelahnya, kelopak Hinata terbuka, gadis itu menjerit memanggil nama Sasuke keras. Air mata jatuh---bukan---itu bukan milik Hinata, gadis tunanetra itu sama sekali belum mengeluarkan air mata. Sasuke memeluk tubuh bergetar Hinata tanpa pemberitahuan. Suhu tubuh Sasuke meningkat drastis.
"Sa-Sasuke...." Hinata mulai terisak, aromanya memang milik tuannya, Sasuke Uchiha. "Sasuke...." Hinata tersedu, hampir saja, Hinata pikir dirinya akan berakhir. Hampir saja. "Sasuke...." parau Hinata sesegukkan.
"Maafkan aku, Hinata." lirih Sasuke disertai nada terluka, hembusan Sasuke semakin panas, Sasuke mengeratkan pelukannya pada tubuh Hinata. "Aku sudah di sini. Jangan khawatir."
Hinata mengangguk, meraba wajah Sasuke pelan, mengusap matanya hati-hati. Sasuke membiarkan. Menahan ringisan walau Hinata menyentuh luka yang belum mengering di wajahnya. Sasuke tersenyum. "Aku sudah mengobatimu. Jangan khawatir."
Hinata mengangguk. Menyadari satu hal, Hinata semakin menangis. "Kau demam...."
Sasuke menggeleng balas menyorot dengan sayu. "Bukan karenamu."
Tangis Hinata pecah. Memangnya Hinata akan mempercayai ucapan Sasuke begitu saja? Hinata mengusap wajah Sasuke, struktur wajah lelaki itu tidak halus seperti biasanya. Hinata termenung. Ada luka gores yang belum mengering. Sorot Hinata berubah pahit. "Sasuke...."
"Aku tidak apa," sela Sasuke cepat. Sasuke mengecup pipi Hinata lembut, menghantarkan hawa panas di setiap sentuhannya. "Aku baik-baik saja, Hinata." Kelopak mata Sasuke terpejam oleh sapuan tangan Hinata pada rambutnya. "Kau hanya perlu, tetap bersamaku, dan aku akan terus hidup." Sasuke mencium Hinata, senyum tipis terukir. "Aku mencintaimu."
Hinata meringis.
Sasuke mendorong tubuh Hinata hati-hati, ciumannya berlanjut. Kepala Sasuke berputar, pandangannya mengabur. "Aku mencintaimu." Sekali lagi, Sasuke mencium Hinata dengan tergesa-gesa. Jatung Sasuke berdetak keras.
"Sasuke.... kau... yakin?" tanya Hinata di sela ciumannya. Ciuman Sasuke berbeda, dan Hinata menyadari itu. Hinata menghirup napas dengan terengah.
"Aku mencintaimu, Hinata." Kedua mata Sasuke memanas. Sasuke beruntung Hinata tidak dapat melihat wajah penuh penderitaannya. Sasuke menyembunyikan banyak hal, tetapi lelaki itu tidak akan pernah memberitahukan hal mengganjal tersebut pada Hinata.
Hinata mendesis, ciuman Sasuke turun mengenai leher. Hinata menahan napas. "T-Tapi kau demam...."
"Aku cukup kuat."
Satu sobekan. Hinata mengerang. Setiap kali Sasuke mengecup inchi tubuhnya, sekujur tubuh Hinata terasa meremang. Darah Hinata berdesir. Hinata tidak bisa berpikir apa pun lagi. "Sasuke.... ka-kau masih...." Hinata menggigit bibir. "....demam...." desahannya mengalun putus asa.
Sasuke menyorot lurus. Sebentar saja. Hanya untuk sebentar saja, untuk kali ini. Lelaki Uchiha itu melumat bibir Hinata penuh perasaan. Suhu tubuh Sasuke masih belum normal. Kepala Sasuke berdengung. "Aku mencintaimu, Hinata."
Sudut mata Hinata terisi air mata, Hinata melingkarkan kedua lengannya pada leher Sasuke, berbanding terbalik dengan sorot Sasuke yang diam-diam mencuri pandang pada wajah Hinata pahit. Sasuke mengecup lembut dada kiri Hinata, tepat di mana jantung Hinata tersimpan. Bibirnya berbisik. "Jantung ini harus tetap berdetak."
Kesadaran Hinata naik turun, otaknya sedikit tidak mengerti maksud ucapan Sasuke yang begitu aneh. Otak Hinata ingin memperoses, tetapi sekali lagi Sasuke tak membiarkan kesempatan itu terjadi. Hinata mengambil napas terengah, desahannya kembali terdengar. Pelukan Hinata mengerat. "Sasuke...." lirih Hinata kacau.
"Hm?"
Kelopak Hinata kembali terpejam. Bisikan cinta Sasuke layangkan, membuat Hinata tidak memiliki pilihan lain selain menyerahkan dirinya pada lelaki tersebut. Sasuke kembali berujar tanpa bosan. "Aku mencintaimu, Hinata."
Ya. Lelaki itu mencintainya. Begitu sangat mencintainya. Cinta itu memang perasaan menakutkan, rasa itu seperti kutukan. Kutukan amat dahsyat, hingga Sasuke tak bisa membuang perasaan itu. Kebenarannya mengatakan hal demikian, namun, Sasuke tidak masalah dikutuk memiliki perasaan pada gadis cacat seperti Hinata.
Sasuke tidak pernah menyesal. Tak apa.
Sasuke memeluk Hinata kuat. "Aku mencintaimu, Hinata." Gadis itu memekik, paru-parunya seolah tak memiliki oksigen, kepalanya berkunang, sekujur tubuhnya peluh oleh keringat. Tubuh Hinata bergerak gelisah. "Sasuke...." bisiknya di sela desahan panjang. Sasuke mencium Hinata lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me Please!
FanfictionSatu titik kehancuran datang, merusak titik kebahagiaan lain. [COMPLETED] a fanfiction sasuhina pngrnaikn