T R H O W B A C K

19 3 1
                                    

Berpapasan, sapa, senyum, berbincang lalu pergi. Kondisi yang mana hanya angin lalu menembus gelombang suara. Derap-derap langkah itu semakin lama semakin menghilang tergantikan kesunyian membawa hawa dingin disekujur ruang tanpa sekat.

Keadaan itu tak pernah lagi hadir. Keadaan ia memaksa untuk tetap tegap berdiri menghadap problema dunia. Konspirasi-konspirasi yang merajalela, ketidak tahuan seseorang, kemisterian yang tak diungkapkan. Bukan disengaja, tapi itu memanglah rahasia Tuhan.

Yang pasti, kelola hidupnya tak lagi beraturan. Semenjak ia masuk dalam hidup seseorang. Seseorang yang bahkan masih diragukan apakah ada atau tiada. Siapakah? Apakah itu? Tak satupun orang tahu.

Inilah yang dikatakan problema yang ia hadapi didunia ini. Disaat anak-anak kecil, muda dan orang dewasa sedang menikmati atau merutuki hidup. Ia tidak sama sekali merasakan apa itu hidup, apa itu kesenangan, apa itu kesedihan, dan apa itu kemanusiaan.

"Oi."

Matanya masih menatap genangan air di bawah sepatunya. Melihat cerminan dirinya yang menurut siapapun akan muak melihatnya. Dengan mata menerawang, goresan luka dipipi kanannya, rambut pendek yang acakan. Semua berantakan.

"Oi!"

Kepalanya mengadah menatap sang empu yang memanggil dirinya. Ia memiringkan kepalanya tanpa berucap.

"Apa yang kau lakukan? Ayo kita bisa terlambat masuk."

Ajak perempuan mungil itu sambil menggenggamnya yang masih terpaku. Bukan berjalan seperti biasa, ia digeret ke depan gedung yang besar dengan lapangan luas disebelah kiri dan taman disebelah kanan.

Kakinya terseret-seret hingga berhenti saat yang menggeretnya berhenti didepan seorang pemuda yang tak jauh kisaran umurnya dengan dirinya. Perempuan mungil yang ada didepannya menunjukkan ketertarikan terhadap pemuda yang sedang menyapa beberapa orang yang ada disekitarnya.

"Senpai~!"

Sapa perempuan yang ada dihadapannya. Ia masih tidak paham, apa yang disukai dari pemuda macam itu. Memang tampan, akademis yang tidak diragukan lagi dan atletis. Namun siapa yang tahu sifat aslinya?

"Hai, Yuka"

Sapa balik pemuda itu dengan senyuman yang menurutnya menjijikan itu. Mungkin dimata orang banyak, pemuda itu adalah orang yang ramah dan murah senyum. Namun, siapa yang tahu dibalik itu semua?

"Hai, Haruka?"

Masih dengan senyuman menjijikkannya menyapa dirinya yang masih berdiri dengan tak semangat dibelakang Yuka. Ia pun hanya membalas anggukan lalu membuang muka tak ingin menatap orang itu. Dengan cepat ia berjalan memutar menuju belakang gedung sekolah. Terdengar suara Yuka yang memanggil-manggil dirinya.

Kakinya melangkah menuju pagar yang cukup tinggi, tapi bagi Haruka itu bukanlah menjadi masalah. Dengan cepat ia berjalan lalu melompat, menggapai lalu melompat layaknya seorang profesional. Mengapa tidak ia lewat depan saja? Pagar sudah mulai ditutup, tidak memungkinkan untuk keluar dari sarang para pemalsu wajah.

Setelah menginjakkan kakinya ke trotoar yang sepi dan lenggang. Ia berlari tanpa tujuan. Kakinya terus berlari tak mempedulikan siapa pun dan apapun yang ada disekitarnya. Menabrak atau ditabrak, memaki atau dimaki, bahkan membunuh atau dibunuh, eh?

Bruk!

Setelah itu hanya terdengar suara manusia-manusia keparat yang hanya melihat, berbisik lalu memotret kejadian. Di zaman sekarang, yang seperti ini sudahlah hal yang biasa. Sampai-sampai jiwa melayang tak tertolongkan karena sikap mereka yang tak beradab.

________________________________________________
___

a random story

U N I TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang