Malam waktu Krist dan Nanon pulang. Ibunya histeris melihat anak sulungnya jalan terseret seret dibantu si bungsu. Mereka mungkin sering kali terluka. Tapi untuk pertama kalinya seperti ini.
Nanon menceritakanya dengan semangat. Apalagi tentang Om Singto yang baik hati. Ibu sedikit menangis waktu tau ada yang menolong dua anak kesayanganya.
Luka Krist sudah lebih baik, berkat bantuan tetangga yang punya oba anti nyeri.
Seperti biasa, esok paginya Krist dan Nanon berangkat bekerja. Bahkan matahari belum muncul mereka sudah membantu ibu untuk memasukan baju yang suda siap antar.
Sesuatu yang membuat Krist merasa kesal. Jalanya jadi lambat. Dia tidak bisa berlari selincah biasanya. Untungnya Nanon sabar dalam membimbing kakaknya.
Oh.
Hari ini ibu juga membawakan kain kuning bekas penutup lukanya kemarin. Katanya sih siapa tau pemiliknya mau mengambilnya kembali.
Ngomong ngomong, Krist seharian jadi berharap Singto akan datang. Sebenarnya dia mau melihat senyum Singto yang dibagi secara cuma cuma seperti kemarin.
Krist kecil senang sekali.
" Kak, hari ini yang laku sedikit "
" Maaf ya, gara gara aku "
Krist menunduk pias. Wajahnya yang lusuh jadi tambah gersang waktu Krist manyun.
Sudah sore, waktunya mereka pulang.
Dan sesuatu yang di tunggu tunggu oleh Krist tidak lekas datang. Beberapa kali waktu di gerbang terminal Krist bergelagat seperti mencari sesuatu.
Ah sudahlah. Bis kota suda habis. Malaikatnya tidak akan datang.
Yha, sejak tadi Krist terus terusan menyebutnya malaikat. Senyum seterang dan sehangat matahari.
Krist dan Nanon melangkah pasrah, mereka gundah dengan resahnya masing masing. Jujur, Krist jelas masih berharap.
" Kalian ! Berhenti ! "
Senyum Krist remang remang muncul. Bahkan dalam sekali bertemu ingatan Krist tajam betul.
Nanon bingung, melihat kakaknya yang tiba tiba tersenyum.
" Tadi aku cari cari kalian, ternyata suda mau pulang "
Sebuah telapak tangan lebar dengan kulit sedikit coklat. Iya, Singto datang lagi mengahampiri dua bocah yang ditolongnya.
Nanon senang bukan main. Meloncat loncat. Oh, Singto bahkan tidak menunjukan raut jijik pada dua bocah kotor ini. Dia juga memberi pelukan pada Nanon.
Ehm, dan sebuah tepukan halus pada bahu dan rambut Krist.
Seperti biasa, senyum andalanya yang luar biasa bagi krist. Hari ini kameranya di taruh di dalam tas khusus kamera. Singto membawa 1 kantong besar.
" Om Singto kenapa cari kita ? "
Nanon semangat sekali." Kalian suda makan ? Eh, ngomong ngomong om belom tau nama kalian "
Nanon menggeleng. Krist tetap diam. Dia merasa canggung dan nyaman dalam waktu bersamaan.
" Aku Nanon, kakaku Krist "
" Kakak mu cantik sekali "
Woah. Krist tiba tiba mengeluarkan senyum termanis yang perna dia buat.
" Kakaku cowo om ! "
1
2
3