Segi-segi 5 》Cewek Hujan

199 17 5
                                    

Dia tersenyum, mengusap pelan sebuah kotak kecil yang dihias dengan pita merah. Malam itu hujan turun amat deras, namun sama sekali nggak membuatnya menyerah untuk terus menunggu dan menunggu.

Sore ini Mina janjian dengan pacarnya untuk merayakan hari jadian mereka yang kedua tahun. Jantungnya berdebar-debar, beberapa kali dia berusaha menyembunyikan semburat kemerahan di wajahnya. Di dalam kotak itu ada sebuah jam tangan yang dia beli diam-diam untuk pacarnya.

Sekarang ini udah lewat dua jam dari waktu janjian. Seharusnya Mina sedih, tapi entah kenapa hatinya bilang untuk terus menunggu sebentar lagi. Bahkan es kopi yang dipesannya meleleh tanpa sempat dihabiskan. Jarum jam terus berputar, membuat bunyi jentikkan samar-samar terdengar. Lamunannya buyar ketika seorang pelayan menghampirinya dengan sopan.

"Maaf kak, kafe kami udah mau tutup."

Mina mengerjap. "Ah, iya. Maaf saya bikin kalian nunggu."

"Nggak papa kak." Pelayan itu membungkuk saat Mina beranjak pergi.

Mina berjalan kaki menjauh dari area kafe tanpa mau menunggu hujan reda. Dia masih tersenyum. Kali ini bukan lagi debaran yang meletup-letup, hanya sebuah ngilu yang serasa membolongi hatinya. Langkahnya gontai, bersamaan dengan hujan yang menerpa tubuhnya, membikin gadis itu basah kuyup.

Tiba-tiba dia terjatuh dan tergelincir karena high heelsnya patah. Gaun yang dipakainya pun terkoyak sebab bergesekan dengan aspal licin. Kakinya berdarah, namun perasaannya jauh terasa lebih nyeri dibandingkan itu.

Lambat laun, air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Sebuah isak berubah menjadi raungan, membuat siapapun yang mendengarnya ikut merasakan pilu.

"Lo luka."

Mina terkesiap dan melihat seorang cowok berjongkok di sebelahnya.

Cowok itu tersenyum tipis. "Mau gue obatin?"

Seharusnya Mina takut jika dalam kondisi sadar. Yah, ada orang asing yang nawarin bantuan, yang terkadang niat baiknya sering disalah artikan sebagai suatu tindakan modus atau kejahatan. Entah kenapa, Mina merasa dia cowok baik yang tulus menolongnya, meski penampilannya nggak sebaik niatnya sih.

Cowok itu tinggi dan bertindik di mana-mana. Wajahnya seram, mirip abang-abang yang suka nongkrong di pinggir jalan sambil merokok. Di sudut alisnya ada bekas cakaran, makin menambah kesan sangar.

Mina seunggukan, lantas mengangguk tanpa merasa harus basa-basi. Biasanya Mina menolak tawaran orang lain karena merasa nggak enak, kali ini dia cuma bisa pasrah.

Cowok itu mengulurkan tangannya yang dibalas ragu-ragu oleh Mina. Dia memapah Mina supaya berteduh dan duduk di tempat yang lebih layak.

Mina tertunduk, tangisannya udah berhenti. Dia menunggu cowok tadi di depan sebuah supermarket dua puluh empat jam. Katanya, dia mau beli obat dulu dan beberapa cemilan. Karena memang, tujuan awal cowok itu adalah membeli cemilan dan beberapa kebutuhan sehari-hari.

Pintu terbuka, menampilkan seorang cowok yang menenteng sekantung plastik menghampiri Mina. Dia berjongkok, membuat wajahnya sejajar dengan lutut Mina yang berdarah.

Cowok itu telaten. Dia membersihkan luka Mina pelan-pelan, walau Mina masih sesekali meringis karena lukanya bersentuhan dengan alkohol.

"Selesai!" Cowok itu bangkit berdiri.

"Makasih."

"Sip." Cowok itu menghela napas dan menggaruk belakang lehernya yang nggak gatal. "Rumah lo di mana?"

Mina menggeleng. "Lumayan jauh. Saya bisa sendiri."

"Oh, gue nggak nawarin bantuan kok."

Mina hanya terdiam.

Segi-segiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang