Attention!
Disini akan ada dua orang yang berbeda memainkan monolog nya, jadi semoga dapat dipahami. Happy reading~
______________________________________Tokyo, 28 July 2018
16.45 PM.Di akhir musim panas, aku mendudukkan diri di kursi penumpang kereta dekat jendela. Dapat ku lihat atap rumah-rumah yang berjajar hingga diujung sana. Berpadu dengan langit malam dan bertebaran bintang-bintang, serta sang bulan menemani di malam ini.
Tanpa kusadari, aku termenung dengan satu titik melirik rumah-rumah yang berangsur menghilang tergantikan oleh desiran ombak yang bebas menghantam ke tepi beton. Dapat ia lihat juga cahaya temaram ditanjung. Memperlihatkan kemegahan satu bangunan tinggi menjulang serta dilengkapi cahaya yang mengarah ke laut lepas.
Teringat masa kecilnya yang selalu meminta kepada sang kakek untuk mengantarnya ke bangunan itu. Dahulu bangunan itu masih dalam tahap renovasi, sehingga masih terdapat kerangka-kerangka tiang yang berguna untuk menopang bangunan itu. Namun bukan berarti bangunan itu tidak dapat dinaiki.
Gadis mungil itu menggapai lengan seorang pria tua yang sudah mulai kehabisan tenaga. Perlahan ia menariknya dengan kekuatan penuh karena beban yang berat dan tidak sesuai dengan tubuhnya yang mungil.
"Oji-san~ Ganbatte nee!"
"Ara? Kenapa kau begitu semangat, Hikari-chan?"
Gadis itu mengerucutkan bibirnya, tidak menerima dengan apa yang dikatakan kakeknya. Tentu saja, ia selalu bersemangat setiap harinya. Tanpa ditanya pun, dia akan selalu bersemangat. Mau pun saat sedang sulit sekalipun.
"Oji-san~ sedikit lagi kita sampai. Cepat~"
Rengekan gadis itu dibalas kakeknya dengusan geli. Betapa lucunya cucu satu-satunya yang memang bertemu dengannya saja hanya sekali dalam setahun. Sekarang ini lah waktunya mereka bersama melepas rindu.
Sesampainya diatas dapat mereka lihat pemandangan yang menakjubkan. Dengan suara ombak berlomba-lomba menghantamkan diri ke tepi beton. Campuran biru yang memadukan dengan langit serta awan yang melayang-layang. Burung-burung camar yang bertengger diatas mereka dan mengepakkan sayapnya tat kala sang gadis mungil berusaha berlari menggapainya.
"Hikari-chan! Jangan berlari-lari!"
"Aku akan baik-baik saja-- eh?"
Mata gadis itu melirik kebawah, melihat ada seseorang yang terjatuh dari sepeda yang tua dan rusak. Dibawah tempat pejalan kaki ditepi beton, laki-laki itu terduduk melihat lututnya yang terluka. Kepala bocah laki-laki itu celingak-celinguk sedang berwas-was, tapi saat ia menengadah keatas, sepasang iris hitam itu menatapnya terkejut. Senyuman lebar terukir diwajahnya yang kusut akibat kejatuhan dirinya.
"Apa dia baik-baik saja?"
Ucapan Hikari terdengar sangat kecil bahkan hanya seperti gumaman. Dengan ajaibnya, bocah laki-laki itu mengangguk dan jari telunjuknya ia letakkan didepan bibirnya mengisyaratkan untuk diam. Hikari yang mengetahui isyarat itu menganggukkan kepalanya.
"Apa yang kau lihat Hikari-chan?"
Pertanyaan kakek membuatnya terlonjak kaget, serta mengalihkan pandangannya ke depan. Ia mencoba berakting dengan berkata 'wah' seakan-akan menakjubkan sebuah pemandangan didepan sana. Kakek menatapnya heran dan menggelengkan kepalanya mamaklukmi segala tingkah laku cucunya.
Setelah kakeknya menjauh darinya lagi, ia melihat kebawah berharap bocah laki-laki itu berusaha untuk meminta bantuan kepada orang lain. Tapi ternyata bocah laki-laki itu sedari tadi memandanginya dengan senyuman yang masih sama. Hebat. Satu kata buat bocah sepertinya. Jika Hikari menjadinya, mungkin saja ia sudah menangis meneriaki kesialannya hari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
U N I T
RandomIn each unit various kinds of stories with different lines. "Jika kamu tidak bisa menebak jalan ceritanya, maka buatlah jalan cerita itu sendiri dengan pemikiranmu."