Imajinasi

9 8 0
                                    

Aku memandangi diriku lalu pada semua orang yang sangat mirip diriku. Berdiri disepanjang ruangan. Lalu menemukan Tami berdiri disampingku.

"Tam, dulu Nene pernah cerita gimana cara dress ini sampai ke pemiliknya?"

Tami menatap mataku lewat cermin didepanku, cermin lainnya yang berada di seluruh dinding ruangan mengikuti gerakan kami.

"Pertama karena orang itu meminta Ia datang, kedua karena ada seseorang yang meminta dress itu datang pada orang lainnya".

Aku mengangguk. Sebelum menyamping menatap Tami.

"Dan sejak dongeng itu dikisahkan ke kita berdua. Gak pernah sekalipun aku gak minta dress itu datang, setiap kali ingat Mama hilang. Ayah pergi sama perempuan lain. Dan aku gak punya siapapun di dunia ini."

"Kamu sering lupa punya aku."

Aku benci melihat mata Tami yang menatapku dan membuatku merasa bersalah. Ia tau maksudku adalah aku tidak punya keluarga. Darahku hanya milikku tidak ada orang lain di sekitarku seperti aku. Sedarah denganku. Tapi membahas itu akan membuatku menangis.

"Maksudku adalah Dress ini gak datang karena kuminta, mungkin gak sebenarnya ini karena Mika."

Tami mengernyit dan memejamkan matanya lalu menggeleng. Itu ia lakukan ketika ia kebingungan.

"Kenapa dia gak datang langsung ke Mika?"

Kenapa aku tidak memikirkan itu? Kenapa aku tidak bisa memikirkan jawabannya?

Tami menghembuskan nafasnya. Ia menahan dirinya bicara ketika berfikir.

"Tam. Kalau iya. Aku mau lepaskan dress ini dan biarkan Mika yang mengurus. Hidupku baik-baik aja sebelum si dress ini datang."

"Baik-baik aja?"

Aku tidak suka cara Tami mengatakannya. Ia tidak bertanya ia mengatakan kata hatinya. Ia ingin aku tau ia ingin berteriak bahwa aku tidak pernah baik-baik saja. Sesuatu yang ku tau tidak ingin ku ingat.

"Gimana kalau dress ini datang memang untuk kalian berdua?"

Tami duduk di sofa putih. Satu satunya barang yang ada di ruangan ini. Semalaman kami akan membahas keanehan ruangan ini jika tidak dalam masalah yang lebih aneh. Seperti dress yang bisa membawa manusia ke mana saja.

"Karena kami sama-sama mencari?"

Tami mengangkat bahunya. Ia lalu menghela nafasnya sebelum menyeret lenganku.

"Jangan banyak basa basi. Kamu tau dan aku sudah bilang. Aku benci teori."

Dan ketika Tami menutup pintu dibelakang punggungku lukisan diatas dinding itu seakan menunggu dan aku tidak menyukai itu.

"Ayo kita buktikan."

Tami memecah tatapanku pada lukisan itu. Pandanganku lalu beralih pada Mika dan Niko yang segara  berdiri.

Aku terpaku. Aku merasa aneh. Aku merasa aku tidak harus melakukan hal seperti ini. Ini asing dan anehnya aku tidak menyadari itu hingga menatap diriku sendiri diruangan penuh kaca tadi. Aku teringat diriku ketika menatap cermin di Devon. Aku mengingat wajah Ayahku. Lalu pada anak kecil yang Ia genggam tangannya. Aku hanya ingin mengingat itu semua sebagai mimpi. Aku jua akhirnya mempertanyakan pada diriku sendiri benarkah aku sebenarnya menginginkan Ibuku kembali. Benarkah aku ingin menerima alasannya. Sebab dalam pertanyaan terdalamku. Aku selalu mempertahankan perasaan sayangnya. Kenapa Ia pergi sementara aku ada.

"Kenapa adik kamu mau pergi?"

Aku menatap tepat kearah mata Mika. Ia semula menatapku. Beberapa detik sebelum ia menunduk dan menatap lantai dibawah kakinya. Sangat Mika. Dan disaat yang bersamaan aku ingin mengetahui alasan kepergian orang-orang yang memakai dress ini. Benarkah dress ini yang ingin mereka pergi atau mereka sendiri yang tidak lagi ingin berada ditempat mereka berada.

Red Dress AdventureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang