🎥 Sebelas

755 95 6
                                    

Satu minggu berlalu yang Yuta lakukan hanyalah bekerja dan bekerja. Memutuskan sekolahnya dan lebih memfokuskan dirinya yang harus menanggung hidup adik dan ibunya.

Mereka tinggal disebuah rumah sederhana dipinggiran kota. Rumah sederhana yang begitu nyaman dan hangat karena jauh dari hiruk piruk keramaian.

Yuta bekerja disebuah kedai coffe yang tidak terlalu besar. Bangunannya juga hanya terbuat dari kayu kayu kokoh yang dirombak agar berkesan lebih modern.

Dinding hingga lantainya pun terbuat dari kayu. Membuat kesan yang entah kenapa sangat berarti dan sangat enak dipandang mata jika sedang merasa lelah.

Yuta memang terlihat baik baik saja dari luar. Tapi hanya Yumi lah yang tau jika Yuta selalu menangis sambil memaki ayahnya yang jelas jelas sudah didalam sel tahanan sana.

Ibundanya menjalani hidup dengan normal, begitupun dengan Yumi. Mereka sudah menerima keadaan bahwa sekarang tidak semudah dulu lagi. Ekonomi sangat sulit untuk mereka penuhi. Dan rumah ini dibeli Yuta dengan uang yang sempat diambilnya dari sejumlah ATM nya dulu jauh jauh hari.

Yuta memang suka mencairkan uang dan menaruhnya didalam lemari dengan jumlah banyak. Pikirnya itu akan terpakai jika suatu saat ada masalah pada ATM nya.

Tapi ternyata bukan ATM nya yang punya masalah. Melainkan keluarganya. Miris sekali.

Sekarang uang yang Yuta sempat bawa itu tersisa setengah koper. Dan tidak mungkin juga kan dia terus menerus memakai uangnya tanpa ada pemasukan lagi?

Semua kartu ATM serta kartu kriditnya sudah terblokir karena prihal ayahnya itu.

Dan sekarang begitulah kehidupan Yuta. Tidak ada lagi yang namanya berfoya foya. Menghabiskan uang dengan menonton RedRoom. Dan hal yang baru disadarinya adalahlah, Dia sudah tidak kontakan dengan Taeyong akhir akhir ini.

Entah Yuta yang memang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Atau Taeyong yang memang sudah memiliki dunia baru yang lebih menarik. Entahlah Yuta juga tidak tahu.

Tapi ada satu lagi yang belum Yuta tahu, bahkan ibundanya sendiri juga tidak tahu. Dimana adiknya Yumi, mengidap penyakit leukimia.

Kanker darah. Tahap akut.





Satu minggu terakhir ini Jio sudah lelah berbicara kepada Taeyong. Entah salah apa yang telah ia perbuat, tapi intinya sampai sekarang Taeyong tidak mau berbicara kepadanya.

Bahkan saat Taeyong mengajak bertemu seperti ini pun, Taeyong tidak berbicara. Padahal dia yang mengajak bertemu.

Jio pusing sendiri.

Sedangkan itu, kini Taeyong sendiri sedang bingung dengan dirinya yang berubah seratus delapan puluh derajat dari biasanya.

Akhir akhir ini Taeyong tidak lagi membunuh dan menyiksa orang. Karena yang ada didalam fikirannya hanyalah bagaimana ia harus menjaga Jio dengan baik dan benar saat ini.

Nampaknya kehadiran Jio memberikan efek baik yang begitu besar untuk Taeyong. Berterima kasihlah kepada Jio sekarang.

"Makan. Aku ngajak kamu kesini bukannya buat diam dan melamun aja" perintah Taeyong yang menyadarkan lamunan Jio

"Taeyong, aku serius mau minta maaf sama kamu" lirih Jio

"Emangnya kamu salah apa sampai harus minta maaf segala?" Tanya Taeyong sambil memulai acara makannya

Jio jadi diam seketika, karena yang dibilang Taeyong juga ada benarnya. Memangnya Jio salah apa sampai harus meminta maaf?

Tapi perasaan Jio tidak enak. Dia selalu memikirkan sesuatu yang entah juga sesuatu apa itu Jio tidak tahu. Tapi dia merasa jika kejadian kemarin itu membuat Taeyong sedikit salah paham.

Walaupun Jio sendiri tidak mengerti bagian mana yang dapat disebut dengan salah paham.

"A-aku gak tau salah apa. Tapi aku beneran mau minta maaf" lirih Jio

"Aku gak mau maafin kamu kalau kamu sendiri aja gak tau kesalahan kamu apa" ujar Taeyong mempertegas sikapnya

"T-tapi Taeyong... aku merasa kalau apa yang aku lakukan kemarin itu salah. Makanya itu aku minta maaf"

"Memangnya apa yang telah kamu lakukan?" Pancing Taeyong

"I-itu juga aku belum tahu... aku seriusan meminta maaf kepadamu Taeyong. Aku sayang kamu" cicit Jio di tiga kata terakhir dengan suara kecil

"Apa terakhir kamu bilang?" Pancing Taeyong lagi

Jio diam sesaat dan Taeyong memandangnya intens.

"Aku sayang kamu Taeyong!" Dan tangisan Jio berhasil pecah saat itu juga

Perasaannya campur aduk sekarang.

"Kenapa nangis hmm? Iya sini, aku udah maafin kok. Jangan nangis lagi ya" jawab Taeyong akhirnya sambil menarik Jio kedalam pelukannya

"Taeyong..."

"Iya, aku juga sayang kamu Jio"

Jio ingin terbang rasanya





Jennie sibuk memikirkan hidupnya dengan dua kantung plastik besar belanjaannya ditangan.

Ke-tidak-adaan nya Yuta aturan dapat membuat Jennie senang dan dapat menjalankan hidupnya secara normal lagi. Yaitu membunuh dan menyiksa.

Tapi Jennie merasa ada yang aneh dengan dirinya jika tidak ada Yuta disekitarnya. Dia jadi merasa sendiri dan sunyi.

Tidak ada lagi yang mencegatnya, menganggunya, dan menjailinya supaya dapat menahan Jennie yang ingin membunuh dan mencari target.

Jennie ingin sekali membunuh saat ini, tapi dia tidak begitu tertarik lagi dengan kegiatannya itu yang padahal dulu sangat sering sekali dia lakukan.

Sekarang fokus pertama Jennie adalah kepada Yuta.

Dia dimana sekarang?

Dimana Yuta?

Dimana dia?

Sekarang Yuta dimana?

Pertanyaan itu terus menerus bolak balik didalam otak Jennie. Seberapa kali pun dia berusaha membuang pertanyaan itu. Entah kenapa pertanyaan itu datang sendiri lagi dan membuat perasan cemas Jennie jadi keluar.

Kenapa Jennie mencemaskan Yuta? Entah dia juga tidak tahu ada apa dengan dirinya.

"Kak Jennie!!"

Seseorang memanggil Jennie dibawah teriknya sinar matahari siang ini. Lantas Jennie langsung mengedarkan pandangannya mencari sosok yang baru saja memanggilnya.

"Yumi? Hei, udah lama gak ketemu" sapa Jennie kepada Yumi yang berlari menghampirinya.

"Iya kak. Tapi kak sekrang ada yang lebih penting. Aku mau kakak tolong bantuin aku" ujar Yumi tiba tiba

"Bantuin? Emangnya kenapa? Ada apa?" Tanya Jennie perlahan

"Bang Yuta akhir akhir ini depresi kak. Dia jarang keluar kamar dan sekalinya keluar cuma buat kerja doang. Dia gak makan dirumah, dan aku khawatir dia juga gak makan ditempat kerjanya" jelas Yumi kepada Jennie

"Yuta kerja? Pantes aja seminggu ini dia gak keliatan di sekolah. Sekarang Yuta dimana?" Ujar Jennie khawatir

"Dia dirumah kak, nih alamatnya. Tolong ya kak, kalau kakak ada waktu senggang. Aku minta tolong buat jengukin bang Yuta. Siapa tau dia sedikit lebih baik kalo kakak jengukin" jelas Yumi lagi sambil memberikan selembar kertas dan memegang hidungnya sendiri karena mencium bau anyir

"Tunggu tunggu Yumi, kenapa kamu mimisan??!"

"Ah, ini gak apa apa kak. Kecapekan doang, panas juga disini" jawab Yumi dengan pandangan Sendunya.

"Gak gak, ini pasti kenapa napa. Itu hidung kamu terus ngeluarin-- YUMI!!"

kekhawatiran Jennie bertambah tingkatnya satu level dari pada sebelumnya karena melihat Yumi pingsan dihadapannya dengan darah dari hidung yang tidak kunjung berhenti.

||||||| To Be Continue|||||||

 Psycho : Serial KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang