One; Raya Cindy C

49 9 8
                                    

Sahurrrr...

Sahurrr...

Dia meregangkan tubuhnya kemudian mengambil ponsel hitam yang ada di atas nakas dengan kedua mata belum terbuka sempurna. Ia melihat ponselnya yang sedari tadi mengeluarkan bunyi. Di sana terpampang angka 04.45 am. Ia menekan tombol silang, alhasil suara yang memekakkan telinga tadi berhenti.

Raya Cindy Cahayany, kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula. Suara bising yang membangunkannya tadi adalah alarm dari ponselnya. Ia memang sengaja tidak mengganti bunyi alarm yang biasa ia gunakan saat puasa dua bulan lalu.

Alasannya cukup simpel, karena hanya suara itu ia bisa langsung terbangun. Jika menggunakan bunyi seperti lagu barat atau apapun itu, yang ada ia malah makin menikmati tidurnya. Jadi, hanya waktu pukulnya saja yang ia ganti.

"Hoaaaaaammmmm...diriku terasa terlahir kembali pemirsaaaa." Mulutnya menguap lebar tanpa ia tutupi. Tangan kanannya mengucek mata.

Raya mengalihkan selimut tebal dari kakinya. Ia berjalan ke arah kamar mandi.

Lima menit ia selesai melaksanakan ibadah sholat subuh. Raya berjalan ke arah meja belajarnya. Ia mengecek sekali lagi barang-barang yang akan ia bawa ke sekolah barunya. Dirasa sudah lengkap, ia menutup tas sekolah bewarna pink itu. Kemudian ia turun ke lantai bawah dan berjalan menuju arah dapur.

Rupanya belum ada yang bangun, masih sepi. Raya membuka kulkas dan melihat isinya. Tidak jadi, ia menutup kembali kulkas itu. Sebuah ide muncul di otak kecilnya. Raya membuka lemari yang berisi serbuk-serbuk instan untuk membuat minuman. Dirinya mengambil serbuk hijau, matcha.

Tiga menit ia selesai membuat minuman hijau itu. Raya membawanya ke kamar dengan hati-hati.

Ia membuka pintu balkon kamarnya. Meletakkan minuman hijau itu di meja kemudian duduk di sofa. Balkon ini kebetulan menghadap ke arah timur. Jadi ia bisa melihat keindahan mentari fajar yang perlahan mulai menampakkan dirinya.

Raya memandang lurus ke arah langit jingga.  Seperti sedang memikirkan sesuatu. Suara burung bersiul-siulan. Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambutnya yang tidak terikat. Pagi yang tenang, memberi semangat dan kekuatan baru untuk beraktivitas.

Ia mengambil cangkir berisi matcha dan meminumnya. Rasa hangat mengalir di kerongkongannya, bersamaan dengan perasaan hangat dan sejuk yang mengenai kulitnya.

=*

Suara 'tap' dari sepasang sepatu membuat orang yang sedang berkumpul di ruang makan mengalihkan pandangan. Raya menuruni tangga dengan seragam SMP dan tas yang berada di punggungnya.

Ia menghampiri Mama, Papa, dan juga kembarannya yang mengenakan seragam sama seperti dirinya. Raya mendudukkan bokongnya di kursi makan.

"Raya udah siap?" Mamanya-Dania bertanya kepada Raya dengan tangan yang sibuk menuangkan susu.

"Udah Ma," jawab Raya.

"Sarapan dulu baru berangkat." Kini Papanya-Dana yang berbicara.

"Oke Pa." Raya menjawab sambil mengambil roti isi buatan Mamanya.

"Mahh ambilin susunya dong, tangan Pita nggak sampe," ucap Pitaloka Cindy Naressada, saudara kembar yang lahir pertama sebelum Raya.

Mamanya memberikan gelas berisi cairan putih itu kepada Pita yang berada di samping kiri Raya. Pita menerimanya, namun susu itu tumpah dan cairan itu jatuh mengenai rok Raya secara sengaja.

Jutek BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang