06. Konser kelas

39 4 0
                                    

ELISSA yang diatas panggung teater tersenyum bahagia ketika melihat Gavin menonton dirinya. Lelaki berjaket hitam itu menampakkan wajah masamnya ketika ia menyadari Elissa melihat dirinya.

"Vin, lo serius dukung cewe aneh itu?" Devan menepuk pundak Gavin. Mereka sedang duduk dikursi yang sudah disediakan. Banyak sekali sorak dukungan yang diberikan untuk tim teater.

Lelaki berjaket hitam itu menatap Devan yang ikut bersorak ramai. Pandangannya seketika teralih pada perempuan cantik yang duduk ditengah-tengah Syera dan Windy, siapa lagi kalau bukan Aura?

Rio mengagetkan Gavin yang sedang fokus menatap Aura. Kini dirinya tercyduk oleh Rio.
Lelaki yang bernama Rio Fernanda itu tertawa saat melihat ekspresi Gavin yang tercyduk menatap Aura diam-diam.

Gavin mengerutkan keningnya, dan ia tersenyum simpul pada Rio. "Kecyduk ya gue?" Lelaki itu kini menerima nasibnya yang akan diejek oleh Rio.

"Pake nanya lagi lo, Vin!"

"Fokus aja dulu sama bebeb Elissa! Siapa tau dia makin semangat liat wajah lo yang ganteng mempersona ini!" Arga tertawa terbahak-bahak.

"Dia lagi fokus sama Aura, Ga!" Devan menepuk pundak Arga yang sekarang tawanya terhenti akibat perkataan Devan.

"Ngaco ah lo pada!"

Gavin pergi meninggalkan teman-temannya. Ia lebih memilih merenung di kelas, atau bahkan ia langsung pulang saja. Gavin tidak peduli berapa pasang mata yang melihat dirinya pergi. Dia juga sangat tidak peduli terhadap Elissa. Yang ia pedulikan sekarang adalah Aura.

"Kaya lagi PMS tu anak! Sensitif nya minta ampun!" keluh Rio. Rio, Arga dan juga Devan segera meninggalkan aula, mereka lebih memilih bersama Gavin di kelas.

Suasana kelas sepi. Tidak ada siapa-siapa disana, kecuali mereka berempat. Sebuah konser akan dimulai. Konser yang akan membuat mereka bahagia, sebahagia mungkin.

Lampu kelas sengaja mereka matikan. Penerangan hanya lewat jendela-jendela yang ada dikelas. Rio membawa sapu sebagai mic. Devan membawa kemoceng sebagai alat untuk joget. Arga membawa dua buah penggaris dan juga ember kelas sebagai alat gendang. Sedangkan Gavin, ia hanya berjoget-joget ria.

"KONSER SEBENTAR LAGI AKAN DIMULAI!" seru Arga sambil memukul-mukul ember menggunakan penggaris.

Yang tadinya kelas sangat sepi, sekarang bukan ramai lagi, melainkan heboh sehebohnya. Kelas bukan seperti pasar lagi, melainkan seperti kids zone di mall-mall. Gavin melepaskan pikirannya, ia berjoget tanpa tahu malu, begitu juga dengan Devan yang mengenalkan goyang itik ala dirinya pada mereka.

"Seru ya konser ala kita-kita!" Arga semakin asik dengan konser abal-abal kali ini.

"Iya. Seru banget malah!"

Krik..Krikk..

Suara perempuan yang membuat mereka terhenti seketika. Kali ini bukan Bu Selly dan bukan juga Bu Fera. Melainkan, Aura Ferinna.

"IH NGESELIN BANGET YA KALIAN!"

Aura mengambil sapu yang ada ditangan Rio. Memukul mereka satu persatu. Sedangkan Gavin, ia memilih menghindar terlebih dahulu. Gavin berlindung di bawah meja.

"Gara-gara kalian nih yaa, peralatan di kelas pada rusak semua!" Aura memukul Gavin menggunakan sapu. Lelaki itu ingin berdiri, namun..

"ADUH ANJIR SAKIT GILA EEE BUSET!"

Gavin keluar dari meja. Memegang kepalanya yang kesakitan. Aura, gadis itu mentertawakan Gavin. Tawa yang bahagia bagi Aura.

Rio, Devan dan Arga lari keluar kelas. Ini adalah sebuah kesempatan bagi mereka. Mereka tidak akan kena serangan Aura untuk kedua kalinya.
Meninggalkan Aura dan Gavin berdua di kelas, hal yang sangat gembira bagi mereka.

Pintu kelas terkunci. Entah kemana tiga lelaki itu kabur. Gavin mengepal jari-jarinya, merasa kesal dengan teman-temannya. Aura berjalan menuju pintu kelas, berusaha membuka, namun hasil tetap nihil.

"IHHHH! BUKAINNNNN!" Aura memukul-mukul pintu kelas, berharap ada yang menolong.

"Santai lahh.." Gavin membuka jaket hitamnya, meletakkan sembarang di atas meja.

"Bego lo natural. Gue suka nih yang begini!" Kepalan jari perempuan itu membentuk sebuah jitakan keras yyang membuat Gavin meringis kesakitan untuk beberapa kalinya. Perempuan itu selalu membuat dirinya kesal. Namun, disaat yang bersamaan, Aura juga seseorang yang bisa meredakan emosinya.

Gavin mengepal jari-jarinya yang membentuk sebuah genggaman. Perasaan emosinya sebentar lagi akan terlampiaskan pada sahabatnya itu. Dirinya
telah diambang kemarahan yang akan ia hempaskan pada Arga, Rio dan juga Devan.

"Vin," Suara Aura melemah. Ia memegang kepalanya yang terasa pusing. Wajahnya pucat. Dari situ, Gavin mendekat ke arah Aura dengan gerakan sigap.

Untuk pertama kalinya. Aura merebahkan diri tanpa sadar. Gavin membulatkan matanya lebar-lebar. Tidak percaya ini sebuah kenyataan. Aura yang tadinya berteriak-teriak minta tolong, sekarang tak sadarkan diri. Lelaki itu segera mengambil jaket hitmnya dan menyelimuti Aura.

AuragavinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang