Pukul 16.23 : Galeri kaca.

813 61 6
                                    

Matanya terasa perih. Bercak bercak air mata yang mengering.
Angin sore ini menusuk kulit putih bersih milik Krist Perawat Sangpotirat.

Entah pikiranya dimana ?

Dari atas sini. Krist memandang seluruh kota. Dari Galeri kaca ini Krist selalu bisa mengenang seseorang.

Menyaksikan hologram masa kecilnya di Chiangmai. Dimana dia berlarian kesana kemari dengan baju lusuh tanpa alas kaki. Kota dimana Krist masi anak laki laki yang hitam legam karna terbakar matahari. Sibuk berlarian dari satu bis ke bis lainya.

Sekarang Krist bebas duduk berjam jam disini. Mengingat 14 tahun yang lalu, jangankan sejam. Menginjakan kaki disini saja sudah sebuah keajaiban.

Oh. Krist ingat.

Ia bisa duduk disini karna seseorang. Seseorang yang selalu berkata ' Matamu menarik Krist, perhatian semua orang tertuju padamu, tatapanmu membunuh semua harga diri '

Dan sampai detik ini, Krist membenci mata birunya. Karna dia.

" Selamat sore, ini tehnya kak "

Krist melirik pria yang baru saja masuk ke dalam ruanganya.

Krist harus akui ' Perkataanya ' tepat sekali. Tatapanya memang semengerikan itu, menghilangkan harga diri seperti menelanjangi.

Terlalu terbiasa dengan tatapan memuja yang selalu diberikan mereka. Krist hargai dengan sebuah senyuman tipis.

" Sendirian kak ? " Oh, basa basi.
Dia memang selalu kesini sendirian kan sejak 5 tahun yang lalu.

" Aku ngga akan mengotori kenangan di tempat ini dengan kedatangan orang lain "

Pria tadi linglung. Terpana keterlaluan. Pamit keluar untuk melanjutkan pekerjaanya.

Matanya memandang keluar lagi, jalanan ramai hari ini. Taman kota dengan bohlam bulat di pinggiranya.

Rombongan keluarga muda baru saja datang. Suami, istri dan bayi mungil di gendongan. Bahagia sekali. Sekali lagi, Krist teringat akan ' dia ' .

Krist sedikit kesal. Tapi biarkan.

Matanya beralih ke sekitaran kios kios makanan yang berjajar. Sekarang sudah bersih, 14 tahun yang lalu. Disana hanya sekedar tenda tenda kumuh. Krist pernah makan disitu.

Hanya sekali. Bagaimana dia bisa lupa ? Dirinya, adiknya Nanon dan ' dia ' .

Kejadian manis sederhana terulang kembali di otaknya. Pipinya bersemu, sedikit terukir .
Tapi selanjutnya, air mata lagi. Krist semenyedihkan itu.

Selalu saja berakhir seperti ini. Dibalik meja, tanganya menyengkram sebuah syall merah maroon.

Ting.. ting.. ting..




Nanon is calling...

" Kak ? Dimana ? "

" Di galeri non "

Krist bisa mendengar dengan jelas. Adiknya mendengus pasrah.

" Masi disitu ? Ngapain sih ? Om Singto uda sampe "

" Iya kakak berangkat "

Krist baru saja mau matikan sambunganya.

" Kakak kenapa baru sekarang ? Kenapa waktu itu malah menghilang ? "

" Karena aku takut Nanon. Karna aku memang sepengecut itu "

" Mari kita lihat kak , seberapa kalian kuat untuk tetap saling menyakiti "


Sambunganya di putus sepihak.
Genggaman tanganya pada syal merah semakin erat. Tiba tiba sekali , bayangan ' Dia ' muncul kembali.

Percayalah itu bukan hal yang menyenangkan. Mengenang seluruh inci setiap pahatan wajah-nya. Mengingat setiap senyum-nya, mengingat bagaimana cara-nya memandang dan mengacak rambut Krist.

Wah, Krist tersiksa hanya dengan sekedar bayangan.

Krist beranjak dari tempat duduknya. Berat sekali hatinya. Tapi Krist tegaskan, sudah cukup bertahun tahun bersembunyi dan menghindar.


Mari kita lihat seberapa kuat mereka saling menyakiti ?




























Siang sayang sayang ku.
Work baru, style beda yha.
Ehehe, pengen aja sih.

Jan lupa voment yha.



-Artha







Love street  'Singkrist' Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang