O3.

22.2K 2.1K 515
                                    

"Memang kamu yakin kak Mark mau nikahin kamu sekarang?" Renjun duduk dihadapan Haechan yang pandangan nya sama sekali tidak ia alihkan dari ponselnya.

Haechan mengangguk antusias. "Pasti kak Mark mau, kak Mark ga akan nolak apapun yang aku mau" kata Haechan semangat.

Renjun hanya menganggukan kepalanya tanda ia paham. "Bener ga mau kuliah?" Renjun terus menanyakan hal itu sejak tadi pagi pada Haechan, pasalnya sahabatnya itu dulu sangat bersemangat ingin masuk kuliah, tapi sekarang Haechan mantap untuk menikah dengan Mark dan melupakan keinginannya untuk kuliah.

"Iya Jun bener, aku mau nikah dan rawat kak Mark aja" Haechan menaruh ponselnya ke saku celananya dan menyedot minumannya yg ia diamkan sejak tadi.

"Aku duluan ya Jun, kak Mark udah di depan" Haechan beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Renjun yang masih duduk di kursi kantin.

Haechan berjalan dengan tempo yg agak cepat, ia ingin sesegera mungkin menemui Mark, laki-laki yang menyandang gelar dokter sekaligus pacarnya. Haechan dan Mark sudah 1 tahun berpacaran dan sikap Mark tetap sama pada Haechan, tetap menuruti keinginan Haechan apapun itu dan sesulit apapun itu Mark akan menurutinya.

Haechan tersenyum ketika melihat laki-laki dengan setelan kemeja dan celana bahan panjang tengah menyandarkan badan di mobilnya.

"Hai Kak" sapa Haechan lembut. Setelahnya Haechan terdiam, tak biasanya Haechan menyapa Mark. Mark yang menyadari nya tersenyum dan segera membukakan pintu mobil untuk beruang manisnya.

"Silahkan masuk tuan putri~" Haechan mencubit lengan Mark ketika mendengar ucapan Mark.

"Aku namja kak!" Haechan mempout bibirnya kesal yang malah terlihat lucu Dimata Mark.

Mobil Mark melaju membelah jalanan, tak ada percakapan diantara keduanya. Haechan yang diam dengan segala pikirannya dan Mark yang enggan membuka percakapan.

Haechan terus memikirkan perkataan Renjun padanya, apa Mark akan mau menurutinya lagi untuk kali ini atau justru akan menolak.

Mark memarkirkan mobilnya dihalaman rumah Haechan. Mark membukakan pintu mobilnya untuk Haechan seperti biasa. Tapi tetap tidak ada percakapan diantaranya. Sampai Haechan yang membuka nya terlebih dahulu.

"Kak mampir dulu ya, Haechan mau ngomong sesuatu" pinta Haechan ragu. Mark mengangguk sebagai balasannya.

Keduanya berjalan beriringan dengan sunyi yang menyelimuti keduanya. Entah mungkin sejak dari perjalanan mulut Mark jadi terkunci hingga ia tidak mengelak sepata kata pun.

"Haechan pulang~" teriak Haechan ketika memasuki pintu rumahnya.

Bundanya kini tengah sibuk menonton acara televisi sampai tak menyadari kehadiran putra cantiknya.

Haechan yang jahil tanpa sepengetahuan bundanya mengambil remote dan mematikan televisinya dan tertawa tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Lee Haechan!" Ditatapnya sang anak yang masih tertawa. "Hidupin lagi masih seru"

"Sebentar, Haechan mau ngomong sama bunda sama kak Mark" Haechan sedikit ragu untuk memulai dari mana.

Mark duduk di sofa samping Haechan dengan mulut yang masih terkunci sepertinya.

"Kak Mark" panggil Haechan pelan namun Mark tetap mendengar dan balik menatap Haechan yang tengah menunduk.

"H-hae... Haechan mau kakak nikahin Haechan..." Mark dan bunda Haechan tersentak kaget dengan ucapan Haechan.

"Hah? Kenapa? Memang apa yang di lakukan Mark sampai kamu minta Mark nikahin kamu?" Bundanya mulai tersulut emosi.

Bagaimana tidak, setahunya Mark bukan anak yang bertingkah, lalu sekarang Haechan meminta Mark menikahi nya, apa mungkin Mark melakukan sesuatu di luar batas yang tidak sama sekali di ketahui bunda nya Haechan.

"Kak Mark ga pernah macem-macem Bun..." Haechan memberi jeda untuk melanjutkan kata-katanya.

"...ini kemauan Haechan buat nikah sama kak Mark setelah Haechan lulus..." Haechan menunduk, tatapannya melihat tangannya yang ia mainkan sendiri.

Mark dan Bundanya Haechan mengembuskan nafas kasar.

"Lee Haechan! Dengerin Bunda!" Bundanya Haechan memegang kedua pipi gembil anaknya dan seraya mengarahkan untuk menatapnya.

Dengan ragu Haechan mengangkat kepalanya dan melihat ke arah tepat manik cokelat bundanya.

"Jangan karena Mark selalu mau menuruti keinginan kamu, kamu jadi seenaknya pada Mark." Bundanya memijat pelipisnya, inilah akibat dari Mark yang selalu menuruti keinginannya. Haechan jadi semena-mena.

"Haechan..." Mark akhirnya membuka suara.

"Bukan kakak ga mau, cuma kamu baru aja lulus,  masih banyak waktu kamu buat main-main sama temen kamu. Kakak mau kamu nikmatin masa remaja kamu dulu, bukan malah ngurusin kakak dirumah." Haechan menatap Mark tak percaya, ini kali pertama Mark menolak permintaan nya.

Apa ini terlalu sulit hingga bunda dan Mark tak mau menurutinya. Lagipula ia sudah bertekad untuk menjadi istri Mark setelah ia lulus. Ya itu adalah impian Haechan setelah bertemu dengan seorang Mark.

Haechan melupakan impiannya untuk menjadi arsitek karena Mark. Dan kini Mark menghancurkan impian Haechan untuk menjadi pendampingnya.

Satu bulir air mata menetes dari mata indah Haechan dan detik itu juga Haechan menghapusnya dengan kasar.

Sakit. Itu yang Haechan rasakan. Harapannya pada Mark telah runtuh. Orang yang selalu ia percaya akan menuruti maunya meski orang tuanya menolak, kini juga menolaknya.

Haechan berlari, meninggalkan Mark dan Bundanya yang masih terdiam dengan pikirannya masing-masing.

Mark yang tak tega menolak keinginan Haechan tetapi Mark tidak mau Haechan melepaskan masa remaja dimana itu masa yang paling menyenangkan -bagi mark-.

Bunda Haechan sendiri tak tahu harus berkata apa pada Mark, ia sedikit enggan. Pasalnya anaknya memang sudah keterlaluan kali ini.

Haechan membuka kasar pintu berwarna coklat yang telah menjadi saksi atas rasa senang dan rasa sedihnya. Ia menjatuhkan tubuhnya di kasur king size-nya.

Bukan. Haechan bukan orang yang akan menangis dengan menumpahkan air matanya di atas bantal.

Haechan bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi pribadinya. Di sanalah Haechan akan menumpahkan seluruh rasa sedih dan kecewanya.

Haechan mengambil peralatan yang biasa ia gunakan ketika ia menangis dan kesal di kamar mandi.

Haechan mengambil sikat dan pembersih kamar mandi.

Kebiasaan Haechan ketika ia menangis adalah meracau sambil menangis dan membersihkan kamar mandi.

Itulah alasan bunda nya sejak dulu tidak membujuknya ketika Haechan menangis. Karena itu ada untungnya.

"Hiks... Hiks..." Haechan melemparkan sikat yang ia pakai untuk membersihkan lantai kamar mandi karena kesal atas tangisannya. Namun, detik berikutnya ia mengambil kembali sikat itu dan melanjutkan kegiatan menangis sambil membersihkan.














TBC 🤗💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC 🤗💚

Naughty - MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang